Chereads / Lepas / Chapter 14 - Kenangan Buruk

Chapter 14 - Kenangan Buruk

"Hei, besok kita libur kan?"

Andhra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Kaki jenjangnya masih melangkah menuju flat kecilnya ditemani sahabatnya yang terus mengoceh sejak tadi.

"Kita libur dua hari loh, ditambah hari minggu jadi tiga hari. Huh, aku senang sekali" ucap Raka sambil bersiul kecil.

Andhra menatap sahabatnya jengah.

"Kau sesenang itu huh?"

Raka mengangguk antusias, dia terlihat seperti bocah TK.

"Aku bisa tidur sepuasku" tuturnya.

Andhra hanya mendecih.

"Hei, bagaimana kalau malam besok kau menginap di tempatku?" tanya Raka.

Andhra menghentikan langkahnya, lalu menatap Raka sambil mengernyitkan dahinya.

"Aku tidak mau jadi saksi bisu pertengkaran antara ayah dan anak" ucapnya.

"Tch, kau ini. Tenang saja, ayahku tidak ada di rumah mulai besok. Dia ada perjalanan bisnis. bagaimana?"

Raka sudah antusias menunggu jawaban Andhra, namun saat mendengarnya dia mencebikkan mulutnya kecewa.

"Aku bekerja, jadi tidak bisa"

Raka diam, bahkan setelah Andhra kembali melangkah dia masih diam menatap punggung sahabatnya itu.

"Setiap hari bekerja, kapan istirahatnya?. Dia bisa mati muda kalau begitu terus"

Raka masih diam, sampai satu ide muncul di otak cerdasnya. Dengan langkah ringan disertai senyum lebar di wajahnya, dia mendekati Andhra dan merangkul sahabatnya.

"Akh! kau mau membunuhku ya?!!" seru Andhra.

Ah, menyeret lebih tepatnya.

.

.

.

.

"Aku mau pulang"

Belum sempat Andhra melangkahkan kakinya,  langkahnya sudah dihentikan oleh Raka yang menarik tudung hoodie hitamnya.

"Ayolah, itu hanya rumah bukan kandang singa"

"Aku harus bekerja okey?"

Raka menghela napasnya.

"Aku sudah minta izin untukmu pagi tadi okey? aku sudah menemui kak Arga dan juga paman, jadi kau diliburkan selama tiga hari ini" jelas Raka.

Andhra membelalakkan matanya kaget.

"Kau gila? aku tidak percaya. Itu pasti akal-akalanmu saja. Lepas!" seru Andhra dan berusaha melepaskan genggaman tangan Raka dari tudung hoodie miliknya.

"Enak saja, aku serius. Kau diliburkan tiga hari. Tch, kau harusnya berterimakasih padaku"

"Kau bahkan berbohong saat membawaku kemari, bagaimana aku bisa percaya huh?"

Ya, Raka membohongi Andhra supaya sahabatnya itu tidak tau kalau dia membawa Andhra ke rumahnya. Dengan dalih mengajak Andhra menemaninya ke rumah pamannya untuk mengambil barang, dia malah membawa sahabatnya itu ke rumahnya.

"Itu beda urusan, kalau aku tidak berbohong kau pasti tidak akan mau ke rumahku. Ayolah, tidak ada ayahku kok"

Andhra menatap pintu besar nan megah berwarna hitam di depannya. saat ini dia sedang berada tepat di depan pintu utama rumah Raka. Dia melihat ke sekitar rumah Raka.

"Kau benar-benar kaya raya" tuturnya sambil menatap Raka datar.

Raka hanya memperlihatkan cengiran bodohnya, yang membuat Andhra mendecih.

"Kau benar-benar sudah minta izin pada kak Arga dan Paman?" tanya Andhra memastikan.

Raka mengangguk cepat.

"Sudah, kau bisa menelpon kak Arga dan paman untuk memastikan" ucapnya.

"Tch, sudahlah aku percaya" sahut Andhra malas.

"Kau mau menginap?"

Andhra menatap sahabatnya itu jengah.

"Apa aku punya pilihan?" sinisnya.

"Tidak" sahut Raka cepat, lalu merangkul bahu Andhra mengajaknya masuk.

Lagi, Andhra sedikit terkesiap saat melihat isi dalam rumah sahabatnya. Dia bukan bocah yang kampungan, tapi rumah Raka memang benar-benar megah, terlalu aneh untuk tidak terkesiap saat melihat kemegahannya, terlebih lagi itu pertama kalinya Andhra masuk ke tempat yang mewah.

"Tch, sekarang aku bisa merasakan levelmu benar-benar jauh di atasku" ucap Andhra sambil melirik Raka.

"Jangan berlebihan, ini semua punya ayahku bukan punyaku" bantah Raka.

