Chereads / TOK TOK / Chapter 10 - Chapter 10

Chapter 10 - Chapter 10

▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬

Tingg... tong...

Aku melongo terkejut. Siapa yang bertamu ke rumah orang sepagi ini? Aku bahkan belum menggigit rotiku sedikitpun. Aku berjalan dengan malas ke pintu.

"Ya?? SiapphhhAAAAAA???" Teriakku di akhir.

"Kau kenapa?" Tanya Fiko khawatir. "KAU AHH MAKSUDKU KAK FIKO?? KENAPA KAU DISINI?"

"Dasar!" Fiko mengacak rambutku gemas. "Jika ada tamu, tawari dulu mereka masuk baru kau tanya-tanya."

"Ahhh i- iya iya kak! Ayo masuk!!"

"Hehehe tenang saja aku hanya bercanda. Tidak usah gugup begitu."

"Hmm iya." Ku persilahkan Fiko masuk dan aku merapikan kembali rambutku yang sudah di rusaknya. Aku membawanya ke meja makan dan menawarinya sarapan bersama.

"Tidak! Tidak usah, Aku sudah sarapan tadi."

"Tidak apa-apa kak. Kau tamu di sini, makanlah sedikit. Aku akan buatkan sesuatu."

Aku berlari kedapur dan menyiapkan segelas susu coklat lagi untuk dirinya. Ia bertanya. "Kau hanya sendiri?"

"Ya! Aku tinggal sendiri di sini." Ia mengangguk lalu memperhatikan sekitar. "Orang tuamu??? Mereka kemana?"

"Hmm?? Ayahku sedang bekerja di luar negeri dan ibuku, dia sudah meninggal."

"Ouhh maafkan aku. Aku benar-benar tidak mengetahuinya." Kata Fiko dengan nada bersalah.

"Haha tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Aku sampai di meja makan dan menyerahkan susu coklat Fiko.

"Terima kasih. Tidak ku sangka gadis kecil sepertimu bisa semandiri ini." Aku berusaha menyembunyikan wajah malu-malu kucingku dengan melanjutkan sarapanku. Aku menanyakan kenapa dia kesini dan dia bilang ingin berangkat ke sekolah bersama. Aku menolaknya tapi dia terus saja memaksa.

Kalau sudah seperti ini, Tidak ada cara lain. Setelah sarapan, Fiko menungguiku di motornya. Sedangkan aku sibuk memakai sepatu dan memperbaiki tatanan rambutku.

"Sudah?" Tanya Fiko.

"Ya? Apa tidak apa-apa jika kita ke sekolah bersama?"

"Memangnya siapa yang akan marah? Apa jangan-jangan kau punya pacar? Hah?? Kau takut dia akan marah padamu?"

"Ti-ti-Tidak!!! bukan begitu. Aishh aku tidak punya pacar!! Jangan asal bicara! Aku hanya takut, bagaimana jika orang-orang akan menyebarkan rumor aneh nanti? Aku tidak mau kejadian yang sama terjadi lagi." Gumamku di akhir.

"Cukup. Lupakan itu sejenak dan biarkan aku mengantarmu dengan aman ke sekolah atau kita akan terlambat nanti."

"Memangnya sekarang sudah jam berapa?"

"Jam 7:15." Jawab Fiko.

"APA???!!! KENAPA KAU BARU MENGATAKANNYA. AYO CEPAT!!" Aku buru-buru naik ke motor Fiko dan memakai helm asal-asalan.

"Nyalakan motornya cepat!!!" Fiko yang ikut panik hanya menurut dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumahku. Aku terus menggenggam kedua pundaknya dan memintanya mempercepat laju motornya. Ia sempat bertanya. "Apa ada yang salah? Ada apa?"

"Ada masalah. Masalah besar." Motor Fiko berhenti di lampu merah dan aku langsung marah- marah tak jelas. Fiko membuka kaca helmnya. "Masalah apa?"

Aku menatapnya sejenak. "Huft... aku lupa mengerjakan PR ku."

"Apa?? Jadi kau seperti ini karna PR?"

"Iya, apalagi? Ayo cepat! Lihat!!! lampunya sudah hijau. Ayo jalan!!"

