"Bukannya kau suka basket?"
Raka mengangguk pelan mengiyakan pertanyaan Andhra.
Saat ini mereka berdua sedang menikmati makan malam di restoran cepat saji, setelah Raka kembali berhasil memaksa Andhra untuk di traktirnya.
"Lalu kenapa tidak bergabung saja?"
Pagi tadi saat di kantin baik Andhra maupun Raka menolak ajakan Kenan untuk ikut bergabung di tim basket sekolah. Mereka berdua tidak memberi alasan yang jelas, sehingga membuat Kenan ragu untuk memaksa, padahal sebenarnya Kenan hanya takut untuk berurusan dengan mereka.
"Aku tidak tertarik"
Jawaban singkat itu yang di berikan keduanya saat Kenan bertanya alasan mereka menolak bergabung.
"Kau sendiri kenapa? kau kan juga suka basket" Raka malah bertanya balik kepada Andhra yang membuat Andhra mendecih.
"Jawab dulu pertanyaanku tadi"
Raka hanya mengedikkan bahunya acuh. Kemudian memilih menjawab pertanyaan Andhra saat sahabatnya itu mendelikkan mata ke arahnya.
"Hmm, aku hanya tidak tertarik bergabung sekarang. Hei, kita ini masih baru di SHS, aku tidak ingin sibuk dengan kegiatan ekskul terlalu cepat"
"Baguslah, ku kira kau akan memberikan alasan yang konyol" tutur Andhra yang sebelumnya sudah menghela napas lega.
"Alasan konyol? seperti, aku tidak bergabung karena kau yang tidak bergabung?"
Raka menatap Andhra dengan senyum jahil sambil menaik turunkan alisnya.
"Yah, ku kira begitu-"
"Itu alasan utamaku asal kau tau" sahut Raka dengan wajah bangga memotong perkataan Andhra barusan.
"Aku memang berteman dengan orang gila" Andhra menggelengkan kepalanya dan menatap sahabatnya datar.
Raka tertawa geli.
"Kau sendiri kenapa tidak bergabung?"
"Sama seperti alasanmu yang pertama, tidak mau terlalu sibuk di ekskul?" Entah itu pernyataan atau pertanyaan, Andhra sendiri juga bigung.
Raka menatap Andhra yang sedang sibuk mengaduk-ngaduk minumannya.
"Itu bukan alasan yang sebenarnya kan?"
Andhra mengalihkan tatapannya dari minumannya ke Raka.
"Kau tau alasanku" Jawabnya tak acuh.
Andhra mengalihkan pandangannya yang di halangi kaca bening, matanya menatap suasana malam yang ramai dengan para manusia yang berlalu lalang. Tersenyum kecil saat melihat banyaknya kelap-kelip lampu yang berwarna-warni menemani warna malam yang kelam.
Raka juga mengalihkan pandangannya, ikut menikmati suasana malam yang ramai.
"Kau tidak punya cukup waktu untuk ikut ekskul? harus bekerja?"
Andhra mengangguk membenarkan.
"Sepertinya kau sudah paham tanpa harus ku jelaskan" ucap Andhra, senyum kecil muncul di bibirnya.
"Yah, sedikitnya aku paham bagaimana kondisimu" Raka ikut tersenyum saat menyahut ucapan Andhra.
"Kau bergabung saja" Andhra menatap Raka dengan pandangan serius
"Tidak menyenangkan kalau kau tidak ada" sahut Raka tak acuh.
"Akan menyenangkan jika melakukan apa yang kau sukai"
"Aku lebih menyukaimu" Raka menyeringai.
"Sialan.." desis Andhra tidak suka dengan perkataan sahabatnya barusan.
Dan selanjutnya yang terdengar hanya tawa Raka yang terdengar puas berhasil menjahili sahabatnya itu.
Sedangkan Andhra menatap Raka sebal, lalu mendengus kasar. Namun sedetik kemudian senyum tipis terbit di bibirnya saat melihat sahabatnya itu tertawa lepas. Dalam hati dia bersyukur, berterimakasih pada Tuhan yang telah memberinya kesempatan berteman dengan orang seperti Raka.
