Andhra menghentikan lambaian tangannya saat melihat Raka mulai melangkah membelakanginya. Andhra tersenyum kecil, ingatannya kembali ke beberapa saat lalu, saat dia memutuskan untuk berteman lebih dekat dengan Raka. Entah apa yang akan terjadi ke depannya, ini bukan saatnya dia untuk peduli. Saat ini yang perlu dia pedulikan adalah hidupnya yang sekarang, untuk apapun yang akan terjadi nanti akan dia serahkan kepada dirinya di masa depan, begitu pikirnya.
"Hah.. semoga ini awal yang bagus" ucap Andhra meyakinkan diri sendiri.
Sambil menatap langit sekilas, Andhra kembali tersenyum. Detik berikutnya dia kembali melangkahkan kakinya dengan semangat menuju ke tempat kerja berikutnya.
.
.
.
.
"Kau hampir saja terlambat, telat bangun pagi ini?"
Raka menatap temannya yang saat ini sedang menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangan. Pertanyaannya tadi mewakili rasa penasarannya setelah melihat Andhra yang hampir saja terlambat masuk kelas pagi ini.
Mendengar ucapan temannya yang berupa pertanyaan itu, Andhra mengangkat wajahnya dan membiarkan dagunya bertumpu di tangannya.
"Yah, aku keasikan bermain di dunia mimpi" jawabnya asal.
Raka mendecih mendengar jawaban temannya itu, lalu menggelengkan kepalanya pelan. Matanya masih memperhatikan temannya saat ini, wajah temannya itu terlihat lelah dan juga terlihat lingkaran hitam samar di kedua matanya. Raka penasaran, apa saja yang dilakukan oleh temannya semalam. Semalam dia sudah mencoba untuk mengikuti temannya itu, tapi Andhra malah bersikeras memaksanya untuk pulang dengan alasan tidak baik berkeliaran malam-malam.
"Cih.. dia melarangku, tapi dia sendiri entah apa yang dilakukannya sampai telat bangun begitu" Raka berujar lirih sambil menatap Andhra sebal.
"Apa? kau bicara apa tadi?" tanya Andhra curiga.
Andhra menatap Raka sinis saat mendapati tatapan sebal Raka yang jelas tertuju padanya.
"Aku tidak bicara apapun, tchh.. kau sensitif sekali pagi ini. sudahlah, tidur saja lagi nanti aku bangunkan kalau guru datang"
"Ide bagus, jangan lupa bangunkan aku" ucap Andhra sambil tersenyum manis kepada temannya itu dan setelahnya dia kembali menelungkupkan wajahnya.
Raka mendelikkan matanya saat melihat teman dinginnya itu tersenyum manis ke arahnya, dia kaget sebentar karena belum terbiasanya dengan ekpresi temannya yang seperti itu, setelahnya dia hanya menggelengkan kepalanya sambil mendengus pelan saat menyadari kalau teman sebangkunya itu sadar atau tidak sadar sedang mencoba untuk membuka diri padanya. Raka senang? tentu saja. Jadi sekarang dia tersenyum kecil dan memilih memainkan game yang ada di ponselnya sambil menunggu guru datang ke kelasnya.
Satu jam telah berlalu dan Andhra masih betah bermain di dunia mimpinya. Sedangkan Raka hanya membiarkan temannya itu tertidur. Toh, guru jam pelajaran pertama juga tidak masuk jadi tidak ada alasan untuk takut.
Tapi masalahnya Raka bosan sekarang, game di ponselnya tidak lagi membantu menghilangkan rasa bosannya. Raka menatap Andhra sekilas, ingin membangunkan temannya itu, tapi dia tidak tega saat melihat wajah pulasnya Andhra.
Dengan berat hati Raka mengalihkan tatapannya ke depan, dan yang dia lihat sekarang adalah suasana kelas yang entah sejak kapan sudah berubah seperti pasar malam. Riuh, teman-teman sekelasnya sedang bermain dengan riang gembira sekarang. Di depan sana ada yang sedang menunjukkan bakat menyanyinya yang terdengar di bawah standar dengan memanfaatkan sapu dan pel sebagai mic dan gitar, dengan tidak tau malunya mereka menghayati penampilannya seakan sedang mengadakan konser besar. Sedangkan di depan mereka, teman-teman perempuannya sedang duduk bersila sambil melambaikan tangan mereka yang memegang ponsel dengan flash yang menyala. Di sebelah kiri dan kanan mereka ada seseorang yang sedang memegang kipas angin kecil ditemani seorang lagi yang sedang melemparkan potongan-potongan kertas, sehingga terjadilah efek drama yang membuat Raka mengernyit heran.
"Sejak kapan mereka seakrab itu?" lirih Raka pelan saat melihat teman-temannya tidak terlihat seperti baru kenal, tapi malah terlihat seperti sudah berteman bertahun-tahun. Raka mengedikkan bahunya tak acuh saat sadar dia dan Andhra benar-benar kurang bergaul dengan teman sekelasnya.
