"Kau tinggal sendiri?"
Raka memulai pembicaraan saat melihat Andhra yang sedang merapikan tempat untuk mereka tidur.
Andhra menatap Raka sekilas, lalu mengangguk pelan. Wajahnya kini terlihat lebih segar setelah mandi. Tangannya dengan terampil merapikan ruangan kecil flatnya.
"Maaf jika tidurmu tidak nyaman malam ini"
Raka mengedikkan bahunya tak acuh.
"Asal kau tau, aku bisa tidur dengan nyenyak dimana saja"
"Baguslah kalau begitu" tutur Andhra sambil melangkah mematikan lampu.
"Kau tidak takut gelap kan?" tanyanya pada Raka.
"It's okey"
Setelah mendengar jawaban temannya itu Andhra tetap menghidupkan lampu tidur kecil yang terpasang di dinding flatnya, sedetik kemudian cahaya temaram mulai menemani suasana larut malam yang hening.
Andhra mencari posisi yang nyaman dan mulai membaringkan tubuhnya yang lelah. Walau merasa segar setelah mandi, tapi rasa lelah di tubuhnya tidak juga hilang.
Saat ini, baik Andhra maupun Raka sama-sama sedang menatap lurus langit-langit ruangan yang mereka tempati. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing.
Suasana menjadi hening, hanya terdengar detikan jam yang teratur. Sudah larut, tapi dua remaja tanggung yang saat ini sedang tidur bersebelahan itu belum juga berniat memejamkan mata mereka.
Andhra lelah, sangat. Tapi rasanya bukan saat yang tepat untuk memejamkan matanya dan lelap ke alam mimpi. Andhra pikir ada sesuatu yang harus diselesaikan. Benar saja, tak lama setelah Andhra berpikir demikian teman di sebelahnya sudah memulai percakapan.
"Maaf jika pertanyaanku akan menyinggungmu, dimana orang tuamu?"
Suara Raka memecah keheningan malam yang tercipta, pertanyaan Raka yang singkat dan padat itu menembus cepat celah di telinga Andhra.
Andhra terkesiap, akhirnya ada seseorang yang bertanya seperti itu padanya. Lalu sekarang dia harus apa?, menjawab dan menceritakan semua hal tentang dirinya?. Andhra yakin, temannya itu tidak akan berhenti bertanya jika Andhra menjawab pertanyaan tadi. Semuanya akan berakar, satu jawaban tidak akan cukup untuk menjelaskan semuanya. Pada akhirnya jika dia memilih untuk menjawab maka dia harus siap untuk mengulik kembali masa lalunya. Masa lalu yang di kuburnya dalam-dalam, masa kelam yang dia tinggalkan bersama kegelapan yang pernah memerangkapnya.
Andhra diam dan Raka lagi memecah keheningan. Menghela nafas pelan, lalu tersenyum tipis.
"Jika kau merasa berat untuk menceritakannya tak apa aku tau, sulit bukan? bahkan hanya untuk sekedar berbagi cerita"
Raka menolehkan kepalanya ke samping, dan matanya menjumpai tatapan kosong dari temannya. Akhirnya Raka memilih kembali menatap langit-langit.
"Aku akan membiarkanmu malam ini, tapi tidak di waktu selanjutnya. Secepatnya aku akan menagih jawaban dan penjelasan dari pertanyaanku tadi, aku akan menagih saat dimana kau bercerita dengan tenang tanpa ragu. Saat aku bisa membuatmu benar-benar percaya padaku bahkan bergantung padaku"
Andhra tersenyum tipis mendengar perkataan Raka. Pikirnya, kenapa teman yang baru di kenalnya beberapa hari ini begitu penasaran dan repot mencari tau tentang kehidupannya.
"Kenapa kau mau tau? penasaran?" Andhra bertanya tanpa menatap Raka.
"Kenapa? penasaran?" lirih Raka seakan pertanyaan itu dia arahkan untuk dirinya sendiri.
Raka menghela napas kasar, dan Andhra dengan sabar menunggu Raka melanjutkan ucapannya
"Aneh memang, tapi entah kenapa aku pikir kita tidak jauh berbeda"
Andhra masih terdiam, mencoba untuk terus mendengarkan tanpa niat untuk menyela perkataan temannya.
"Kau, entah bagaimana rasanya kau punya cerita hidup yang menarik?, saat pertama kali bertemu dan melihatmu yang tidak acuh membuatku tanpa sadar tertarik untuk berteman denganmu"
Raka mendengus.
"Kau tau, selama aku hidup aku tidak pernah tertarik untuk menjalin hubungan apapun dengan orang lain, mereka yang selalu mencoba untuk mendekatiku. Dan aku?, aku sama sekali tidak peduli"
Raka tersenyum tipis, senyum yang memperlihatkan kegetiran.
