▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬
Setelah dari toilet, aku tidak langsung ke kelas. Melainkan menuju ke UKS dan beralibi kepada guru bahwa aku sedang sakit dan ingin beristirahat sebentar. Aku tau Aya akan khawatir mendengarnya tapi aku tidak punya cara lain untuk menghindari Angga setidaknya hari ini.
Aku memejamkan mata di salah satu bilik kamar. Kamar yang sama saat Angga mengobati lukaku. Ohh Astaga... aku kembali memikirkan laki-laki sialan itu. Laki - laki kejam, jahat, tidak punya hati.
Aku menarik selimut dan membungkus seluruh tubuhku. "Aku benci Kau, Angga."
Waktu sejam itu aku habiskan untuk tidur, melamun, dan tidak melakukan apa-apa. Sesekali beberapa anak PMR masuk dan memeriksa kondisiku. Mereka bilang aku memang demam karna terlalu lama menangis. Ya... untung aku demam jadi punya alasan untuk tetap berada disini.
Aku menyesal tidak membawa ponselku ikut serta kemari. Dan aku hampir mati kebosanan karna tidak tau harus apa, jadi aku kembali tertidur. Tapi beberapa murid disebelah bilikku mulai bergosip dan aku tidak jadi tidur. Mereka bercerita soal Angga dan Lucia yang kerap kali bertengkar saat bersama.
Tanpa sadar, aku mencoba mendengar pembicaraan mereka lebih banyak lagi. "Kau tau kenapa mereka bertengkar?"
"Ya tentu aku tau! Aku pernah mendengar mereka bertengkar karna Angga tidak mau menuruti keinginan Lucia."
"Wahh benarkah? Kau tau saat Angga menerima Lucia sebagai kekasihnya, aku mulai memikirkan sesuatu."
Yang lain bertanya. "Apa?"
"Mungkin tidak, jika Angga sebenarnya tidak mencintai Lucia dan menerimanya karna suatu alasan tertentu?"
Sontak aku terkejut mendengarnya dan hampir berteriak. "Benar juga. Kenapa aku tidak pernah memikirkannya?" Ucapku pelan.
"Kalau memang seperti itu, Untuk apa? Apa yang bisa membuat seorang Angga yang tampan bak dewa harus menerima Lucia sebagai kekasihnya?"
"Hmm mungkin dia ingin populer di sekolah jadi dia memacari Lucia untuk memanfaatkannya." Kata salah satu dari mereka.
"Aishh kau ini bicara apa? Bahkan tanpa Lucia, Angga bisa langsung populer karna ketampanan dan keahliannya. Mana mungkin karna itu, Kau ini ada-ada saja?" Aku mengangguk menyetujui. Benar, tidak mungkin karna itu.
"Lalu apa?"
"Ahh aku tau!"
"Kalian ingat tidak, orang pertama yang berinteraksi dengan Angga siapa?" Aku ikut mengingat-ingat tapi otakku langsung menunjukkan loading 0,00001%. Yahh baiklah. Kau memang tidak berguna.
"Hmm bukannya Cia ya? Murid yang biasa-biasa itu, yang nilainya bahkan tidak bisa mencapai setengah dari temannya, Aya." Aku semakin menajamkan pendengaranku sambil menggerutu dalam hati. Aku tau nilaiku serendah itu tapi bisakah kalian tidak membahasnya sekali saja?
"Ya.. itu memang dia. Tapi apa hubungannya?"
Aku juga bertanya. "Ya apa hubungannya denganku?"
"Justru itu masalahnya. Kalian mungkin tidak sadar, yang sebenarnya di sukai oleh Angga itu adalah Cia. Tapi Lucia menyukai Angga karna itu dia mulai mengganggu Cia. Jelas sekali kalau Angga sengaja menerima Lucia karna tidak mau jika gadis gila itu mengganggu orang yang ia sukai. Apa sekarang kalian sudah mengerti??"
Kami semua yang mendengarnya, Kompak berkata. "Tidak mungkin." Aku merasa kepalaku berputar tujuh keliling dan demamku semakin parah.
Drama apa ini? Aku tidak sedang terjebak dalam sebuah sinetron kan? Aku ini nyata, hidupku nyata, kenapa semuanya bisa saling berkaitan seperti ini. Aku tiba-tiba merasa mual dan sakit kepala yang hebat. Aku berteriak memanggil siapapun untuk menolongku. Dan yang datang adalah orang-orang dari bilik sebelah yang sejak tadi membicarakanku. Mereka tampak terkejut saat tau aku bisa saja mendengar percakapan mereka sejak tadi tapi mereka lebih terkejut lagi saat aku sudah terkapar tidak berdaya di lantai.
Mereka panik dan saling menyalahkan satu sama lain. "Ini salahmu karna mengatakan sesuatu sembarangan."
"Bukan aku! Kau yang memulainya. Aku hanya mengatakan apa yang ku pikirkan."
Dan aku yang dalam keadaan sekarat menangis karna tidak ada satupun dari mereka yang khawatir jikalau aku bisa mati kapan saja disini. Sampai saat perawat di UKS dan beberapa anak PMR masuk lalu mengecek keadaanku. Mereka memarahi semua murid yang berkumpul di ruanganku tapi tidak ada yang memanggil petugas.
Mereka semua disuruh keluar dan aku langsung di periksa. Perawat UKS mencipratkan air ke wajahku dan aku pun sadar. Dia bertanya. "Kenapa kau belum makan? Kau tau seberapa berbahayanya jika kau terlambat makan dan maag mu sampai kambuh? Untung saja kau tidak apa-apa. Tunggu di sini aku akan bawa sesuatu untuk kau makan."