"Kau akan jadi pewaris utama, tuan muda Raka Nahendra" ucap Andhra dengan nada mengejek.

"Kau akan jadi sahabat pewaris utama kalau begitu" ucap Raka sambil terkekeh.

Andhra memutar kedua bola matanya.

"Sial, itu sama sekali bukan hal yang bisa aku banggakan" sahut Andhra sarkastis.

Membuat Raka semakin tertawa kencang.

.

.

.

.

Jam di kamar Raka sudah menunjukkan pukul  6 sore saat Andhra terbangun dari tidurnya. Andhra mendudukkan tubuhnya, lalu menatap bingung suasana disekelilingnya. Masih setengah sadar saat mata Andhra menemukan Raka yang masih tertidur dengan keadaan terlentang dan mengenaskan.

"Huh, dia tidak terlihat seperti tuan muda dalam keadaan seperti itu" monolog Andhra.

Andhra sudah cukup sadar sekarang, dia sudah ingat kalau saat ini sedang berada di rumah Raka. Entah sejak kapan dia dan Raka tertidur, seingatnya mereka masih asik bermain PS tadi.

Andhra merenggangkan otot-otot tubuhnya, lalu bangkit berdiri menuju jendela kamar Raka yang tertutupi gorden. Menyibak gorden tersebut, sampai Andhra bisa melihat kalau langit sudah kembali berwarna jingga. Ah, waktu berlalu dengan cepat pikirnya.

Andhra menatap Raka yang belum juga bangun, jadi dia berinisiatif untuk melihat-lihat kamar sahabatnya itu, sambil menunggu sahabatnya bangun pikirnya.

Kamar Raka sangat luas, lima kali flatnya pikirnya. Warna kamar Raka di dominasi hitam dan putih, serta sedikit abu-abu. Warna kamar monokrom khas laki-laki. Ada televisi, komputer dan berbagai barang elektronik lainnya. Fasilitas lengkap.

Andhra memilih mendekati meja di dekat lemari kamar Raka. Meja itu penuh dengan buku pelajaran dan juga komik. Namun yang menarik perhatiannya adalah sebuah bingkai foto yang terpajang rapi di antara buku-buku. Andhra melihat ada tiga orang dalam foto itu, yang di berdiri di tengah dia yakin itu Raka. Raka kecil yang diapit oleh dua orang dewasa berbeda gender. Yang di kanan pasti ayahnya dan yang di kiri mamanya, begitu pikirnya.

Andhra menatap wajah kecil Raka yang tersenyum lebar. Sangat terlihat kalau sahabatnya itu sangat bahagia di foto itu.

Andhra tersenyum kecil, foto itu pasti diambil saat keluarga sahabatnya masih harmonis pikirnya. Karena selain Raka, ayah dan mama sahabatnya juga tersenyum lebar. Tidak ada kepura-puraan dalam foto itu, semuanya tersenyum tulus. Sangat disayangkan pikirnya lagi.

Saat akan membalikkan tubuhnya, kegiatan Andhra itu terhenti. Sekelebat kenangan masa lalu lewat sepintas di kepalanya. Andhra kembali memfokuskan tatapannya ke bingkai foto, dia sedikit mengernyitkan dahinya.

"Kenapa wajahnya tidak asing?" batinnya.

Andhra sedikit tersentak saat seseorang menepuk pelan bahunya.

"Ah, kau melihatnya ya?. Foto keluargaku"

Andhra yang sedikit kaget dengan kedatangan Raka hanya mengangguk.

"Itu foto lama, lihat! aku masih imut-imut kan?"

Andhra memutar bola matanya malas dengan kelakuan sahabatnya, jadi dia memilih mengabaikannya.

"Aku mau mandi, minta handuk, pakaian ganti,   dan sikat gigi baru" tutur Andhra sambil menengadahkan salah satu telapak tangannya kepada Raka.

"Tch, kau benar-benar. Handuk dan sikat gigi ada di kamar mandi, buka saja lemari berwarna putih. Untuk pakaian gantimu kau pilih saja sendiri pakaian apa saja yang ada di lemariku"

Andhra mengangguk paham.

"Segera bersiap, karena bibi pasti sudah menyiapkan makan malam" lanjut Raka.

Lagi, Andhra hanya mengangguk paham.

.

.

.

.

"Rumahmu menyeramkan"

Saat ini Andhra dan Raka sedang melangkah menuju lantai bawah. Kamar Raka terletak di lantai dua, jadi untuk makan mereka harus turun ke bawah.

"Kenapa?" tanya Raka.

Andhra menggelengkan kepalanya, membuat Raka semakin bingung.

"Tidak, hanya saja rumah ini terlalu besar untuk di tinggali beberapa orang. Jadi kesannya sepi dan sedikit sunyi.

