Chereads / Lepas / Chapter 10 - Orang Baru

Chapter 10 - Orang Baru

"Larilah lebih cepat!"

"Kau gila, hosh hosh, tunggu aku!"

"Cepat atau kita akan ketinggalan!"

Pagi ini langit kembali cerah. Sang mentari tampak riang menyapa bumi dan seisinya, seakan sedang membagi semangatnya pada siapa saja yang merasakan sinarnya. Termasuk dua remaja tanggung dengan tubuh kurus dan jangkung mereka, yang saat ini tampak sedang berlari dengan cepat. Kaki-kaki jenjang mereka dengan cepat mengejar si besi besar berjalan yang masih diam di tempat.

"Cepatlah Raka!, kita akan ketinggalan bus kalau tidak cepat" seru Andhra yang dengan sengaja menghentikan larinya sejenak hanya untuk berbalik dan melihat temannya yang masih jauh di belakangnya.

"Kau gila hosh, hosh, kurang cepat hosh, apalagi aku hosh, berlari hah?!" seru Raka setengah berteriak yang di dengar tidak jelas oleh Andhra disebabkan suara nafas Raka yang tidak teratur karena berlari.

"Dasar lambat!" seru Andhra keras, setelahnya membalikkan badannya kembali berlari.

Raka yang mendengarnya mendelikkan mata, apa-apaan temannya itu, kenapa larinya bisa secepat itu sih. Menahan kekesalannya, Raka memilih untuk mencoba berlari lebih cepat, meski kecepatan larinya tidak kunjung bertambah.

"Yak Andhra! tunggu aku!" serunya.

.

.

.

.

"Hampir saja kita ketinggalan bus, untung saja pak supirnya masih mau menunggu" tutur Andhra sambil melirik sebal ke Raka yang duduk di sebelah kirinya.

"Hampir saja aku mati, untung saja Tuhan masih mau mengasihaniku" sungut Raka sebal.

"Kau tidak akan mati hanya dengan berlari seperti tadi" sahut Andhra tak acuh sambil membuka jendela bus, berharap ada angin segar yang menerpa tubuhnya yang berkeringat.

"Ya, aku memang tidak akan mati karena berlari, tapi akan mati karena kehabisan napas dan perut kosong"

Andhra terkekeh geli melihat ekpresi sebal Raka yang seperti anak kecil

"Salah siapa yang sulit dibangunkan?. ini, isi perutmu" Andhra memberikan sebungkus roti dan sekotak susu kepada Raka.

"Eh, dapat dari mana?" tanya Raka yang masih bingung dengan kehadiran roti dan susu di telapak tangannya.

"Dari mini market tempatku bekerja, paman pemilik mini market yang memberikannya padaku tadi saat aku sedang menunggumu berlari"

Raka mengangguk paham, dia ingat mini market tempat kerja Andhra yang memang berada tak jauh dari flat temannya itu.

"Terimakasih, kau?"

Raka mencoba memastikan apakah Andhra juga mendapatkan roti dan susu, kalau tidak mereka bisa berbagi.

Andhra yang paham hanya memperlihatkan roti dan susu yang ada ditangannya, meyakinkan temannya kalau dia juga tidak akan membiarkan perutnya kosong.

"Hah, pagi yang menyenangkan" Raka menghela napas kecil saat berhasil meneguk susunya.

"Cih, tadi kau bilang hampir mati" decih Andhra sambil melirik Raka.

"Itu tadi, sekarang setelah ku pikir-pikir rasanya menyenangkan juga" sungut Raka sebal.

Rasa sebal Raka tidak bertahan lama, karena sekarang digantikan dengan senyum riang di wajah tampannya.

"Ini pertama kalinya aku naik bus, apalagi mengejar bus" ucapnya sambil terkekeh.

Andhra mengedipkan matanya beberapa kali ke arah Raka yang masih cengengesan. Masih tidak percaya saat mendengar ucapan temannya itu. Pikirnya, sepertinya temannya ini bukan dari kasta biasa sepertinya.

"Sepertinya aku berteman dengan anak dari keluarga menengah ke atas" tutur Andhra polos.

"Kenapa begitu?"  kekeh Raka.

"Para orang menengah ke bawah setidaknya pernah naik bus meski sekali"

"Hahahaha, aku tidak bilang apapun"

"Kau terlihat menyebalkan sekarang" sungut Andhra yang mulai sebal.