.
.
.
.
Andhra baru akan bersiap-siap untuk tidur setelah selesai merapikan buku pelajaran yang terletak di meja kecil tempatnya biasa belajar. Hingga selembar foto yang terselip di antara buku menarik perhatiannya. Andhra menatap foto itu beberapa saat tanpa ada niatan untuk segera mengambilnya. Namun, saat melihat sekilas wajah tersenyum seseorang yang ada di foto itu membuat tangannya tanpa sadar mengambil foto itu dan mengelusnya pelan.
Senyum tipis muncul di bibirnya, disertai rasa rindu yang mendalam.
"Bagaimana kabarmu?" tanyanya seakan orang di foto itu bisa mendengarnya.
Andhra masih menatap foto itu dengan lekat.
"Kau benar, tidak semua manusia mengerikan"
Andhra melebarkan sedikit senyumnya.
"Aku punya seseorang yang bisa ku percaya selain kau sekarang"
Andhra terdiam, rasa sesak tiba-tiba meremas kuat dadanya. Matanya berubah sendu.
Andhra mengalihkan matanya pada jam yang sudah menunjukkan pukul 2.15 pagi, sudah harusnya dia tidur pikirnya.
Dengan perlahan Andhra mengembalikan foto itu ke tempat semula, dan bersiap tidur.
"Aku harap kau hidup dengan baik dimana pun kau berada" lirihnya.
"Aku tak menghindarimu apalagi meninggalkanmu. Aku hanya menghindari diriku sendiri, aku terlalu takut dengan apa yang akan ku hadapi"
"Percayalah pada Tuhan, maka kau akan baik-baik saja. Takdirnya akan selalu benar, meski jalannya terasa sakit. Dan percayalah padaku, tiap kau merasa bersyukur akan hidupmu, ada doaku yang selalu menyertaimu"
.
.
.
.
Langit mendung menemani suasana pagi ini. Udara sejuknya terasa sangat menyenangkan, hembusan angin terasa begitu ringan menyentuh kulit, seakan merayu siapa saja jatuh tertidur.
"Hoaaam"
Raka melebarkan mulutnya saat kantuk datang menyerangnya.
"Cuaca akhir-akhir ini sering berubah-ubah, kalau mendung begini aku jadi ngantuk" ucapnya pelan tanpa mengalihkan tatapannya dari guru yang sedang menjelaskan pelajaran di depan.
"Hem, mungkin sebentar lagi hujan" sahut Andhra.
"Aku harap jam pelajaran berikutnya kosong"
Andhra mengernyitkan dahinya saat mendengar perkataan sahabatnya barusan. Matanya melirik Raka seakan meminta penjelasan.
"Pasti menyenangkan kalau bisa tidur di cuaca seperti ini" Jelas Raka yang disertai cengiran lebar.
Andhra menggelengkan kepalanya pelan, menatap malas sahabatnya, kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke depan.
"Fokus" tuturnya.
Raka yang paham maksud Andhra hanya mencebikkan mulutnya, lalu menghela nafas pelan.
"Huh, aku benci pelajaran sejarah" sungutnya.
Andhra yang mendengar keluhan sahabatnya itu hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Pulang ini ke cafe?"
Raka mencoba melanjutkan percakapannya dengan Andhra, dia benar-benar bosan saat ini.
Andhra melirik sekilas sahabatnya.
"Tidak"
Raka melebarkan sedikit matanya.
"Kemana?" tanyanya penasaran.
"Harusnya kau bertanya kenapa, bukan kemana" ucap Andhra sarkastis.
"Tak peduli apapun alasannya, aku hanya akan mengikutimu" sahut Raka asal.
"Sudah kuduga" Lirih Andhra, dan diikuti helaan nafas setelahnya.
"Kemana?" tanya Raka lagi, tak sabar.
Melihat wajah penasaran sahabatnya membuat Andhra ingin menjahilinya. Jadi Andhra hanya mengedikkan bahunya sebagai jawaban.