Dengan gemas, Fiko kembali melajukan motornya dengan senyum kecil di balik helmnya. Ia pikir bagaimana bisa orang bisa selucu ini saat panik memikirkan PRnya yang belum selesai. Hanya Cia yang bisa!!!

****

"Kak Fiko!! Terima kasih atas tumpangannya hari ini. Aku akan membalasnya di lain waktu. Sampai Jumpa." Dengan cepat aku meninggalkan Fiko di parkiran sekolah dan berlari menuju kelas. Aku bisa mengingat tatapan terkejut orang-orang saat melihat kami berdua datang bersama tapi aku tidak punya banyak waktu untuk memikirkannya.

Kudobrak pintu kelas dan memanggil Aya. "Aya!!! Cepat berikan bukumu atau aku akan berada dalam masalah yang besar nanti."

Tanpa bertanya apapun, Aya menyerahkannya. Ia mengikutiku ke bangkuku lalu duduk di tempat Angga. "Kau tidak mengerjakan PR lagi?"

Ku atur nafasku yang sudah satu-satu agar bisa menjawab pertanyaannya. "Huhhh hoohhh Ya!! Aku lupa ada PR. Aku menyelesaikan naskah baruku tadi malam dan lupa mengerjakannya."

"Sekarang biarkan aku menyelesaikannya dulu dan jangan ganggu aku. Oke?" Lanjutku.

"Tapi Cia, Hari in__."

Aku memotong Aya. "Aya!! Aku mohon. Biarkan aku mengerjakan ini dulu, setelah itu aku akan mendengarkan apapun yang kau katakan."

"Bukan itu Tapi_."

"Please..." Mohonku pada Aya dengan wajah memelas. "Ya sudah jika kau tidak mau dengar. Ingat! Jangan memarahiku jika sudah ku beritahu nanti."

"Iya iya baiklah. Aku janji tidak akan memarahimu." Dan Aya pergi kembali ke bangkunya. Aku dengan sisa waktu yang ada berusaha menyalin pekerjaan Aya agar tidak harus dihukum nanti.

Bel tiba-tiba berbunyi. "Ahh bagaimana ini?"

Guru masuk dan ketua kelas segera menyiapkan. Aku semakin gugup karna belum selesai menyalin semuanya.

"Anak-anak saya rasa Minggu kemarin sudah memberikan kalian tugas kan? Sekarang kumpul ke depan!!! Dan bagi siapa saja yang tidak mengerjakannya, Saya akan menghukum kalian seberat-beratnya." Aku merasa jantungku sudah copot entah kemana. Semua orang maju menyerahkan tugas mereka dan Aya datang padaku lalu mengomeliku. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menunduk menunggu saat-saat aku harus menerima hukuman.

Guru menghitung buku-buku yang tersusun di mejanya dan mendapati ada dua murid yang tidak mengumpulkan tugas. Aku bingung sambil mencari siapakah gerangan yang akan dihukum bersamaku. Dan saat itulah aku baru menyadari Angga tidak ada di sampingku. Dia tidak ke sekolah? Aku mengedarkan pandangan ke penjuru kelas dan tidak menemukannya.

"Yang tidak mengumpulkan bukunya, Cepat ANGKAT TANGAN!!!" Teriak guru itu. Aku yang ketakutan otomatis berdiri dan mengacungkan tangan. "Say--."

"Permisi." Seseorang memotong dan itu ternyata Angga. Ia tiba-tiba muncul didepan pintu dengan nafas yang tidak teratur. Ia meminta maaf karna terlambat dan guru memberinya sedikit ceramah lalu meminta surat keterangan boleh mengikuti pelajaran yang ia dapat dari BK.

Angga menyerahkannya dan berhasil lolos dari guru kejam tersebut. Ia duduk di sebelahku yang berdiri mematung bak benda mati. Kemudian guru langsung berkata "Bawa kesini tugas yang saya berikan Minggu lalu! Kalau tidak saya akan menghukummu bersamanya!!!" Guru itu menunjukku dengan tampang garangnya.

