"Apa yang kau lakukan disini?!!" tanya Raka geram.
Sedangkan orang yang ditanya hanya terdiam dengan senyum canggung di wajahnya.
Andhra berdecak, menatap orang di depannya malas. Sedangkan Arga masih diam, mencoba memahami situasi yang sedang terjadi di depannya, satu kesimpulan yang dia dapat adalah Andhra mengenal orang aneh itu.
"Jawab aku, apa yang kau lakukan dengan pakaian aneh mu ini?"
"Aku tidak melakukan apapun, aku kemari cuma berniat makan dan minum.."
"Kalau itu niatanmu, kenapa kau belum menyentuh makananmu sedikitpun huh? kau sudah hampir satu jam disini.."
"A-aku belum lapar.." lirihnya sambil merutuki dirinya sendiri, alasan bodoh macam apa itu?.
"Cih.." Andhra mendecih
"Ndhra, aku sungguh tak ada maksud apapun.."
"Bukankah kau sendiri yang bilang kalau kita berteman?"
Andhra menatap orang dihadapannya yang sedang terdiam saat ini.
"Kalau memang kau anggap aku temanmu, kenapa tidak menyapaku tadi? aku yakin kau melihatku dengan jelas saat pertama kali masuk kemari, tapi kau seakan-akan tak mengenalku. Kau malu punya teman pelayan sepertiku, begitu?". Ucap Andhra dengan suara yang semakin lirih di akhir.
Andhra kesal, tapi rasa resah lebih mendominasinya saat ini. Luka lama itu seakan muncul kembali, terbuka dan membuatnya bisa melihat betapa menyedihkan dirinya. Andhra tau tidak seharusnya dia bersikap berlebihan seperti sekarang, temannya pasti punya alasan. Tapi egois memang sifat dasar manusia bukan?, jadi saat ini dia tetap mempertahankan egonya dengan berpikir kalau apa yang dilakukan temannya itu menyakitinya.
Rasa bersalah muncul saat dia melihat wajah terdiam temannya itu. Tapi rasa tidak nyaman di hatinya membuatnya memilih untuk tidak berharap lebih pada temannya. Sehingga dia memilih untuk kembali berujar lirih.
"Begitu ya? kau malu ya?" Andhra tersenyum kecut dan kembali berujar.
"Bukankah aku sudah bilang, jangan salahkan aku kalau kau akan kecewa padaku.. Raka?" Andhra menyelesaikan perkataannya dan menatap lurus ke wajah Raka.
Raka tersentak, detik itu juga dia merasa perasaan tidak nyaman di hatinya. Melihat tatapan teman yang baru dua hari dikenalnya itu entah kenapa membuatnya menyesal. Tatapan itu sama seperti yang pernah dilihatnya dulu, tatapan yang bisa membuat hati siapa saja mendadak ngilu. Andhra berbeda, hidupnya tidak seperti orang kebanyakan, ada luka yang terlihat jelas di matanya. Dan hari ini dia membuat Andhra memperlihatkan tatapan itu karena tingkah bodohnya.
"Aku tidak malu, kau berpikir terlalu jauh.. Maaf, aku tidak bermaksud untuk tidak mengenalimu.." Raka menjeda ucapannya sebentar dan menarik napas, lalu menatap Andhra.
"Yak, bukannya kau sendiri yang memintaku untuk tidak mengikutimu?" Akhirnya kata itu terucap juga dari mulut Raka. Dia berseru kesal, mengabaikan rasa sesalnya yang tadi.
Andhra tersentak sedikit kaget dengan seruan Raka, kemudian wajahnya kembali datar dan menatap Raka menunggu Raka berujar kembali.
"Kau sendiri yang bilang aku tidak boleh ikut karena kau sibuk ada pekerjaan yang harus kau kerjakan.. jadi aku bisa apa? kalau aku bilang aku mengikutimu kau pasti akan marah, jadi aku diam-diam datang kemari. Dan aku menyamar dengan pakaian serba hitam ini juga supaya kau tidak marah.." Raka mengeluarkan semua unek-unek nya yang berhasil membuat Andhra speechless.
Sambil mencebikkan mulutnya kesal, dia kembali melanjutkan semua ratapannya.
"Lihat, kau marah kan saat tau kalau ini aku?, makanya aku nyamar supaya kau tak tau. Ini semua aku lakukan demi temanku, bukankah aku teman yang baik?, tapi kau malah marah padaku dan salah paham. Yak kau!!" Raka terus mengeluarkan unek-unek nya hingga diakhir perkataannya dia menunjuk Andhra dengan jari telunjuknya.
