Sore ini langit tampak kelabu, matahari tak seceria beberapa waktu lalu. Sinar di langit perlahan meredup seiring awan pekat datang bersama dengan hujan yang siap untuk mengguyur bumi tanpa ragu.
Perlahan tetesan air langit itu jatuh menghantam permukaan tanah, hingga percikan air menimbulkan bunyi gemericik yang menghasilkan harmoni tersendiri bagi pendengarnya. Aroma tanah yang basah menambah kesan nyaman diantara kesejukan yang di bawa hujan sore ini.
Nyaman, itu yang sedang di rasakan oleh orang-orang yang sedang menikmati hujan sore ini. Ditemani dengan susu hangat dan alunan lagu yang menenangkan, bukankah rasanya sangat menyenangkan?. Orang-orang yang merasakannya pasti sedang beruntung saat ini.
Andhra salah satu orang yang beruntung itu. Lagi, dia bisa merasakan kebahagiaan yang sederhana, Tuhan sangat tau cara menghibur hambaNya. Saat ini Andhra sedang menatap hujan di balik jendela yang buram terkena air hujan, tatapan sendu dengan nyamannya melekat di matanya. Tak terusik dengan hal lain, Andhra masih betah menatap hujan.
Jika Andhra dengan damainya menyambut hujan, maka berbeda dengan Raka. Remaja itu saat ini sedang menatap teman di depannya dengan kesal. Bagaimana bisa temannya itu lebih tertarik dengan hujan dibandingkan berbincang dengannya saat ini.
"Waktu istirahatmu akan terbuang percuma jika kau terus melamun begitu" ucap Raka ketus.
Ucapan Raka membuat Andhra tersadar dari lamunannya. Andhra mengalihkan perhatiannya ke arah Raka dan menatapnya sebal.
"Kau yang membuat waktu istirahatku terbuang percuma"
Raka mendelik kesal dan tak percaya mendengar perkataan temannya itu.
"Tchh, harusnya kau berterimakasih padaku karena sudah menemanimu. Tapi apa? kau malah mengabaikanku dan lebih memilih memandang hujan, sungguh terlalu!"
"Hujan lebih baik dari pada wajahmu!"
"Apa kau bilang? wah, kau keterlaluan. Kau harus tau bahwa temanmu ini memiliki wajah tampan yang disukai para wanita"
Andhra mendengus sambil memutar kedua bola matanya, lalu menatap teman di depannya dengan tatapan jengah.
"Kau terlalu percaya diri bocah!"
"Bocah gigimu!, kita seumuran jika kau lupa. Percaya diri itu penting untuk kelangsungan hidup, paham?" jelas Raka, dan detik berikutnya dia mencebikkan mulutnya kesal. Tapi tak lama karena kemudian mulutnya itu kembali berseru.
"Dan hei, kenyataannya aku memang tampan kau harus akui itu!"
Andhra hanya memberikan tatapan datar sebagai jawaban untuk perkataan temannya itu.
"Cih, hilangkan wajah datarmu itu. Kau tidak terlihat keren sama sekali"
"Aku tidak berniat terlihat keren"
"Tapi kelihatannya begitu"
"Berarti memang dasarnya aku sudah keren, jadi berhentilah merasa iri pada ketampananku"
Andhra tersenyum miring saat melihat ekpresi temannya yang sedang membelalakkan matanya menatap tak percaya ke arahnya.
"Tchh, siapa yang terlalu percaya diri sekarang hah?"
"Seseorang mengatakan padaku percaya diri itu penting untuk kelangsungan hidup"
Raka tersentak, merasa lucu dengan jawaban temannya itu, suara kekehan pun tanpa sadar keluar dari mulutnya.
"Baiklah aku kalah, aku tidak pernah bisa menang jika berdebat denganmu"
Raka mengucapkan kata-katanya itu dengan nada sedih yang di buat-buat, sehingga Andhra membalasnya dengan kekehan.
"Kau tau Andhra Azada? lidah tajammu itu sungguh sangat cocok dengan wajah datar dan dinginmu"
"Aku sangat tau Raka Narendra, jadi berhentilah berdebat denganku"
"Kalau kita tidak berdebat maka suasananya tidak berbeda dengan kuburan, sepi. Dan kau kira aku tahan dengan suasana seperti itu?"
"Hah, nasibku punya teman sepertimu"
"Nasibmu sungguh beruntung teman"
Andhra menatap jengah ke arah Raka sebagai jawaban, sedang Raka hanya tertawa puas melihat ekspresi Raka.
"Ah ya, sebelum waktu istirahatmu habis aku mau bilang sesuatu. Kali ini penting, jadi dengarkan aku dengan baik"
Melihat ekspresi temannya yang serius, membuat Andhra mau tak mau menjadi fokus mendengarkan apa yang akan di katakan temannya itu.