Aku benar-benar ingin mati saja kalau begini. Seluruh kelas menatapku tapi aku terus menunduk takut. Angga ikut menoleh padaku dan guru itu bergantian.

Ia kemudian berdiri lalu berkata. "Maaf Bu. Saya tidak mengerjakannya. Saya akan menerima hukuman apapun yang ibu berikan."

Dan seisi kelas tercengang. Bagaimana bisa seorang Firlangga Adiyaksa tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya? Suasana mulai ricuh dan orang-orang saling berbisik satu sama lain. Sedangkan aku? Aku terpaku ke wajah Angga yang tidak gentar sedikitpun saat guru didepan sana menatapnya tajam.

Ia menoleh padaku dan tersenyum. Semacam senyum menenangkan yang dapat membuatmu masuk ke dalam mimpi.

"SEMUANYA... DIAM!!!" Seluruh kelas pun kembali sunyi.

"Kau ini ke sekolah niat belajar atau tidak? Hah??? Sudah terlambat, tidak mengerjakan PR. Kau mau jadi apa besar nanti??"

"Huftt.. anak-anak jaman sekarang tidak memikirkan bagaimana sulitnya mencari pendidikan dan uang. Kau tidak malu pada orang tuamu yang me_."

Angga memotong ceramah guru tersebut. "Bu. Jika ibu mau menghukum saya, Hukum saja. Tidak perlu membawa-bawa nama orang tua saya."

"Apa? Kau berani melanggar aturan sekolah tapi tidak berani mengakuinya pada orang tuamu. Iya? Seperti itu?"

Aku menahan Angga yang ingin membalas perkataan guru itu. "Huftt sudahlah. Aku tau orang tuamu kaya dan kau sangat tampan, Mungkin itu yang membuatmu bisa berbuat semaunya seperti ini."

"Baiklah! Yang lain, buka buku kalian halaman 84."

"Dan kamu berdua!!" Tunjuk guru itu padaku dan Angga. Bersihkan Laboratorium lantai atas dan jangan kembali jika belum selesai. Mengerti?" Aku yang sejak tadi diam akhirnya berbicara. "Mengerti Bu." Aku buru-buru menarik Angga keluar dari kelas tapi saat mendekati pintu, Guru itu tiba-tiba berkata. "Tunggu!! Lucia!"

"Ya Bu?" Lucia berdiri dari kursinya.

"Cepat bersihkan wajahmu atau ibu sendiri yang akan mendandanimu dengan spidol." Dalam hati aku tertawa puas lalu meninggalkan kelas.

Angga menyentakkan tanganku yang sejak tadi menggenggamnya. "Kenapa kau menghentikanku?"

Aku memutar bola mata malas. "Aku akan menjelaskannya nanti tapi tidak disini. Kita harus membersihkan laboratorium dulu."

Lucia yang mau ketoilet memandangku dengan tatapan angkuhnya. Ia menghampiri Angga lalu menyemangatinya. Setelah itu ia berbalik dan merubah ekspresi sok manisnya tadi menjadi tajam. Ia menekankan padaku. "Jauhi Angga atau kali ini kau tidak akan selamat." Lalu pergi dari sana.

"Huft... kau lihat! Pacarmu itu seperti nenek lampir. Saat berbicara denganmu ia sangat manis dan membuatku ingin muntah dan padaku?? Dia seperti singa yang bisa menerkamku sewaktu-waktu."

Angga berkata dengan nada malas. "Katakan itu padanya, Jangan padaku." Ia berjalan meninggalkanku menuju lantai atas.

Aku mengejarnya dan kembali mengeluh. "Tapi kau pacarnya. Harusnya kau bisa meyakinkan pacarmu itu bahwa aku sama sekali tidak berniat merebutmu darinya. Bahwa kau dan aku tidak punya hubungan yang serius."

"Tidak mau!" Katanya sambil menaiki tangga.

"Heii kenapa? Kau senang melihatku dihantui olehnya seperti ini?"

"Bukan itu."