"Kau, aish.. bagaimana bisa kau berpikir aku malu punya teman sepertimu, aku malah sangat senang tau.. tidak, kau pasti tidak tau.." Raka menatap Andhra sebal, lalu diperkataan terakhirnya dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bermonolog yang membuatnya terlihat aneh.
Andhra hanya diam tak bisa berkata-kata, matanya terbelalak melihat tingkah temannya yang sejak tadi terus berbicara tanpa henti. Saat ini tingkah laku Raka tidak berbeda jauh dengan anak-anak yang sedang ngambek karena tidak dibelikan mainan.
Sedangkan Arga yang sejak tadi memperhatikan perdebatan mereka hanya terkekeh. Dia paham apa yang terjadi disini, dua remaja jangkung di depannya ini sedang mencoba untuk saling mengenal satu sama lain. Emosi memang terlihat jelas di kedua wajah tirus itu, tapi dari itu dia tau, kalau mereka hanya mencoba untuk saling percaya satu sama lain. Sulit memang, tapi dia harap dengan kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka, mereka bisa belajar untuk saling percaya dan dapat membuat ikatan yang lebih kuat. Persahabatan.
Arga menghela napas lega, entah kenapa dia senang melihat interaksi dua remaja di depannya. Yang dia tau, Andhra itu bocah sebatang kara yang hidup di kerasnya dunia. Yang dia tau, Andhra itu bocah dingin yang menyimpan beribu luka yang dia kunci erat dalam dirinya. Dan yang dia tau, Andhra itu bocah yang sudah sangat mengerti apa itu kecewa, bagaimana harapannya dikhianati begitu saja. Andhra, bocah itu sudah lama menutup dirinya dari siapapun termasuk dirinya. Tapi hari ini, bocah yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri memperlihatkan sedikit celah dalam dirinya.
Remaja yang sedang berdebat dengannya saat ini, tidak ragu dan tidak segan untuk membuka celah itu. Karena itu Arga tersenyum tulus, dalam hatinya berharap semoga kebahagiaan segera menyapa bocah yang sudah dianggapnya adik itu. Perlahan Arga melangkah diam-diam meninggalkan dua remaja yang masih berdebat itu, untung saja cafe sedang sepi sehingga suara mereka tidak akan mengganggu.
"Biarlah, toh tidak ada pelanggan yang lain lagi.." ucap Arga sambil melangkah kembali ke tempatnya.
Setelah kepergian Arga, dua remaja dengan tinggi yang sama itu masih saja berdebat. Kali ini bukan hanya Raka yang sedang mengeluarkan semua unek-uneknya, tapi juga Andhra.
Andhra yang biasa kalem dan dingin saat ini sedang termakan emosi. Bocah itu tidak mau kalah dengan Raka. Jadi sekarang mereka terus berdebat dan menjadi tontonan para pegawai cafe yang lain.
"Wow, aku tidak pernah melihat Andhra sekesal itu sebelumnya.."
"Kau benar, biasanya bocah itu hanya diam saja seakan akan tidak peduli dengan apapun yang terjadi di sekitarnya"
"Dia terlihat seperti manusia sekarang"
"maksudmu?"
"Entahlah, hanya saja dia terlihat lebih hidup jika bertingkah seperti itu.."
"Yah.. kau benar. Dia bahkan benar-benar terlihat seperti bocah sekarang"
Obrolan para pegawai itu akhirnya di akhiri dengan tawa kecil dari mereka yang sejak tadi menikmati perdebatan dua bocah jangkung itu.
Sedangkan dua bocah jangkung itu masih sibuk melanjutkan perdebatan konyol mereka. Sepertinya tidak ada yang berniat untuk menghentikannya.
Sore ini mereka berdebat, saling menyalahkan satu sama lain. Tapi siapa yang tau apa yang akan terjadi setelahnya. Bukankah hidup ini penuh dengan misteri?, detik ini kita bisa menangis namun detik berikutnya bisa saja kita tertawa. Sebagai manusia kita hanya perlu menikmatinya, menikmati prosesnya dan mensyukuri hasilnya. Pada akhirnya, bahagia akan datang dengan cara yang sederhana. Seperti yang dirasakan kedua bocah itu, setelah perdebatan itu ada senyum lega yang tercetak jelas di bibir keduanya.
.
.
.
.
.
"Ada yang bilang bahagia itu sederhana, tak perlu materi atau logika. Ikuti saja kata hati, jangan membantah.. Lepaskan saja, lepas.. dan bahagiamu akan datang dengan bebas.."
.
.
.
.
TBC