"Kau masih ingat kan anak yang mengaku sebagai ketua kelas tadi?"
Andhra mengangguk sebagai jawaban.
"Namanya Devan, dan kau sebaiknya tidak berurusan dengannya"
Andhra mengernyitkan dahinya bingung. Raka yang paham dengan ekpresi temannya langsung melanjutkan ucapannya.
"Aku satu JHS dengannya, meski tidak pernah sekelas tapi aku banyak mendengar desas desus tentangnya"
"Ternyata kau suka gosip juga ya?" Tanya Andhra dengan wajah yang terlampau polos, membuat Raka ingin menjitaknya saat itu juga. Namun di urungkan karena dia ingin melanjutkan ucapannya dengan tenang.
"Aku mendengar Andhra, bukan gosip. Sudahlah itu tidak penting, sekarang dengarkan aku. Kau, usahakan jangan sampai terlibat dalam masalah apapun dengannya, kalau dia yang memulai membuat masalah denganmu maka kau harus mengabaikannya"
Andhra tak mengerti kenapa dia harus bersikap seperti itu pada si ketua kelas tadi, toh dia pun sebenarnya tidak peduli juga. TapiĀ melihat ekpresi temannya saat ini, dia yakin Raka punya alasan yang kuat untuk memintanya melakukan hal itu.
Sedang Raka saat ini paham dengan apa yang di pikirkan temannya, meski temannya itu masih memasang ekspresi datar. Entah kenapa dia begitu cepat bisa mengerti temannya yang satu itu.
"Aku mengerti kau pasti bingung. Jadi singkatnya begini, Devan itu bocah yang sok berkuasa. Ayahnya punya pengaruh di lingkungan kita, bisa di bilang keluarganya termasuk konglomerat yang disegani. Saat JHS anak-anak yang punya masalah dengannya pasti berakhir dengan tragis, kebanyakan dari mereka bahkan sampai di keluarkan dari sekolah. Ini hanya pandangan pribadiku, Devan itu aneh. Aku tidak terlalu mengerti dengan sifatnya, tapi yang aku tau dia tidak suka jika hidupnya terusik. Dan disinilah keanehannya, dia itu sangat sensitif, seperti perempuan pms. Dia suka meledak-ledak tak jelas, suka membenci orang tanpa alasan dan akhirnya dia berusaha menyelesaikan semua rasa benci itu dengan caranya sendiri sampai dia puas. Dan caranya itu tidak pernah benar"
Raka menghentikan ceritanya dan sekarang dia sedang mencoba mencari tau apa yang sedang di pikirkan oleh temannya.
"Tidak ada yang berusaha menghentikannya jika caranya itu salah?"
Andhra bertanya masih dengan ekpresi datarnya, sehingga Raka hanya menghela nafas.
"Seperti yang ku bilang tadi, keluarganya berkuasa, jadi bukan hal mudah untuk menghentikannya. Devan itu entah bagaimana juga terlihat licik, dia melakukan perbuatan yang salah, tapi orang-orang masih saja berpihak kepadanya. Semua orang hanya akan bersikap pura-pura tak tau apapun"
"Termasuk kau?"
Raka menatap Andhra lekat, dia mulai khawatir. Namun, untuk saat ini dia memilih untuk tersenyum tipis.
"Ya, termasuk aku. Dari awal aku memang tidak mau terlalu peduli dengan sekitarku, bagiku selama tidak ada sangkut pautnya dengan hidupku maka itu bukanlah urusanku."
Andhra masih menatap datar ke arah Raka tanpa memberi jawaban apapun.
"Aku bukan orang yang akan bersikap sok peduli Ndhra, ku rasa kau sudah tau itu. Devan bukanlah orang yang akan membuatku tertarik untuk mencari tau tentang cerita hidupnya, jadi aku tidak peduli dengannya dan apapun yang dilakukannya. Dan aku juga tidak pernah berpikir untuk berada di pihaknya. Selama di JHS dulu aku hanya hidup untuk diriku sendiri, tapi aku punya telinga yang berfungsi dengan baik, sehingga informasi tentangnya masuk begitu saja dalam pendengaranku"
Andhra terdiam, matanya masih menatap lekat Raka yang saat ini tersenyum tipis memandang ke luar jendela.
"Jadi, apa maksudmu memberi tau ini padaku?"
Raka kembali menatap Andhra, senyum tipis kembali terukir di bibirnya.
"Kau temanku, teman dekatku"
Dalam beberapa detik Andhra terkesiap, namun detik selanjutnya dia tersenyum tipis. Ya, harusnya dia tidak bertanya seperti tadi. Dia sendiri tau jawabannya kenapa Raka menceritakan hal itu padanya, temannya itu khawatir padanya.
.
.
.
.
TBC..