"Lalu?" Tanyaku penasaran. Ia berhenti dan aku juga ikut berhenti. Aku tidak melihat bahwa di sebelahku saat ini adalah kelas Fiko yang sedang kosong mata pelajaran. Pintu tiba-tiba terbuka menampakkan Fiko dengan senyum manisnya dan bersamaan dengan itu, Angga berkata dengan wajah yang terlampau serius. "Aku tidak mau menelan kata-kata ku sendiri bahwa tidak akan memiliki hubungan yang serius denganmu."

Aku tiba-tiba merasa berada dalam drama Korea yang sering aku tonton. Dimana si tokoh utama di perebutkan oleh dua orang laki-laki. Tapi sekali lagi itu drama dan ini kenyataan. Dan yang kulakukan setelah semua itu adalah tertawa. Aku tertawa sekeras mungkin tanpa menyadari kehadiran Fiko di belakangku. Aku berkata pada Angga. "Apa kau bercanda? Haha apa maksudmu takut menelan kata-kata sendiri? Apa kau mencoba mengatakan suatu hari nanti bisa saja menyukaiku? Seperti itu? Hahahahaha."

Kemudian Fiko tiba-tiba memanggilku. Aku menoleh dan terkejut. "Ohh Kak Fiko?? Hah Ya ampun aku lupa ini kelasmu. Astaga apa tadi aku terlalu berisik? Apa aku mengganggu pelajaranmu?"

"Kau!!! kenapa tidak memberitahuku disini ada orang lain?" Geramku pada Angga. Tapi ia hanya diam lalu pergi meninggalkanku. Heh? Apa dia marah??

"Cia!!"

"Ohh? Ya kak?"

"Kenapa kau disini? Ku kira kau takut berjalan-jalan di koridor lantai atas?" Tanya Fiko.

"Huftt ceritanya panjang. Nanti saja aku cerita, Aku harus menyusul temanku dulu atau dia akan marah nanti."

"Ohh begitu? Memangnya dia siapa? Apa kalian berpacaran?" Seketika aku menyemburkan tawaku.

"Tentu saja tidak!! Dia bukan pacarku tapi kami duduk bersama di kelas. Oh iya aku harus pergi sekarang. Bye Kak." Aku berlari mengejar Angga yang sudah masuk ke laboratorium dan mendengar Fiko meneriakiku untuk menemuinya saat jam istirahat nanti. Aku mengangguk dan setelah itu ikut masuk ke dalam Laboratorium.

Ruangan ini kosong dan gelap. Aku mencari saklar lampu di dekat pintu tapi tidak menemukannya. Jadi aku berjalan ke sudut lain lalu membuka tirai berdebu yang menutupinya jendela. Debu-debu beterbangan karna ruangan ini sudah lama tidak digunakan. Aku masuk ke bagian dalam laboratorium tersebut dan mencari Angga.

"Angga!!! Apa kau disini?" Tidak ada balasan dan aku mulai kesal. "Angga! Jika kau mencoba melarikan diri dari hukuman ini, aku akan melaporkanmu pada guru."

Dia masih saja tidak muncul. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri. "Apa dia tidak kesini? Atau dia tersesat? Ohh Astaga jangan-jangan dia salah masuk ruangan?"

Aku buru-buru ingin berlari keluar namun sebuah tangan tiba-tiba menyeretku dan mengapitku antara tembok dan dirinya. Aku tidak bisa mengenalinya karna minimnya penerangan dan bau debu dimana-mana. Orang itu membekapku erat hingga aku sesak nafas.

"Mphhhh...." Ku coba melepaskan diri tapi dia terlalu kuat. Tinggal satu cara. Aku harus melakukan ini jika ingin selamat. Dia bisa saja punya niat buruk seperti Rey dulu. Dan 1..2..3..

Duk!!! Kutendang selangkangan orang itu dan berlari ke pintu.

Orang itu berteriak kesakitan. "YA!!! apa yang kau lakukan?" Aku terkejut setengah mati lalu menghampirinya. "Angga?? Apa yang kau lakukan?"

Ia terbatuk menahan sakit. "Uhhuk Uhhukk jangan balik bertanya. Tolong aku berdiri!"

"Ahh iya iya." Aku merangkulnya dan membuatnya duduk di sebuah bangku yang ada di sana.

