Tik..
Tik..
Tik..
Suara detikan jam terdengar jelas di ruangan yang sunyi itu.
Sampai suara keras muncul menghapus kesunyian yang tenang tadi.
Criiing!!
Criiing!!
Criiing!!
Plak!!
...
Jam weker itu terjatuh secara mengenaskan mengenai lantai. Deringan suaranya tak terdengar lagi setelah sebuah tangan menepisnya keras.
"hah.. rasanya baru saja aku tertidur" seorang pria menghela nafasnya dalam.
"Sudah harus bangun ?" monolognya.
Dengan enggan dia mengabaikan rasa kantuknya, berusaha sadar dari tidur nyenyaknya. Tangan kurusnya mengusap pelan matanya yang masih terpejam.
Perlahan tubuhnya berhasil duduk, dia terdiam sebentar mengumpulkan seluruh kesadarannya kembali. Sambil menghela nafas pelan, dia bangkit berjalan.
"Baiklah, kita mulai kembali aktivitas hari ini.."
Sambil memandang cermin kecil yang tergantung di dinding kamarnya, pria itu kembali bermonolog dengan dirinya sendiri.
"Ayo kita coba lepas lagi hari ini, Andhra.." ucapnya sambil tersenyum kecil memperlihatkan dimple di sisi kiri pipinya.
Lepas..
Itu harapannya yang tak pernah padam.
.
.
.
.
Pagi ini sang mentari nampak tak malu memperlihatkan dirinya, penuh percaya diri dengan sinarnya. Harusnya pagi ini menjadi hari yang indah untuk semua orang, tapi nyatanya tidak dengan Andhra. Remaja itu berlari kecil sambil mencoba mengikat dasi di seragam sekolahnya.
"Sial, masa iya aku telat di hari pertama sekolah.." kesalnya.
Setelah turun dari bus, Andhra masih harus berlari menuju gedung sekolahnya. Hari ini adalah hari pertamanya sebagai siswa SHS (Senior High School), tapi dia malah terlambat.
"Sedikit lagi.. Pak!!" serunya panik.
"Tunggu sebentar, jangan ditutup dulu!, Pak, sebentar!!"
Andhra mempercepat larinya saat melihat pak satpam sekolah sedang menarik pagar secara perlahan dengan seringaian jahil tercetak jelas di wajahnya. Andhra benar-benar ingin merutuki pak satpam itu saat ini.
"Yak, pak satpam! jangan di tutup dulu!! sial.."
Andhra menoleh ke arah samping kanannya saat mendengar suara teriakan itu, lalu matanya melihat seorang siswa laki-laki yang juga sedang berlari dengan wajah paniknya.
Melihat wajah panik itu Andhra kembali mempercepat larinya sebelum pak satpam berkumis lebat itu menutup gerbang sekolahnya yang sudah ada di depan mata.
Sedikit lagi..
Duk!!
Suara gerbang yang tertutup terdengar di telinganya.
"Hampir saja ya.." ucap sebuah suara di belakangnya, dan saat Andhra berbalik dia langsung memasang ekspresi wajah kesal.
Ya, saat ini dia sedang kesal saat melihat seringaian jahil yang tertutup kumis lebat itu. Pak satpam itu sedang menertawainya, menertawai Andhra yang hampir saja telat masuk ke dalam sekolah. Rasanya Andhra ingin menarik kumis itu, menyibaknya hingga tak bersisa.
"Pak satpam, anda keterlaluan!! anda mengerjai kami ya?" ucap seseorang sambil mengatur nafasnya.
Andhra tersadar dari kekesalannya saat mendengar suara laki-laki di sampingnya.
"Salah sendiri, siapa suruh datang telat. Saya cuma menjalankan tugas saya.." Ucap pak Satpam sambil terkekeh menjawab pertanyaan siswa tadi. Pagi yang menyenangkan menurutnya.
