Chereads / Lepas / Chapter 15 - Trauma

Chapter 15 - Trauma

"Kau pikir aku percaya?, kau akan menghancurkan hidupku!. Pergi!! jangan pernah berpikir untuk kembali kesini! dan bawa dia bersamamu, aku tak peduli"

Andhra bergetar, trauma masa lalu itu kembali. Kelebatan bayangan masa lalu datang menghampirinya.

"Kau bukan siapa-siapaku, jangan berharap aku akan menganggapmu. Nasib sial yang kau alami tak ada hubungannya denganku, itu karena dia, karena dia!"

Sekarang Andhra bahkan bisa mendengar kembali makian demi makian yang pernah di terimanya. Kenangan lama yang telah di kuburnya dalam-dalam, menyeruak begitu saja.

Andhra meremas ujung bajunya erat, mencoba menahan getaran di seluruh tubuhnya. Genggamannya semakin erat saat dia merasakan matanya mulai berkaca-kaca, dia tidak boleh menangis disini pikirnya. Tidak di depan pria itu.

Andhra tersadar, saat Raka menepuk pelan pundaknya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Raka khawatir.

Andhra tersentak, bingung harus mengatakan apa. Tidak punya pilihan lain, dia memilih untuk menganggukkan kepalanya pelan.

Raka masih menatapnya khawatir, membuat Andhra sedikit canggung.

"Aku tak apa" ucapnya pelan.

Raka membalasnya dengan senyum tipis. Lalu kepalanya kembali menoleh ke arah pamannya.

"Paman, kenalkan ini Andhra sahabatku"

Pria yang di panggil paman oleh Raka itu hanya tersenyum kecil menatap sahabat keponakannya.

Andhra kembali tersentak saat melihat senyuman itu.

"Pada akhirnya aku melihatnya juga" batinnya.

Andhra berusaha untuk membalas senyuman itu, tapi sudut kecil dalam hatinya berteriak tidak terima. Rasa sakit itu kembali datang, mengoyak luka lama yang telah di tutupnya. Tidak ada alasan baginya untuk membalas senyum itu kan?.

"Kenalkan ndhra, ini pamanku. Paman ini adik kandung dari ayahku. Ah, dia paman favoritku asal kau tau"

Lagi, Andhra terkesiap. Takdir macam apa pikirnya. Takdir macam apa yang mengikatnya, hingga dia tidak bisa lepas dari masa lalu.

Setelah sekian lama melupakan kenangan buruknya, hari ini dia di hadapi pada kenyataan kalau sahabatnya punya hubungan dengan pria itu. Dan apa katanya tadi? paman favorit?.

Sekarang dia harus bersikap bagaimana setelah tau semua kenyataan ini. Berpura-pura lagi? seakan tidak terjadi apa-apa?. Ada sedikit perasaan senang dalam hatinya, namun dengan cepat sakit akan kenangan masa lalu menutupinya. Kesal, benci, amarah, kecewa dan haru menjadi satu dalam hatinya saat ini.

Andhra tidak bisa menahannya lagi, dia rasanya ingin meneriakkan semuanya saat ini. Meneriakkan semua kenyataan yang hanya dia yang tau, kenyataan yang disimpannya bersama luka. Namun, akal sehat kembali mengontrolnya.

"Memang apa yang akan ku dapatkan bila mengatakan kenyataannya, selain rasa sakit dan kecewa apalagi yang akan kau dapatkan ndhra?". batinnya melirih.

Andhra melihatnya, melihat tatapan khawatir dari sahabatnya dan tatapan bingung dari pria itu. Andhra tidak tahan lagi, dia hanya akan menyiksa dirinya jika terus berada disini.

Andhra menatap Raka.

"Ka, kurasa aku akan keluar sebentar. Ada yang harus ku lakukan" alasan bodoh pikirnya.

Raka melebarkan matanya, raut tegang tampak jelas di wajahnya.

Andhra tau sahabatnya itu khawatir, jadi dia tersenyum tipis bermaksud menenangkan Raka. Perlahan dia mendekati Raka, membisikkan sesuatu.