Aku meringis ngilu melihatnya tidak bisa bergerak karna sakit. Dan dengan bodohnya aku berkata. "Pasti sakit."

"Tentu saja bodoh!!" Aku terkejut karna teriakannya. "Ya!! Tidak usah memanggilku bodoh! Kau yang salah karna menyekap orang sembarangan tapi kau malah menyalahkanku. Dasar kau yang bodoh!!" Aku yang kesal dan sakit hati pun akhirnya menangis.

"Heii aku yang sakit tapi kenapa kau yang menangis?"

"Kau yang hiks...bodoh!!! Hiks... Bukan aku!!!"

Aku menghapus air mataku lalu berdiri. Rokku sudah kotor karna debu. "Duduk saja disini! Aku akan menjalankan hukumanku."

Angga berkata sambil meringis kecil."Sshh biarkan aku membantumu. Kita dihukum bersama jadi ayo kita lakukan bersama."

"Tapi kau??" Aku menatap selangkangannya khawatir. Angga yang melihatku, takut dan langsung menutupinya. "Kau lihat apa?"

"Aku melihat__ Ya!!! Apa kau pikir aku melihatmu? Aku hanya menatap bekas tendanganku tadi. Dasar bodoh!!!"

Aku berbalik dan berjalan menuju ruangan kecil di bagian belakang laboratorium untuk mencari sapu dan alat kebersihan lainnya. "Mengaku saja kau!!! Hmm tidak ku sangka gadis pendiam sepertimu bisa memikirkan hal semacam itu!"

"Diam kau!!! Kau ini bodoh atau sangat bodoh?? Aku tidak tertarik dengan apa yang kau bicarakan jadi jangan ajak aku bicara!!!"

Ia berjalan ke arahku dan membuatku melihat ke arahnya. "Bilang saja kau mau melihatnya bukan?"

"Kau__."

TAKHH!!! Kupukulkan gagang sapu yang kutemukan ke kepalanya.

"Perlihatkan saja itu pada pacarmu, jangan padaku." Aku mulai menyapu debu dan semua kotoran di lantai, mengabaikannya yang terus mengoceh karna aku terus menyakitinya.

Salahnya juga kenapa bisa berpikiran sebodoh itu. "Ambil sapu yang lain. Kau bilang akan membantuku membersihkan laboratorium ini."

"Yahh baiklah-baiklah. Ayo selesaikan ini dengan cepat!"

Dua jam itu kami habiskan dengan membersihkan laboratorium yang sudah seperti gudang ini. Mulai dari menyapu lantai, mengepel, dan membersihkan seluruh debu yang ada pada alat-alat laboratorium. Sesekali kami kembali bertengkar dan saling menyalahkan satu sama lain karna kesalahan kecil atau mendebatkan bagaimana cara mengatur gelas-gelas lab dengan benar. Pasalnya kami berdua jurusan IPS dan alat-alat semacam ini hanya diperuntukkan untuk jurusan IPA jadi kami mengaturnya sesuai keinginan.

Setelah itu, Aku dan Angga membersihkan fentilasi jendela dan membersihkan kacanya. Kami mulai berdebat lagi siapa yang harus naik ke kursi untuk membersihkan plafon dan fentilasi. Aku tentu saja langsung menolak dengan alasan memakai rok tapi Angga tidak mau naik. Ia bilang tidak percaya padaku dan takut jikalau aku akan sengaja membuatnya terjatuh.

Kuyakinkan dirinya sebanyak 10 kali bahwa aku tidak akan melakukan hal itu. Barulah dia mau dan membuatku harus memegangi kursi tempat ia berpijak. "Percuma kau tinggi jika naik ke kursi saja kau takut." Cibirku pelan tapi karna kondisi yang sunyi sepertinya Angga mendengarnya. "Apa kau bilang? Apa barusan kau baru saja mengejekku?"

"Ahh tidak tidak!! Bagaimana mungkin aku melakukan itu. Lanjutkan saja pekerjaanmu, sungguh aku akan diam disini."

"Kau pikir aku tidak mendengarnya? Dasar pendek!!" Balas Angga sambil tertawa puas.

"Ya!!! Kau_. Baik! Aku akan melepas kursinya. Kau lakukan saja sendiri, aku tidak mau mebantumu."

