▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬
Bermula dari suatu berita di pagi hari yang damai di kota menjadi awal mula sebuah musibah yang tak di sangka-sangka. Semua orang mengira itu hanya sebuah berita kriminalitas pembunuhan yang biasa terjadi akibat faktor ekonomi dan bisnis namun bukan itu sebenarnya.
Hanya aku yang tahu apa yang terjadi, bagaimana, dan apa faktor pembunuhan itu. Banyak yang mengira polisi sudah menyelesaikan kasus tersebut dalam kurun waktu seminggu. Tapi tidak denganku.
Ingin ku ceritakan pada ibuku tetapi aku baru ingat bulan lalu dia sudah menghadap ke Yang Maha Kuasa. Jadi, kuurungkan dan simpan baik-baik. Ini cukup menyeramkan dan jika aku benar-benar berani mengatakannya kepada orang lain, aku yakin betul akan berada dalam masalah yang besar.
Ku putuskan agar menenggelamkan semua itu di bagian otakku yang sudah tidak berfungsi. Meskipun seluruh bagiannya memang tidak ada yang berguna.
Aku ke sekolah seperti biasa, pulang ke rumah, makan, tidur, lalu beristirahat. Dan besoknya ke sekolah lagi tidak peduli nyawa siapa yang aku sia-siakan dalam pembunuhan yang belum terungkap tersebut.
Temanku, Aya. Memintaku untuk berhenti bermalas-malasan dan mulai belajar dengan rajin untuk ulangan kenaikan kelas yang akan segera dilaksanakan. Tapi sekali lagi, aku tidak peduli. Dalam keheningan malam, aku menyibak selimut yang ku pakai karna di luar turun hujan dan ini memang sangat dingin untuk mengambil air di dapur.
Dan disitulah aku melihat orang itu. Dia disana dengan wajah yang seluruhnya tertutupi tudung jaket miliknya. Untunglah dengan segelas air itu bisa mengembalikan sedikit fungsi otakku sehingga aku tidak harus melakukan tindakan bodoh dengan menawarkan orang itu untuk masuk ke rumahku dan minum teh sebentar.
Aku berbalik ke ruang tamu tapi aku tau dia masih mengawasi setiap gerak gerik ku di luar sana. 'Orang aneh', batinku dalam hati. Sampai dia pergi, aku masih berada di ruang tamu berpura-pura menyaksikan acara komedi di Tv yang menurutku sama sekali tidak lucu.
"Mungkin cuma orang iseng." Kataku.
Perasaan ingin tidur ku pun hilang, digantikan rasa lapar yang mengakibatkan perutku terus mengeluarkan suara yang nyaring. Di luar hujan, tidak ada makanan di rumah. Ku coba mengobrak-abrik isi lemari dapur teratas berharap semoga mie instan yang pernah aku sembunyikan dari ibuku masih ada di sana.
Dan, "Ketemu!", Teriakku kegirangan. Ibu selalu melarangku memakan makanan instan tapi aku masih muda dan senang membuat ibuku marah saat beliau masih hidup. Aku memasak mi instan itu sambil berdoa agar ibu tidak harus mengomeliku di sana.
****
▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