Ya, pagi yang menyenangkan bagi satpam tersebut. Tapi tidak dengan dua remaja laki-laki yang saat ini sedang menatapnya kesal.
"menyebalkan.." desis siswa itu lagi yang kembali membuat pak satpam terkekeh.
Sedang Andhra hanya mendelikkan matanya sebal ke arah pak satpam.
"Ya sudah sana masuk kelas, bukannya kalian udah telat ya?" kata satpam itu lagi menyadarkan dua siswa baru di depannya.
"Sial!!" seru keduanya sambil berbalik arah dan kembali berlari kencang menuju kelas masing-masing.
Satpam tersebut hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Dasar..." ucapnya pelan.
.
.
.
.
"hah.."
Kedua orang itu kompak saling melirik satu sama lain saat mendengar suara helaan nafas yang keluar di waktu yang bersamaan.
Andhra melirik ke samping kanannya, dan mendapati siswa yang ikut telat dengannya tadi juga sedang ikut menatapnya.
Saat ini mereka sudah berada di kelas, duduk bersebelahan satu sama lain. Bukankah ini takdir? mereka datang terlambat bersama di hari pertama sekolah, mereka sekelas dan saat ini mereka bahkan duduk bersebelahan yang berarti mereka akan jadi teman sebangku mulai hari ini.
Tidak ada pilihan pikir Andhra, salahkan dirinya yang datang terlambat di hari pertama sekolah. Sehingga, saat dia masuk kelas hanya ada dua bangku di pojok belakang dekat jendela yang tersisa.Yang sekarang di tempati olehnya dan laki-laki di sebelahnya.
Kembali lagi, mereka masih saling menatap setelah mendengar helaan nafas tadi. Detik berikutnya mereka segera tersadar dan segera mengalihkan tatapan mereka, selanjutnya hanya tersisa kecanggungan di antara keduanya.
"Raka.." ucap remaja laki-laki itu sambil merentangkan telapak tangannya dengan maksud mengajak Andhra bersalaman.
Andhra menatap tangan remaja itu beberapa saat, lalu dia memilih untuk menjabatnya. Mereka akan jadi teman sebangku, tak ada salahnya kan saling mengenal, pikir Andhra.
"Andhra.." ucapnya.
Raka mengangguk. Kecanggungan kembali mengganggu mereka. Raka yang pada dasarnya memang anak yang tidak bisa diam pun berinisiatif mencairkan suasana.
"Aku tidak menyangka kita akan sekelas" kekehnya.
"Kita bahkan jadi teman sebangku sekarang.." lanjutnya lagi sambil memperhatikan ekpresi wajah Andhra teman sebangkunya.
Andhra yang merasa di tatap mengalihkan perhatiannya ke arah Raka.
"Ya, ini suatu kebetulan yang aneh.." ucapnya seadanya dan kembali mengalihkan perhatiannya ke luar jendela.
Raka mengernyitkan dahinya, memikirkan apa lagi yang harus dilakukannya untuk berkomunikasi dengan teman barunya itu. Raka masih menatap Andhra lekat.
Sedangkan Andhra yang sadar sedang ditatap oleh orang disebelahnya itu, hanya mencoba untuk tidak peduli.
Andhra termasuk orang yang tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Bukan hal baik memang, tapi kehidupan yang membentuknya menjadi pribadi yang acuh seperti sekarang.
Raka masih menatap lekat teman barunya itu, memperhatikannya dengan seksama. Dan setelahnya dia tersenyum kecil. Dari hasil memperhatikannya itu dia memperoleh satu kesimpulan, teman barunya itu akan menjadi favoritnya mulai sekarang.
Raka paham, dan tau orang seperti apa teman barunya ini. Dalam hidupnya dia telah bertemu banyak orang dengan perangai yang berbeda-beda. Palsu dan asli, Raka sudah sangat terbiasa. Dan saat ini meski baru saja bertemu dan berkenalan dengan teman barunya ini, Raka yakin teman barunya ini termasuk yang asli. Raka meyakini hatinya, sejauh ini perasaan yang diberikan hatinya tidak pernah salah.