Aku melepaskan kursi yang dinaiki Angga yang membuatnya otomatis bergerak karna alas yang tidak rata-rata. Angga berpegangan pada fentilasi dan terus berteriak. "Cia heiii aku akan jatuh. Jangan lepaskan kursinya." Aku mengabaikannya sampai tangannya pun tergelincir karna licin dan sontak ia berpengangan pada pundakku dan terjatuh. Namun karna tidak kuat menahan bobot tubuhnya, Kami pun terjatuh bersama dengan posisi yang ambigu. Tapi tidak ada satupun dari kami yang ingin bangkit padahal punggungku sangat sakit karna berciuman dengan lantai.

Kami terpaku pada tatapan masing-masing. Aku yang memang sejak awal menyukai mata hitam legam Angga hanya menatapnya seolah-olah jiwa ku terperangkap di sana dan tidak peduli dengan ragaku yang kesakitan disini. Aku berkedip karna debu yang masuk ke mataku dan saat itulah Angga sepertinya sadar dan bangkit dari atas ku.

Dia membantuku berdiri dan bertanya apa punggung ku baik-baik saja. Aku hanya berkata. "Tadinya ku pikir itu patah tapi untung saja tidak."

Gelagat Angga tiba-tiba berubah. Ia tampak gugup dan dibanjiri keringat. Kali ini aku yang menanyakan keadaannya tapi dia tidak menjawab. Setelah mengembalikan semua peralatan ke tempatnya semula, ia pamit duluan. Aku membiarkannya pergi karna jujur saja kepalaku masih dihantui oleh kejadian tadi.

"Ishhh aku ini kenapa?? Apa - Apaan itu tadi??Errrr..." Aku merinding membayangkan diriku yang terlena oleh tatapan Angga dan langsung pergi dari tempat itu. Bersamaan dengan itu, bel istirahat berbunyi. Dan koridor sudah mulai ramai oleh kakak kelas. Tidak ada cara lain selain melewati mereka. Beberapa kakak kelas laki-laki menggodaku yang membuat murid perempuan marah dan risih dengan keberadaanku di sekeliling mereka.

Tapi aku terus menunduk dan menabrak seseorang. "Aishh kau memang suka menabrak orang ya?" Itu Fiko_lagi.

"Ayo kita ke kantin. Aku ingin mencoba beberapa menu terbaik di sana."

Aku tersenyum dan mengajaknya turun ke lantai dimana kelas ku berada. Aku mencegah Fiko yang ingin mengikutiku. "Tunggu kak. Kau bisa kesana duluan, nanti aku akan menyusul."

"Tapi kenapa?"

"Ohh itu. Aku harus menemui temanku dulu. Kita akan ke kantin bersamanya."

"Temanmu yang tadi?" Tanya Fiko.

"Bukan! Dia perempuan, dia sangat baik dan kami selalu ke kantin bersama. Aku tidak enak jika harus meninggalkannya dan pergi sendirian." Jawabku membicarakan tentang Aya. Bisa bahaya kalau dia tau aku ke kantin tanpa mengajaknya.

"Baiklah, Aku akan menemanimu."

"Tapi kak_."

"Sudah. Tenang saja. Ayo pergi!" Aku menurutinya dan kami berjalan bersama ke kelasku.

Di jalan, orang-orang mulai membicarakan kami.

Seseorang berkata. "Itu Cia kan yang pernah dekat dengan Angga_ pacarnya Lucia?"

Temannya menjawab. "Ya, itu dia. Wah wahh dia hebat sekali ya bisa dekat dengan banyak orang tampan dengan wajah yang biasa saja seperti itu. Kira-kira dia pakai pelet apa?" Dan teman-temannya hanya tertawa mendengarnya.

Mereka terus menyebarkan rumor aneh yang sejak beberapa minggu yang lalu terus ku hindari tapi pada akhirnya terjadi juga. Mereka juga membicarakan soal tadi pagi saat Fiko mengantarku ke sekolah dan beberapa menit kemudian, aku sudah berjalan bersama Angga. Kalau mereka tau yang sebenarnya mereka tidak akan berani mengatakan itu semua.