Raka yang memang sudah sangat penasaran karena tidak biasanya sahabatnya itu libur kerja pun berusaha untuk membujuk Andhra menjawab pertanyaannya.
"Ayolah, kau tega sekali padaku" rengeknya.
Andhra masih tak mengacuhkan Raka, Sehingga Raka merasa kesal dibuatnya.
"Yak Andhra, kau mau kemana?!" seru Raka.
Andhra menolehkan kepalanya dengan gerakan kaku ke arah Raka sambil mendelikkan matanya.
"Kau gila?" lirihnya.
Ya, orang waras mana yang akan berseru keras di saat kelas dalam keadaan hening dengan aturan hanya suara guru saja yang boleh terdengar. Dan orang gila itu adalah Raka yang saat ini dengan polosnya menatap langsung ke arah guru di depannya, yang dia yakin sudah siap sedia untuk mengeluarkan semua kekesalannya padanya.
"Raka Nahendra, Andhra Azada.." desis si guru.
"Iya bu.." Sahut Raka dan Andhra sambil menelan ludah mereka pelan.
Dan saat melihat bu guru itu menyeringai, baik Raka maupun Andhra hanya memilih pasrah akan nasib buruk yang akan segera menyapa mereka.
.
.
.
.
"Huh, kurasa gendang telingaku rusak" sungut Raka sambil mengusap telinganya.
Tubuhnya seketika merinding saat mengingat kejadian mengerikan tadi, saat guru yang terkenal paling killer itu menceramahinya dan Adnhra hampir satu jam lamanya. Hal yang di sesali mereka berdua tapi di saat bersamaan menjadi hal yang disyukuri oleh teman sekelas mereka, karena satu jamnya tidak harus mendengarkan cerita sejarah yang membosankan.
"Salahmu!" ucap Andhra menatap Raka malas.
Raka mendesis, merasa sedikit bersalah pada Andhra.
"Maaf, aku kan tidak sengaja"
"Kau harus belajar mengontrol suaramu"
"Mana bisa, ini kan sudah bawaan lahir"
Andhra mendecih.
"Bisa kalau kau mau"
Raka hanya mencebikkan mulutnya, tak berniat menjawab Andhra lagi. Toh, tadi memang dia yang salah.
"Ayo pulang" ajak Andhra yang sudah bangkit berdiri bersiap keluar kelas.
"Kau mau kemana?"
"Kau sepenasaran itu ya?"
Raka menghela napasnya gusar.
"Kau menyembunyikan sesuatu?" tanyanya.
Raka tau dia berlebihan, tapi dia tidak suka kalau sahabatnya itu menyembunyikan sesuatu darinya. Dia hanya punya Andhra sebagai teman yang dia percaya, jadi dia juga ingin Andhra percaya padanya.
"Jangan pasang wajah sedih begitu, ayo ikut aku" ucap Andhra disertai senyum tipisnya, memperlihatkan dimple di pipi kirinya
Andhra mendekati Raka dan merangkul bahu sahabatnya itu.
"Kau akan mengajakku?" tanya Raka memastikan.
"Kalau kau sibuk ya sudah, aku pergi sen-"
"Aku ikut!" seru Raka memotong ucapan Andhra.
"Kontrol suaramu Ka!"
Andhra menjauhkan kepalanya saat mendengar seruan Raka.
"Hehehehehe sorry, sorry"
"Dasar!"
Andhra merangkul sahabatnya itu lebih kuat dan menyeretnya tanpa rasa kemanusiaan, sehingga Raka menjerit kesakitan. Andhra hanya terkekeh, yang di balas rengekan dari Raka. Bagi mereka berdua bercanda seperti itu hal biasa.
Mereka tidak sadar saja kalau adegan tersebut menjadi perhatian teman sekelas mereka yang saat ini sedang menatap mereka ngeri.
"Mereka mengerikan" ucap salah satu siswa yang di balas anggukan cepat siswa siswi yang lainnya.
Sepertinya gosip tentang dua sahabat itu masih menjadi topik hangat di kalangan para siswa siswi.
.
.
.
.
TBC..