"Aku ingin sendiri dulu, aku akan kembali setelah itu"

Raka terkesiap mendengar suara Andhra yang sedikit bergetar. Menatap sahabatnya itu, Raka mencari tau apa yang salah. Namun saat melihatnya dia tau, sahabatnya sedang tidak baik-baik saja. Jadi dia membiarkan sahabatnya.

"Kembalilah sebelum larut, aku akan menunggumu" ucapnya akhirnya.

Andhra tersenyum tipis, bersyukur sahabatnya itu bisa mengerti dirinya. Andhra memilih melanjutkan langkahnya, dia menatap enggan pria di sebelah sahabatnya, namun entah dorongan dari mana kepalanya sedikit menunduk sopan pada pria itu. Dan tanpa menunggu balasan apapun, dia menyegerakan kakinya untuk melangkah menjauh.

Setelah kepergian Andhra, keadaan menjadi canggung. Baik Raka maupun pamannya hanya terdiam bingung dengan keadaan yang ada.

.

.

.

.

Kelam, gelap langit malam tampak begitu suram. Bahkan tak tampak kerlip bintang atau cahaya sang rembulan. Hanya gelap dan angin malam yang hadir malam ini. Menemani jalanan yang sepi, diikuti perjalanan yang sunyi.

Melangkah perlahan, Andhra menatap kosong jalanan di depannya. Hanya ada sorot lampu jalan yang mulai meredup. Andhra tak peduli akan hal apa yang akan ditemuinya saat ini atau nanti, bahkan jika dia harus mati.

Andhra mulai muak akan dirinya. Lihat betapa lemahnya dirinya. Setelah bertahan setengah mati selama ini, semuanya usahanya untuk bertahan hancur dan lebur begitu saja saat kenangan buruknya kembali. Bukan hanya bayangan akan kenangan buruk, tapi sang objek dari mimpi buruknya datang secara nyata ke hadapannya, bahkan tersenyum seperti hidupnya baik-baik saja tanpa dosa.

Andhra terkekeh, lama kelamaan kekehan itu menjadi tawa miris. Suara tawa Andhra memecah malam yang sunyi, mengiris hati siapa saja yang mendengarnya. Itu bukan tawa bahagia, itu tawa yang diikuti derai air mata. Andhra menertawakan hidupnya, mempertanyakan takdirnya.

"Hahahaha, takdir seperti apa yang kumiliki saat ini?" lirihnya

Andhra menghentikan langkahnya, menengadahkan kepalanya dan menatap langit.

"Takdir sialan!" lirihnya lagi.

Kembali melangkahkan kakinya, berjalan tak tentu arah Andhra tak peduli. Cukup lama dia berjalan hingga tanpa sadar dia sudah keluar dari area komplek perumahan mewah sahabatnya.

Andhra masih terus berjalan, hingga langkahnya di hentikan oleh segerombolan orang di depannya. Andhra menatap mereka malas, suasana hatinya sedang kacau dan dia malah dipertemukan dengan para preman jalanan ini?. Lengkap sudah penderitaannya malam ini.

"Mau apa?" tanyanya.

Para preman itu mendecih mendengar pertanyaan tak acuh dari Andhra.

"Jangan sok berani bocah!, bocah sepertimu harusnya sudah tidur jam segini, tapi apa yang kau lakukan di jalan sepi begini huh?" ucap salah satu dari mereka dengan nada mengejek.

Andhra hanya diam menatap mereka lurus.

"Tch, kau memang cari mati. Sini kan uangmu!"

"Aku tidak punya uang"

"Mencoba berbohong huh? percuma bocah, kami tidak akan tertipu"

Andhra menatap mereka malas seraya kembali berucap.

"Periksa saja kalau tak percaya, aku tak punya apapun yang bisa membantu kalian membeli minuman atau rokok" ucapnya datar.

"Sialan!, kau sudah sering di palak huh?. Seseorang geledah dia!"

Andhra hanya membiarkannya.

"Cih, betulan tidak ada apapun. Kau benar-benar membuang waktu berharga kami bocah!"

Andhra tak peduli, dia kembali berniat melanjutkan langkahnya sebelum salah satu dari para preman itu memegang pundaknya.