Aku menghela nafas panjang dan segera masuk ke kelas. Aku mencari Aya dan dia langsung menghampiriku.

"Heii Ayo ke kantin! Aku benar-benar lapar menunggumu kembali."

"Ya baiklah. Ayo pergi."

Aku lanjut berkata. "Ayo kak Fiko, aku akan memberitahumu semua makanan terenak di kantin. Benarkan Aya?"

Aku menoleh ke Aya yang membeku dibawah tatapan Fiko dan menertawakannya. "Hai... Kau Aya kan?" Sapa Fiko ramah.

"Ci-ci- Cia... Apa aku sedang bermimpi?"

"Tidak! Ini nyata dan orang dihadapanmu itu juga nyata. Namanya Fiko tapi dia kakak kelas kita jadi panggil dia kak Fiko."

"Apa?? Hah-ha-halo Kak Fiko. Saya Aya senang bertemu dengan kakak." Mereka bersalaman dan Aya masih tampak bingung dengan keadaannya.

Ia berbisik padaku di perjalanan kami ke kantin. Dia sengaja membiarkan Fiko memimpin perjalanan. "Heii dia siapa? Dimana kau menemukannya? Apa kau pernah ke surga sampai bisa seberuntung ini dan dikelilingi banyak laki-laki tampan."

"Ya. Aku dari surga dan yang sekarang disini adalah arwahku."

Aku lanjut berkata. "Diam kau!! Dia tetanggaku. Apa maksudmu dimana aku menemukannya? Kau pikir dia anak kucing?"

"Yehhh aku kan cuma bertanya."

"Shhh." Aku memberi Aya gestur agar berhenti bertanya yang akan membuat Fiko tidak nyaman.

Saat sampai di kantin, kami di suguhi pemandangan Lucia yang nampaknya kembali berbuat ulah. Terlihat bahwa dia dan gengnya tengah membully seseorang dengan menumpahkan segelas jus ke seluruh pakaiannya dan membuatnya basah kuyub.

Entah dapat dorongan darimana, aku yang biasanya tidak peduli kali ini tidak tahan dengan apa yang dilakukan Lucia. Aku berlari dan langsung melempar segelas air putih kepadanya.

"AKKHHHHHHHH...."

Semua yang berada di kantin terkejut dengan apa yang kulakukan. Termasuk aku sendiri. Aku menatap tanganku dan Lucia bergantian lalu meletakkan gelas yang sudah kosong itu ke meja.

"APA YANG KAU LAKUKAN BODOH??!!! KAU BENAR-BENAR INGIN MENCARI MASALAH DENGANKU? HAH???"

Tubuhku bergetar ketakutan. Aku tidak tau berapa ratus atau ribu mata yang saat ini menatapku. Nafasku sesak dan lututku menjadi lemas seperti jelly.

Lucia dan beberapa anak buahnya maju tapi dihalang oleh Angga. "Sudahlah Lucia. Lupakan dia, Dia hanya orang bodoh yang nekat melakukan apa saja untuk mendapatkan perhatianku."

Krekk! Ahhh ada yang pecah...

Kurasa hatiku...

Lucia tersenyum kemenangan, Ia melepas tangan Angga dan berjalan ke arahku, Ia berputar mengelilingiku dan mengatakan hal-hal yang tidak benar. "Ya kau benar sayang. Dia memang seorang jalang yang bisa melakukan apa saja untuk menarik pria yang dia suka ke pelukannya. Benar - benar murahan." Bisiknya tepat ditelingaku diakhir kalimat.

Setetes air mataku pun jatuh tanpa dapat di bendung. Lucia berlari manja ke pelukan Angga dan aku hanya diam menyumpah serapahinya dalam hati. "Angga sayang... Aku kedinginan karna perempuan murahan itu. Bisakah kau membuatku hangat?"

Lihat siapa yang bicara_kataku dalam hati.

Dan Angga yang melihat seragam putih Lucia yang mulai tembus pandang melepas mantel seragamnya dan memakaikannya pada Lucia. "Sudah tidak dingin?" Lucia tampak tidak puas karna yang ia mau adalah Angga memeluknya di hadapanku tapi Angga tidak melakukannya Namun Lucia tetap melanjutkan sandiwaranya dengan mengangguk dan kembali menghampiriku.