"Kau yang berasumsi sendiri tentangku"

"Aku rasa asumsi ku benar, tentang kau yang dari kalangan menengah ke atas, iya kan?"

Raka menatap Andhra ragu, dan menggaruk rambutnya yang sama sekali tidak gatal.

"Hem, ya bisa dibilang keluargaku agak berada sih. Tapi, itu tidak akan berpengaruh apapun pada pertemanan kita okey?"

Raka panik sekarang, tapi dia pikir bukan hal yang tepat untuk menyembunyikan statusnya dari Andhra. Bagaimanapun mereka sedang mencoba untuk saling percaya, jadi tidak ada hal yang harus disembunyikan pikirnya. Dia hanya khawatir Andhra akan berubah pikiran untuk berteman dekat dengannya jika temannya itu tau status keluarganya, yah Andhra memang berbeda dari orang-orang yang bisa disebut sebagai pejilat yang selama ini berada disekitarnya, jadi tidak aneh kalau dia agak khawatir saat ini.

Andhra menatap Raka dengan tajam, dia bisa melihat Raka yang meneguk ludahnya gusar. Sungguh dia ingin tertawa saat melihat ekpresi tak enak dari temannya itu. Pada akhirnya dia benar-benar tidak bisa menahan tawanya.

"Hahahahaha, apa-apaan wajah anehmu itu. Tenanglah, aku tidak akan menjauhimu meski kau anak milioner sekalipun. Kau yang meminta kita berteman, jadi aku percaya padamu" jelasnya.

Andhra menghentikan tawanya dan melanjutkan perkataannya.

"Aku hanya akan menjauh jika kau yang memintanya"

Raka mendelikkan matanya ke arah Andhra saat mendengar perkataan terakhir temannya itu.

"Cih, tidak akan. Jangan harap, yang ada aku akan terus menempelimu" tutur Raka sambil menaik turunkan alisnya.

Andhra mendengus.

"Kau akan menjadi parasit kalau begitu"

Raka kembali mendelikkan matanya yang di balas dengan kekehan geli dari Andhra.

Sepertinya pagi ini memang menyenangkan.

.

.

.

.

"Pass!!"

Terdengar teriakan dari para siswa yang saat ini sedang bermain basket di lapangan. Para siswa itu sedang saling merebut bola, berusaha untuk memasukkan si bundar orange itu ke dalam keranjang yang dengan tenangnya menunggu.

Tepat saat si bundar orange itu masuk ke dalam keranjang basket, bel pun bergema memenuhi seisi aula yang menandakan bahwa permainan telah berakhir.

Dengan berakhirnya sesi pertandingan basket tersebut, maka selesailah pelajaran olahraga di kelas Andhra hari ini.

Andhra yang turut bermain basket tadi melangkahkan kakinya untuk duduk di bangku yang kosong di pinggir lapangan, dan teman yang merangkap sebagai sahabat setianya mengikutinya dari belakang.

Andhra mendudukkan dirinya di salah satu bangku, begitupun Raka yang tepat di sebelahnya.

"Kau jago main basket, keren!" tutur Raka memulai percakapan.

Andhra membiarkan sahabatnya itu menepuk pundaknya beberapa kali sebagai apresiasi permainan bagusnya tadi.

"Kau juga jago, sering main huh?" tanyanya.

"Yah, aku ikut ekskul basket saat JHS. Kau?"

"Aku hanya sering bermain dengan orang-orang di jalanan"

Raka melebarkan matanya, tanda penasaran terhadap jawaban sahbatnya

"Basket jalanan?"

Andhra mengangguk pelan, sambil mengelap keringat di dahi dengan telapak tangannya.

"Kau harus mengajakku bermain di sana juga kapan-kapan" ucap Raka dengan mata berbinar.

"Kau suka basket ya?"

"Ya, sangat suka. Makanya kau harus ajak aku bermain basket jalanan kapan-kapan"

"Itu pasti akan menjadi pengalaman pertamamu juga" sahut Andhra tersenyum tipis sambil menepuk bahu Raka.

Raka membalasnya dngan senyum tipis juga, lalu ikut bangkit bersama Andhra dan berjalan menuju ruang ganti bersama para siswa yang lain.

.

.