"Kau pikir bisa langsung pergi? kau sudah membuang waktu kami, jadi setidaknya kami harus bermain-main sedikit denganmu kan?"

Andhra menatap mereka dengan tatapan kosong.

"Seperti mengeroyokku begitu?"

Para preman itu tertawa remeh saat melihat reaksi datar bocah di depannya. Sedangkan Andhra sedang memperhatikan mereka, ada 5 orang pikirnya. Badan mereka tidak terlalu besar, jadi dia merasa bisa mengatasi para preman itu.

"Bagus kalau kau mengerti bocah!!" tanpa aba-aba salah satu preman itu sudah memberi bogem mentah ke pipi Andhra.

Andhra yang tak siap tidak sempat menghindar, sehingga dia jatuh tersungkur. Namun, dia segera bangkit. Amarahnya benar-benar memuncak sekarang, masa bodoh dengan akal sehatnya. Suasana hatinya sudah kacau, dan para preman ini malah mencari masalah, jadi biarkan di melampiaskan semua amarahnya pada para preman ini, begitu pikirnya.

Tak menunggu lama, perkelahian tak bisa dihindari. Tak ada juga yang menengahi, karena jalanan di situ terlalu sepi. Andhra benar-benar kehilangan kontrol dirinya, amarah membutakannya. Meski dia hanya sendiri, dia cukup lihai untuk mengahadapi kelima preman itu.

Andhra jago berkelahi, dia menguasai ilmu bela diri. Bagaimanapun Andhra menjalani hidupnya dalam dunia yang keras seorang diri, jika bukan dirinya yang melindungi diri sendiri siapa lagi?. Jika dulu ada ibu yang memeluknya erat, tapi sekarang dia sudah di tinggal mati. Hidup seorang diri dan mendapat penolakan dari sana sini, membuatnya menjadi pribadi yang mandiri.

Dunia seperti ini sudah biasa baginya, ini bukan pertama kalinya dia berkelahi. Dia sudah sangat sering di hajar atau menghajar, ini dunianya. Dunia kelam penuh luka, tapi karena alasan itulah dia bertahan. Ini sedikit menyedihkan baginya, dulu, dulu sekali pikirnya. Dia pernah berada di situasi seperti ini, saat itu dia belum tau caranya membela diri, jadi dia hanya menerima pukulan yang ditahannya dengan ringisan. Tapi saat itu dia tidak mati, karena ada seseorang yang menolongnya, berkelahi untuknya. Tapi sekarang, bahkan jika dia mati malam ini dia akan mati mengenaskan seorang diri.

Andhra mulai lelah, pikirannya tidak fokus karena masa lalu yang kembali membebaninya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh para preman untuk menghabisi Andhra, mereka mengapit kedua lengan Andhra dan salah satu dari mereka sudah bersiap dengan pisau lipat di tangannya.

"Ini malam sialmu bocah!"

Andhra terkekeh, membuat para preman itu sedikit heran.

"Bahkan aku pernah melewati malam yang lebih sial sebelumnya"

Ya, ini bukan apa-apa pikirnya. Dia pernah melalui yang lebih mengerikan dari ini.

"Sepertinya kau memang tidak waras, jadi bagaimana kalau aku membuat mu tidur nyenyak setelah ini?"

Andhra menyeringai tak peduli.

"Apa aku akan mati malam ini?" batinnya.

Andhra mulai pasrah, tatapan matanya mendadak kosong. Dia lelah, lelah untuk bertahan dengan semuanya.

Angin malam yang berhembus diantara surai rambut kecoklatannya membuatnya kembali ke angan masa lalu. Rasanya seperti dejavu, dia pernah berada di situasi ini. Sama persis, yang membedakannya hanya jika dulu ada tubuh mungil yang berlari ke arahnya sekarang tidak. Jika dulu ada yang dengan brutalnya berkelahi untuknya, sekarang tidak. Dan jika dulu ada lengkingan suara yang meneriakkan namanya sekarang ti-.

"Andhraa!!"

Angannya terhenti saat seseorang meneriakkan namanya,  dan matanya membelalak saat menemukan sang pelaku itu.

"Kenapa dia ada disini?" batinnya.

.

.

.

.

TBC..