Chereads / Lepas / Chapter 8 - Kenyataan

Chapter 8 - Kenyataan

"Pulanglah"

"Tidak mau!"

"Pulang"

"Tidak!"

"Pulang!!"

"Tidak!!"

Adnhra mengeram kesal melihat tingkah temannya. Ini sudah malam dan temannya yang gila itu masih saja betah menempel padanya.

Andhra mengusap kepalanya dengan kasar, menghela nafas gusar dan berusaha

menahan kekesalannya pada temannya itu.

"Ini sudah malam. Kau harusnya pulang, mandi, makan dan bersiap tidur, karena besok harus sekolah"

"Kau kira aku bocah apa? berhenti menasehati dan mengaturku" seru Raka kesal karena di perlakukan seperti anak kecil.

"Jadi kau mau apa sekarang?, aku tidak ada waktu untuk bermain"

"Aku hanya akan mengikuti kemana pun kau pergi"

"Kau gila? kau sudah menempeliku sejak pagi, bahkan kau terus menempeliku di cafe tadi. Apa kau tidak punya kerjaan lain?"

Raka menghela nafasnya gusar, bingung memikirkan cara untuk membujuk temannya itu. Saat ini Raka sedang bertekad untuk lebih mengenal Andhra, jadi dia berencana untuk mengikuti kegiatan apapun yang dilakukan temannya. Tapi temannya itu masih saja belum terbuka padanya.

"Ya, aku tidak punya kerjaan lain, jadi biarkan aku ikut denganmu"

"Ini sudah malam, keluargamu akan khawatir nanti, pulanglah" ucap Andhra mencoba memberi pengertian pada temannya itu.

Raka mendengus, keluarga? keluarga siapa yang akan khawatir?.

"Tidak akan, mereka tidak akan khawatir"

Andhra menatap Raka yang sedang memelas padanya. Andhra menggelengkan kepalanya pelan, bagaimana bisa keluarga temannya itu tidak khawatir.

"Mereka pasti khawatir Ka, pulanglah"

Raka kembali menghela nafas gusar, kepalanya menunduk dan matanya menatap kedua ujung sepatu putihnya. Setelah terdiam beberapa saat, Raka menengadahkan kepalanya kembali menatap Andhra.

"Baiklah"

Andhra tersenyum saat mendengar perkataan temannya itu, namun hanya sebentar sebelum wajahnya kembali berubah datar saat si teman gilanya melanjutkan perkataannya.

"Aku akan mengabarkan orang rumah kalau aku tidak akan pulang malam ini"

Andhra membelalakkan matanya.

"Kau gila?, mau kemana kau tidak pulang?"

"Aku akan menginap di tempatmu, boleh ya?" Tanya Raka dengan wajah memelasnya.

"Tidak!, big no!!. kau tidak boleh menginap!"

"Jadi kau akan membiarkanku tidur di jalanan? kau sungguh tega!" Raka membelalakkan matanya sambil berakting pura-pura tidak percaya.

Andhra mendecih, menatap Raka garang.

"Pulang, sebelum ku tendang pantatmu!"

"Coba saja kalau berani, akan ku tendang balik dengan lebih keras!"

"Kau tidak ada hak untuk protes apapun sekarang!"

"Yak, semalam saja. Kenapa tidak boleh sih?"

"Ku bilang tidak ya tidak!"

"Baiklah, aku tidak akan mengikutimu tapi aku juga tidak akan pulang"

Andhra mendelik ke arah Raka.

"Kau sedang ngambek sekarang?, tch, kau memang bocah!"

Raka mendelikkan matanya balik, tidak terima dengan perkataan temannya itu. Mereka terus berdebat di pinggiran pertokoan, tanpa sadar kalau sejak tadi mereka jadi tontonan pejalan kaki yang lewat. Para pejalan kaki sesekali tersenyum saat melihat perdebatan tidak berfaedah yang di lakukan oleh kedua remaja tanggung itu.

"Ayolah, sekali ini saja okey?, aku sedang tidak ingin pulang ke rumah" ucap Raka pelan, sambil kembali menundukkan kepalanya.

Andhra menatap temannya itu, ekspresi temannya tidak lagi seperti tadi. Saat ini Andhra dapat menangkap raut sedih di wajah Raka.

'Apa dia sedang ada masalah dengan keluarganya?'

Andhra masih menatap lekat Raka, mencoba mencari tau sesuatu dari raut wajah temannya. Dan saat menemukan apa yang dia cari, dia menghela napas pelan.

"Ya sudah, kau boleh menginap di tempatku"

Raka mengangkat kepalanya dan segera tersenyum lebar menatap Andhra.

"Kau memang temanku yang terbaik!" ucap Raka sambil merangkul Andhra dan tak lupa dia memperlihatkan jempolnya.

Andhra hanya mendecih, lalu memilih melanjutkan langkahnya.

"Kalau begitu kita ke tempat kerjaku dulu"

"Eh?, bukankah kita baru saja dari cafe tadi? ada yang tertinggal?"