"Sampai ada seseorang yang entah bagaimana berhasil membuatku peduli. Sama sepertinya, aku menganggapnya teman. Untuk seseorang yang anti sosial sepertiku, punya seseorang yang ingin ku pedulikan, membuatku bisa berbuat apa saja untuknya. Aku percaya padanya, sampai rasa curiga tidak sedikitpun memenuhi hati dan pikiranku. Tapi pada kenyataannya, yang kudapatkan dari semuanya hanya kecewa yang berakhir penyesalan"
Andhra masih betah dengan kediamannya, sedikit mulai mengerti kemana arah pembicaraan temannya itu.
"Dia teman yang ku coba percaya, satu-satunya orang yang ku pedulikan, berhasil membuatku terlihat bodoh. Dia mengkhianati ku"
Raka terkekeh, lalu senyum getir kembali terlihat di wajahnya.
"Aku membencinya, si brengsek sialan itu, aku membencinya. Karenanya aku kembali menutup diri, lebih dari sebelumnya. Dan sejak saat itu, aku pikir tidak seharusnya aku percaya pada orang lain. Cukup percaya pada diri sendiri saja. Tak perlu ada orang lain, cukup sendiri saja"
Andhra menolehkan kepalanya ke arah Raka, melihat wajah pias temannya. Meski senyum masih saja melekat di bibir temannya itu, tapi hanya ada kesedihan dan kekecewaan yang mendalam di wajahnya.
"Manusia itu mengerikan Ndhra. Itu yang aku percayai sampai aku bertemu denganmu"
Andhra terkesiap, dan tanpa sadar kembali menatap langit-langit.
"Kau, sikap tak acuhmu membuatku teringat dengan diriku sendiri. Kau membentengi diri dengan perisaimu yang tak terlihat, membuat orang-orang menjauhimu. Aku sedikit terkejut, saat melihat kau yang menutup diri melebihiku. Kau tau kan, aku terus memperhatikanmu beberapa hari ini, aku mencoba untuk mempelajari banyak hal tentangmu dan tidak butuh waktu lama, cukup beberapa hari ini saja aku yakin untuk kembali percaya pada seseorang"
Raka tersenyum, senyum tulus yang sangat jarang diperlihatkannya.
"Kau, aku yakin untuk menjadikanmu temanku. Aku percaya kau berbeda, kau bukan orang yang akan mengkhianatiku"
Andhra tersenyum tipis, yang detik selanjutnya menjadi seringaian. Kali ini Andhra memilih untuk ikut berucap.
"Aku tidak tau masa lalu seperti apa yang kau punya, dan untuk sekarang aku tidak ingin tau apapun tentang masa lalu mu. Aku tidak tau seberapa jauh aku bisa menjaga masa lalumu jika kau menceritakannya padaku, seberapa jauh aku bisa membantu menyembuhkan luka itu, aku tak tau. Jadi, biarkan semuanya berjalan secara alami. Seperti yang kau bilang, kita bisa menceritakannya saat rasa ragu tak lagi bersama kita"
Andhra menatap kosong langit-langit flatnya.
"Aku juga punya masa lalu yang rumit, cerita yang ingin ku lupakan. Karena itu akan menyedihkan jika ku ceritakan. Aku tidak ingin pertemanan kita dimulai dengan cerita sedih, setidaknya untuk sekarang mari saling percaya sampai kita bisa saling berbagi cerita tanpa ragu. Baik kau dan aku, kita sama-sama pernah merasa kecewa, jadi mari saling menjaga. Suatu saat aku akan menceritakan semua tentang masa laluku dan akan mendengarkan semua cerita masa lalumu"
Raka terdiam. Pikirnya saat ini, dia memang tidak salah memilih percaya pada Andhra.
"Aku bukan orang yang ingin mengkhianati, aku cukup tau diri. Singkatnya, orang seperti ku ini belum pernah merasakan bagaimana di pedulikan, bagaimana rasanya di percaya, jadi saat ada orang sepertimu yang ingin peduli dan percaya padaku bagaimana bisa aku dengan tidak tau dirinya mengkhianatimu. Aku harusnya bersyukur karena kau mau menjadikanku teman, terimakasih"
Itu ucapan tertulus yang pernah Andhra ucapkan selama hidupnya. Sejauh ini dia hidup dalam dunia yang keras dan kejam, tak ada yang pernah mengajarkannya bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan terimakasih. Tapi bagi Andhra yang sudah berdamai dengan hidupnya, dia cukup tau mana hal yang harus atau tidak dilakukannya.
Dan untuk temannya Raka, dia yakin terimakasih adalah hal yang harus diucapkannya.
Terimakasih untuk mengusiknya.
Terimakasih untuk mendekatinya.
Terimakasih untuk tidak lelah dengan sifat dinginnya.
Terimakasih untuk tidak menyerah padanya.
Dan terimakasih karena mau menjadikan teman..
Terimakasih karena temannya itu dia tidak merasa sendirian lagi saat ini. Meski belum bisa menghapus semua kenangan kelam masa lalunya, tapi kehadiran Raka saat ini berhasil menjadi titik balik dari harapannya yang dia abaikan selama ini. Harapan untuk merasakan kebahagiaan yang belum pernah dia temui.
.
.
.
.
TBC..