Sekarang Andhra dan Raka sedang menikmati makanan pesanan mereka di kantin sekolah. Sebenarnya selama bersekolah disini, ini kali pertama Andhra duduk di kantin. Biasanya dia akan betah di kelas dengan bekal seadanya yang dibawanya sendiri, Andhra tidak pernah berniat untuk makan di kantin karena harga makanannya yang mahal. Itu wajar, karena bagaimanapun dia bersekolah di sekolah elit. Sedangkan dia hanya siswa beasiswa yang beruntung bisa masuk ke sekolah tersebut.

Namun hari ini, sahabatnya bersikeras memaksanya untuk makan di kantin dan berniat mentraktirnya dengan alasan sebagai rasa terimakasih karena sudah membiarkan sahabatnya itu menginap di tempatnya semalam.

Andhra memilih mengiyakan permintaan sahabatnya itu setelah adegan tarik menarik antara dia dan Raka menjadi tontonan setiap siswa siswi yang lewat di depan lorong kelas mereka membuatnya risih. Jadi, disinilah dia sekarang menikmati setiap makanan yang di pesan sahabatnya.

Andhra melebarkan matanya saat melihat seorang petugas kantin kembali mengantar makanan ke meja yang dia dan Raka tempati. Ini sudah kesekian kalinya petugas kantin datang membawa pesanan mereka. Tidak, lebih tepatnya pesanan Raka.

Sekarang meja mereka penuh dengan berbagai jenis makanan. Andhra hanya menatap nanar semua makanan tersebut, siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak ini pikirnya.

Andhra mengalihkan tatapannya ke arah Raka yang duduk di depannya. Dan yang dia temui adalah wajah Raka yang tersenyum amat sangat lebar, berlebihan menurut Andhra.

"Kau gila, siapa yang akan menghabiskan semua makanan ini?" tanyanya.

"Kau dan aku" sahut Raka seadanya.

"Kita hanya berdua, dan semua makanan ini porsi untuk lima orang lebih" ucap Andhra dengan wajah datarnya, lebih ke pasrah tepatnya.

"Tenang saja, makanlah sebisamu. Selebihnya biar aku yang selesaikan, aku akan menghabiskannya tanpa sisa" ucap Raka yakin.

Andhra hanya menghela napas, mencoba percaya saja dengan perkataan sahabat gilanya itu. Toh bukan dia yang akan membayar semua makanan ini, tapi tetap saja akan sayang kalau makanan ini bersisa.

Hah, sisi rakyat jelatanya berteriak lirih di sudut hatinya.

.

.

Hampir satu jam telah berlalu dan Andhra sedang melebarkan matanya takjub dengan orang di depannya saat ini. Ya, sahabatnya itu sungguh luar biasa. Makanan untuk porsi lima orang berhasil dihabiskannya tanpa sisa. Andhra menatap sahabatnya itu bingung, mencari jawaban atas pertanyaan kemana semua makanan yang tadi dimakan temannya itu pergi?. Jelas-jelas dia melihat semua makanan itu masuk ke mulut sahabatnya dan hanya beberapa saja yang masuk ke mulutnya, tapi kenapa perut sahabatnya itu masih sedatar itu.

"Kau benar-benar luar biasa Raka" ucapnya sambil menggelengkan kepala.

Sedangkan Raka hanya terkekeh.

"Kau harus terbiasa, kau tau itu sebabnya aku ini tinggi dan kuat" ucap Raka bangga.

"Apaan? tinggi sih iya. Kalau kuat, kau bahkan tidak sanggup berlari tadi pagi" sahut Andhra sinis.

"Hei, itu karena perut ku masih kosong" sungut Raka membela diri.

"Alasan"

"Alasan apanya, dengar ya-" ucapan Raka terputus saat ada dua orang yang datang dan langsung duduk di sebelah Andhra dan Raka.

"Permisi, kami ikut duduk disini ya" ucap seorang siswa dengan cengiran lebarnya yang memperlihatkan gigi kelincinya. Sedangkan seorang lagi hanya tersenyum ramah, terlampau ramah menurut Andhra dan Raka.

Andhra dan Raka terdiam, belum sadar dengan situasi yang terjadi. Beberapa detik berikutnya Andhra dan Raka saling menatap satu sama lain, saling bertanya dan mencari jawaban. Namun, keduanya masih diam tidak mengerti. Sampai Raka sadar dan memecah keheningan yang sempat terjadi tadi.

"Sedang apa kalian?" ujar Raka dengan suara rendahnya, seperti sebuah keharusan dia menatap sinis kedua orang yang baru saja duduk di mejanya dan Andhra.

.

.

.

.

TBC..