"Bukan ke cafe, tapi tempat kerjaku yang lain. Aku masih harus bekerja di mini market sampai pukul 2 pagi"

"Eh?!!"

.

.

.

.

"Kau belum berubah pikiran?"

"Aku masih tetap pada pendirianku"

"Terserah kau saja lah"

Raka memilih diam tidak lagi menyahuti perkataan Andhra. Sekarang yang di lakukannya adalah duduk manis di dekat jendela, sambil menikmati ramen kuahnya. Ya, dia teguh pada pendiriannya untuk tidak pulang ke rumah malam ini.

Raka membalikkan badannya, matanya mencoba mencari keberadaan Andhra. Setelah menemukannya, Raka terdiam. Raka menatap Andhra dalam diam, pikirannya kembali mengingat raut wajah kelelahan temannya itu pagi tadi.

'Jadi ini yang kau lakukan sampai kurang tidur ?'

Raka menghela napasnya pelan, sekarang sedikitnya dia mengerti bagaimana hidup temannya itu. Andhra tidak sedang berada dalam hidup yang mudah, dia punya kehidupan yang sulit. Hei coba pikir, remaja berusia 16 tahun bekerja dari siang sampai larut malam, apakah itu bisa di katakan wajar?. Harusnya di usia itu temannya itu menikmati masa mudanya, bermain atau melakukan hobi yang dia sukai, tapi kenyataannya dia malah kerja keras banting tulang.

Sekarang rasa penasaran Raka sedang dalam level up, dia jadi ingin lebih tau tentang hidup Andhra. Apa orang tua Andhra tau anaknya bekerja?, apa hidup Andhra sangat susah?, tapi Andhra bersekolah di sekolah yang bagus, dan biayanya sudah pasti tidak sedikit. Saat ini Raka masih menatap lekat Andhra yang sedang merapikan barang-barang di rak, pikirannya masih di penuhi pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan Andhra.

"Hah, aku memang belum tau apa-apa tentang dia" lirihnya pelan.

Raka menghela napas untuk yang kesekian kali, sampai Andhra merasa terusik dengan tingkahnya itu.

"Kau kenapa?, kalau ngantuk pulang saja" ucap Andhra yang berpikir temannya itu sudah lelah menunggunya.

"Siapa bilang aku ngantuk? kau kira aku bayi? baru juga jam segini"

"Terus kenapa ekspresimu begitu? apa kau sadar kau asik menghela napas dari tadi?"

Raka terkesiap.

"Eh? benarkah?"

Andhra mendecih, lalu terkekeh.

"Maaf, kau pasti bosan kan?. Makanya pulang sana!" seru Andhra pelan.

Raka mendelikkan matanya tidak suka dengan perkataan Andhra.

"Tch, berhenti menyuruhku pulang. Aku akan tetap pada pendirianku" ucapnya lantang.

Lagi, Andhra terkekeh.

"Baiklah, terserah kau saja. Tunggulah, sebentar lagi aku selesai"

"Eh? ini masih pukul setengah 12"

"Aku di izinkan pulang lebih cepat malam ini"

"Benarkah? bagus kalau begitu" Raka berseru dengan senyum lebarnya.

"Em, tunggu sebentar lagi"

Andhra kembali melanjutkan pekerjaannya setelah melihat anggukan kepala dari Raka.

.

.

.

.

Lagi, Raka terkejut untuk kesekian kalinya hari ini. Kenyataan yang ditemuinya terus saja mengejutkannya. Entah sudah berapa kali jantungnya di uji hari ini.

Saat ini Raka sedang berdiri mematung di sebuah ruangan yang bisa di bilang kecil dan lapang, tidak ada banyak barang di ruangan itu.

"Duduklah, cari posisi yang menurutmu nyaman. Maaf, dengan keadaan flatku"

Raka tersentak, sadar dari keterdiamannya setelah mendengar suara Andhra.

"Eoh? ah ya, tak apa. Aku akan mengganggapnya sebagai flat sendiri" ucapnya asal.

Andhra hanya mendecih mendengar ucapan temannya itu.

"Kau mau mandi? biar ku pinjamkan bajuku"

"Boleh, kalau tidak merepotkan"

"Memang kalau ku bilang kau merepotkan kau akan pulang?" Tanya Andhra dengan maksud menyindir.

"Tentu saja tidak" Jawab Raka dengan cengiran bodohnya.

"Tch, ini mandilah!, kamar mandinya ada disana" Andhra melemparkan pakaian ganti dan handuk bersih kepada Raka sambil menunjukkan arah kamar mandi.

"Thank you"

Andhra hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah temannya yang saat ini sedang berlari ke arah kamar mandi.

"Dasar bocah!"

"Aku mendengarnya brengsek!"

Dan Andhra tertawa, hal yang sering dilakukannya akhir-akhir ini. Tepatnya sering dia lakukan saat bersama Raka, teman dekatnya.

.

.

.

.

TBC..