Suasana kelas semakin berisik dan hal itu mengusik Andhra yang sedang bersenang-senang dengan dunia mimpinya, merasa tidak lagi nyaman dengan suasana di sekitarnya Andhra pun menggeliat pelan dan perlahan dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Andhra masih setengah sadar, saat matanya menatap bingung suasana yang tersaji di depannya saat ini.
"Pagi?" Raka menyindirnya.
"Aku masih bermimpi?, sejak kapan kelas ini di penuhi sekumpulan orang aneh?" monolognya masih bingung dengan suasana di depannya.
"Ini nyata, mulai sekarang kau harus terbiasa dengan keadaan ini"
Selesai berucap begitu Raka terkekeh saat melihat ekpresi temannya yang masih setengah sadar itu. Melihat temannya yang masih terdiam, Raka memilih untuk terus berbicara.
"Guru yang seharusnya masuk tidak datang, katanya sih sedang berhalangan. Jadi ya, mereka menggila"
Andhra hanya ber oh ria mendengarkan perkataan Raka. Setelah itu dia bangkit dari duduknya berniat keluar kelas.
"Mau kemana?"
"Toilet, cuci muka" jawab Andhra sambil melangkah pergi meninggalkan Raka yang mengangguk mengerti.
Belum sampai ke pintu kelas, langkah Andhra sudah di hentikan oleh teman sekelasnya yang lain.
"Hei, kau mau kemana?"
Andhra menatap remaja laki-laki yang saat ini sedang menghadang jalannya. Tubuhnya yang lebih tinggi dari laki-laki di depannya membuatnya harus menunduk untuk menatap mata lawan bicaranya itu.
"Toilet" jawabnya seadanya
"Benarkah? bukan ke kantin atau ke tempat lainnya?" tanya laki-laki itu dengan tatapan menyudutkan.
Andhra kesal dengan tatapan itu, 'bocah ini siapa sih? apa urusannya dengan aku mau kemana, dan apa-apaan tatapannya itu?.' Yah begitu suara hati Andhra, tapi dia memilih untuk mengabaikan si laki-laki itu dan hanya menatapnya datar.
"Aku ketua kelas, jadi aku berhak tau kau mau kemana. Karena pak guru sudah menitipkan kalian semua padaku" jawab laki-laki itu seakan tau isi hati Andhra.
Andhra menatap laki-laki di depannya masih dengan tatapan datar, lalu kembali ber oh ria.
"Kalau tidak percaya kau ikuti saja aku" ucap Andhra sambil melangkah mencoba menghindari anak yang mengaku sebagai ketua kelas itu.
Ketua kelasnya itu menatap Andhra kesal dan hanya membiarkan Andhra berjalan melewatinya begitu saja.
"Cih, anak itu. Dia pikir dia siapa?" Ketua kelas itu memandang kepergian Andhra dengan kesal.
.
.
.
.
"Kau mau ke cafe setelah ini?"
Andhra menatap Raka sekilas, lalu menganggukkan kepalanya. Fokusnya kembali ke tas hitamnya dan segera memasukkan buku-buku pelajarannya.
"Aku ikut ya?"
"Mau ngapain?" Andhra menatap Raka malas.
"Aku tidak ada kegiatan apa-apa setelah ini, jadi aku mau ikut kau saja, bagaimana? kau tidak ada hak untuk menolak"
Andhra hanya menatap temannya itu jengah saat teman anehnya itu sudah siap dengan tas di punggungnya dan tersenyum lima jari ke arahnya sambil menaik turunkan alisnya.
"Awas kalau kau mengacaukan pekerjaanku"
"Tidak akan" seru Raka senang saat melihat Andhra sudah berjalan mendahuluinya.
"Berisik!"
Langkah Andhra dan Raka terhenti saat mendengar suara seseorang yang dengan jelas sedang menyindir mereka.
Raka menoleh ke arah asal suara, dan matanya menemukan laki-laki yang tadi dia dengar menyebut dirinya sebagai ketua kelas.
Raka bisa melihat tatapan kesal dari wajah ketua kelas itu, tapi dia hanya menatap balik ketua kelas itu dengan tatapan datar. Raka memilih mengabaikan si ketua kelas yang menurutnya itu seperti perempuan pms, entah apa yang membuat ketua kelas itu begitu sensi dengannya dan Andhra. Raka sadar kalau si ketua kelasnya itu tidak begitu menyukai dirinya dan Andhra, apalagi setelah kejadian Andhra ke toilet tadi, Raka jadi semakin yakin. Tapi dia juga tidak mau mencari masalah dengan anak itu, dia sangat tau bagaimana sifatnya, mereka satu sekolah saat JHS (Junior High School). Meski tidak pernah sekelas tapi Raka sering mendengar desas desus tentang anak itu, sehingga anak itu menjadi salah satu orang yang paling ingin di jauhinya.
"Ayo jalan"
Raka menepuk bahu Andhra pelan dan segera merangkulnya, mengabaikan seseorang di belakang mereka yang sedang menatap mereka lekat dengan tatapan kesal.
.
.
.
.
TBC..