Aya dan Fiko yang menghampiri ku dan mulai menanyakan keadaanku. Melihat itu, Lucia mendapat ide. "Hei?? Siapa ini? Apa dia mangsa barumu, Cia??" Kata Lucia sambil menatap Fiko. Aku menatapnya dan menggeleng meyakinkan semua orang bahwa aku bukan gadis seperti itu. Tapi rumor itu terlalu cepat tersebar.

Semua orang saling berbisik satu sama lain dan menatapku dengan tatapan menghakimi.

Aku berteriak dengan lantang. "Tidak! Aku bukan seperti yang kalian pikirkan." Tapi tidak ada yang percaya lalu tangisanku semakin menguat tatkala Angga juga menatapku dengan pandangan yang sama seperti yang lain.

Aku mengernyit tak percaya. Angga... Apa kau juga sama??

"Percuma!!! Sebaik apapun kau meyakinkan semua orang, tidak akan ada yang percaya. Sudah ku katakan bukan, Jangan pernah mencoba apalagi sampai mencari masalah denganku tapi kau?? Ck ck ck sayang sekali. Ayo sayang kita pergi dari sini." Orang yang tadi ku bantu juga ikut pergi dan semua orang kembali ke kegiatan masing-masing. Di kepalaku muncul kilasan saat aku dan Angga saling menatap di laboratorium.

"Sudahlah Cia.. Kau tidak perlu memikirkan perkataan mereka." Kata Aya menghiburku.

Aku tidak tau harus berkata apa jadi aku pergi meninggalkan mereka di kantin. Aku berlari dengan air mata yang jatuh di pipiku. Aku ke toilet dan bertemu orang yang ku tolong tadi tapi aku tidak peduli dan langsung masuk ke salah satu bilik di toilet tersebut.

Aya yang masih di kantin mencoba mengejarku tapi di tahan oleh Fiko karena dia tau jika saat ini aku ingin sendirian dan tidak ingin diganggu.

Aku melimpahkan seluruh sesak yang ada didadaku dengan menangis seperti pecundang. Tidak apa-apa sekali-kali menjadi pecundang dan bersembunyi. Lagipula aku bukan pahlawan. Tiba-tiba pintu bilikku di ketuk.

Seseorang di luar sana sepertinya ingin menggunakan toilet jadi aku bergegas membersihkan wajahku dengan tisu. "Hei." Kata orang yang mengetuk pintu tadi. "Kau orang yang menyelamatkanku tadi kan?"

Ohh!!! Aku terkejut dan hanya mendengarkannya bicara tanpa menjawabnya. "Aku... berterima kasih untuk itu. Tapi kau tau? Kau tidak harus melakukan itu. Aku sudah sering diperlakukan semena-mena oleh Lucia dan gengnya tapi aku tidak pernah berani melawan karna tahu bahwa ia akan melakukan yang lebih parah nanti. Jadi, sungguh terima kasih tapi aku tidak membutuhkan bantuanmu. Jika lain kali kau melihatku sedang bersama Lucia, tinggalkan saja aku seperti yang biasa kau lakukan." Kemudian orang itu pergi dan keluar dari toilet.

Dari perkataannya barusan, aku memahami satu hal. Aku terlambat. Mereka yang menjadi korban Lucia merasa kecewa kepada kami semua yang sering mengabaikan mereka yang ditindas oleh Lucia. Mereka merasa miris karna banyaknya murid di sekolah ini, tidak ada satupun yang berani membela mereka dan membuat Lucia di hukum oleh guru. Dan aku mengalami hal yang sama saat ini. Aku bisa merasakan seberapa berat beban yang mereka tanggung untuk bersekolah hanya karna seonggok daging yang tidak berguna bernama Lucia.

Berkebalikan dari otakku yang terus memikirkan Lucia, Hatiku malah memikirkan orang lain. Orang terkejam yang dengan tega melukaiku tanpa menyentuhku.

Angga.... Aku benci kau!!!

*****

▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