"Itulah kenapa aku lebih memilih menginap di flat kecilmu yang kumuh itu" ucap Raka sarkastis.

Andhra mendecih, sedikit sebal saat mendengar ucapan Raka yang di copy dari ucapannya sendiri.

"Kenapa kau suka sekali menginap di flatku huh? Ini hanya flat kecil yang kumuh"

Yah, itu yang dikatakannya pada Raka saat untuk kedua kalinya sahabatnya itu menginap di tempatnya.

Raka terkekeh saat melihat ekpresi sebal di wajah sahabatnya itu.

"Sudahlah ayo, kau pasti akan kembali senang saat memakan masakan bibi. Bibi sangat jago masak"

Andhra tidak peduli, dia hanya mengikuti kemana Raka membawanya.

Sampai di lantai bawah Andhra sudah bisa mencium aroma masakan yang langsung berhasil membuat cacing di dalam perutnya terbangun.

Dengan semangat dia mengikuti Raka ke arah ruang makan. Sampai satu suara yang datang dari pintu depan menghentikan mereka berdua. Baik Andhra maupun Raka sama-sama berbalik, mengikuti arah suara.

"Hai Raka!"

Andhra dan Raka terdiam. Keduanya kaget dengan kehadiran pria dewasa di hadapan mereka. Mereka terdiam, namun dengan ekpresi yang berbeda. Yang satu terlihat antusias sedangkan yang satunya terlihat ketakutan.

"Paman!" seru Raka senang saat melihat paman yang sudah lama tidak di lihatnya sekarang berada di depannya.

"Halo nak, apa kabar?" tanya pria itu sambil memeluk Raka erat.

"Baik paman" jawab Raka sambil memeluk pamannya itu tak kalah erat.

"Kau sudah setinggi paman sekarang, kau tumbuh dengan baik" ucap pria itu setelah melepaskan pelukannya.

"Dan juga sangat tampan" tambah Raka sambil tersenyum bangga.

"Kau tidak berubah nak" ucap pria itu sambil mengacak rambut Raka.

Saat sedang mengacak rambut keponakannya itu, pria itu tidak sengaja melihat seorang remaja laki-laki yang menatap ke arahnya dan Raka.

"Ah, dia siapa?" tanyanya.

Raka mengalihkan tatapannya ke arah Andhra.

"Ah, dia sahabatku. Andhra, sini ku kenalkan pada pamanku!"

Andhra tersentak, dia bisa melihat Raka mengayunkan tangannya sebagai tanda agar dia mendekat kesana. Namun, seperti di paku kakinya tak bisa di gerakkan. Tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku, dan dia tidak bisa berbohong dia sedang bergetar menahan takut saat ini.

Raka mengernyitkan dahinya saat melihat tingkah aneh sahabatnya.

"Dia sahabatmu? paman bahkan akan kaget kalau kau bilang punya teman, tapi sekarang sahabat?"

Raka kembali mengalihkan tatapannya ke pamannya.

"Tch, dia sahabatku. Jangan mengacaukan apapun paman, aku sudah bersusah payah agar bisa dekat dengannya" ucapnya dengan nada mengancam yang di buat-buat.

Paman Raka mengabaikan perkataan keponakannya dan kembali memperhatikan remaja tinggi di depannya. Remaja tampan dengan kulit putih bersih, tidak jauh berbeda dengan Raka pikirnya.

"Baguslah, kalau kau sudah menemukan teman yang tepat" ucapnya sambil menepuk pelan kepala keponakan kesayangannya itu.

Raka tersenyum.

"Ayo paman, aku kenalkan pada sahabatku itu"

Pria itu mengangguk dan mengikuti langkah Raka berjalan mendekati remaja tinggi yang sedang berdiri mematung itu.

Andhra bisa merasakan sesak di dadanya saat melihat pria yang bersama sahabatnya itu mendekat ke arahnya. Saat ini Andhra sangat ingin lari dari sini, menghindari pria itu dan mengontrol detak jantungnya yang berdetak kencang. Namun, jangankan berlari untuk berjalan saja kakinya terasa berat.

Andhra menahan napasnya saat akhirnya dia bisa menatap pria itu dari dekat. Pria yang dulu sangat di dambakannya, namun kini menjadi orang yang paling ingin di hindarinya.

"Aku pernah berharap akan bahagia yang tak kunjung datang, yakin suatu saat bahagia itu akan datang sendiri menghampiri tanpa perlu kucari. Namun, saat harap yang ku jadikan pijakan itu kau hancurkan, aku ikut hancur bersamanya. Kini, jangankan bahagia bahkan untuk sekedar bernapas pun aku tak peduli lagi"

.

.

.

.

TBC..