"Ya, ikuti kata hati dan kau akan selalu menemukan jawabannya.."
Raka membatin dan tersenyum, senyum yang semakin lebar saat Andhra menoleh ke arahnya.
"Apa kau gila?, kau senyum-senyum sendiri.." ucap Andhra yang tidak bisa lagi menahan untuk tidak peduli, saat orang di sebelahnya itu membuatnya risih dengan tingkah laukunya yang aneh.
Raka terbahak, dia tertawa keras. Andhra yang melihatnya semakin merasa ngeri, ada apa dengan teman sebangkunya pikirnya. Selanjutnya Andhra mendelikkan matanya, sebagai tanda meminta Raka untuk diam karena saat ini seluruh penghuni kelas memperhatikan mereka.
Percuma, Andhra hanya menghela nafasnya gusar. Raka, teman sebangkunya yang aneh itu tidak juga diam, malah semakin tertawa keras sampai bulir air mata terlihat di sudut matanya.
Jujur saat ini Andhra kesal, dia tidak suka jadi pusat perhatian. Dan saat ini seluruh atensi penghuni kelas mengarah padanya dan teman sebangkunya. Tatapan mereka jelas memperlihatkan raut bingung dan heran, ada juga yang menatap mereka risih. Andhra kesal, sehingga dia menatap tajam Raka.
Sedangkan Raka sedang berusaha mengontrol tawanya saat ini. Melirik Andhra dan tersenyum jahil.
"Kau kesal ya?" tanyanya.
"Kau aneh, dan tingkahmu itu menggangguku" jawab Andhra sinis.
Raka marah? tidak. Dia malah senang dan sedang terkekeh saat ini. Detik berikutnya, dia tersenyum. Andhra melihatnya, senyum itu berbeda, senyum yang belum pernah dilihatnya. Tidak, dia pernah melihat senyum seperti itu dulu, dulu sekali. Dia sendiri lupa dimana dan kapan.
Untuk sesaat Andhra terdiam, seakan angin yang berhembus dari jendela di sebelahnya membawanya ke masa lalu. Masa yang telah dia lupakan. Andhra tau, saat ini celah kecil di dalam hatinya sedang bergetar. Dia ingin mengabaikan, tapi rasa itu terlalu menyenangkan untuk diabaikan.
Senyum yang diberikan teman sebangku anehnya itu, senyum yang tulus. Dia tau itu, debaran asing di dadanya membuatnya yakin.
Andhra tersadar dari diamnya, dan kembali kaget saat mendengar ucapan Raka.
"Kita harus berteman, karena kurasa kita akan cocok satu sama lain.. kau bisa percaya padaku.."
Lagi, Andhra melihat senyuman itu.
Andhra mengalihkan tatapannya dan menghela napas lagi, kali ini kedengarannya jauh lebih berat.
Haruskah?, haruskah dia coba percaya kali ini.
Andhra kembali menatap Raka, dan entah mengapa keraguan itu sedikit terkikis digantikan rasa lega yang entah datang dari mana.
"Jangan menyesal, jika kau akhirnya kecewa padaku.." ucap Andhra.
Raka masih betah dengan senyumnya dan dengan senang dia menjawab perkataan Andhra.
"Kurasa kali ini aku tidak salah memilih teman.. Okey kita berteman sekarang, dan besok kita akan menjadi teman dekat"
"Terserah.." singkat, dan Andhra langsung mengalihkan perhatiannya kembali ke luar jendela. Andhra tampak tak peduli, tapi ada senyum tipis sangat tipis yang tercetak di bibirnya. Bahkan, mungkin dia sendiri tak sadar telah membuat senyum itu.
.
.
.
.
TBC..