Aku diberi air putih dan langsung ku habiskan sampai tandas. "Huft.. itu benar, aku belum makan. Dan harusnya tadi aku mengajak Fiko dan Aya makan bersama."
Pikiranku dihantui Apakah Aya dan Fiko juga sudah makan atau belum? Satu peristiwa. Peristiwa yang tidak kusangka akan terjadi dan membuat semuanya berantakan.
****
Besoknya, sebelum memulai pelajaran. Sebuah pemberitahuan tiba-tiba terdengar di seluruh penjuru sekolah. Melalui speaker sekolah, pemberitahuan itu berbunyi tentang seorang siswa bernama Shei Kireina dari kelas X IPA 5 meninggal dan kami seluruh warga sekolah diminta untuk menghentikan kegiatan sejenak dan mengirimkan doa pada arwahnya agar tenang di alam sana.
Guru meminta Dirga untuk memimpin doa dan kami semua tertunduk serentak. Aku tidak tau siapa yang meninggal tapi aku turut sedih untuk keluarga dan teman-teman yang ia tinggalkan.
"Doa selesai!" Dan pelajaran kembali di lanjut. Aku seperti biasa mencoba untuk bersikap biasa saja dan fokus ke papan tulis dan penjelasan dari guru tapi Angga di sebelahku, terus saja bergerak tidak nyaman seperti cacing. Aku menatapnya sekilas agar dia tenang dan tidak banyak bergerak.
Namun beberapa menit kemudian, Ia kembali bergerak dan mengganggu konsentrasiku. "Diamlah!! Kau mengacaukan konsentrasiku." Dan dia langsung meminta maaf. Tidak biasanya ia bersikap aneh seperti ini.
Setelah memberikan pekerjaan rumah, guru pun keluar dan kelas mulai ricuh. Aku baru akan bangkit dari kursiku untuk ke perpustakaan bersama Aya, tiba-tiba Angga menahan tanganku dan aku kembali duduk lalu menghempaskan tangannya tanpa mengatakan apapun. "Aku ingin bicara sebentar denganmu. Bisakah?"
Aku menatapnya dan Lucia yang duduk di seberang sana bergantian dengan tajam. "Lalu jika aku menolak, apa kau akan mendengarkanku?"
"Ya, tentu. Itu hakmu untuk menolak tapi biarkan aku bicara denganmu sekali ini saja ya? Ku mohon." Muak dengan wajah sok polos nya, aku memilih mengalah. "Katakan!!"
"Dengarkan aku! Cia, ketahuilah bahwa apapun yang kulakukan itu semua demi kebaikanmu jadi tolong dengarkan aku baik-baik."
"Apa?"
"Kau kenal Fiko kan?" Dan saat itu juga aku langsung bangkit dan ingin pergi dari sana.
"Tu-tu-tunggu Cia! Aku belum selesai bicara. Ku mohon sebelum Lucia kesini."
"Ck baiklah cepat! Aku tidak punya banyak waktu."
"Dengar! Kau dan Aya, Jauhi Fiko!! Dia bukan orang yang baik! Dia punya niat jahat kepada kalian dan aku sendiri yang melihatnya. Kau tau siswa yang tadi pagi di umumkan meninggal? Fikolah yang membunuhnya dan tidak lama lagi kau dan Aya akan menjadi korban selanjutnya."
Aku menatap Angga datar. "Apa sudah selesai?" Ia mengangguk. "Kalau begitu aku pergi dulu."
"Tidak! Tunggu Cia. Kau mengira aku berbohong kan? Kau tidak percaya padaku kan?" Mendengar itu aku tertawa dengan sesak yang kembali menumpuk didadaku. "Biarkan aku membalik pertanyaannya. Kemarin ,kau mengira aku berbohong kan? Kau tidak percaya padaku kan?"
"Sekarang apa yang kau rasakan? Jika kau merasa sesak dan sedikit saja merasa bersalah padaku, aku akan mempertimbangkan perkataanmu benar atau tidak." Lanjutku lalu pergi dari hadapannya. Angga bodoh!!! Manusia bodoh!
Kau bertanya apa aku percaya padamu tapi kau sendiri tidak bisa percaya padaku. Kau ini terbuat dari apa? Apa yang coba kau lakukan padaku??
"Ayo Aya!! Kita pergi!"
"Ahh iya."
****
"Apa kau bertengkar dengan Angga lagi?" Tanya Aya yang melihatku hanya menatap kosong buku yang terbuka dihadapanku.
"Jangan sebut namanya atau aku akan pergi dari sini."
"Huft... sebenarnya kalian berdua ini kenapa sih? Ingat tidak waktu kau dan Angga pertama kali bertemu? Kalian berdua sangat akrab dan sering menceritakan banyak hal satu sama lain tapi lihat sekarang, kau bahkan sudah tidak sudi mendengar namanya."
"Kau tau Aya? Kenapa aku dan Angga bertengkar lagi?"
"Ya, ada apa? Ceritakan padaku!"
"Kau tidak akan percaya jika kau jadi aku dan aku juga tidak percaya. Bisa-bisanya dia mengatakan itu tentang orang lain. Dia pikir dia siapa?"
"Apa kau akan terus mengoceh tanpa menceritakannya padaku. Ayolah, aku juga ingin tahu."
Aku menarik nafas panjang dan menceritakan semua yang Angga katakan padaku tentang Fiko. "WHAT??? KAU SERIUS???" Aya berteriak dan semua orang langsung menatap kami marah. "Dasar bodoh!! Ini perpustakaan, kenapa kau berteriak?"
"Karena kau membuatku terkejut!"
"Itu karna kau juga yang memintanya. Ayo, aku akan ceritakan semuanya di luar."
Kami pun keluar dari perpustakaan dan memilih duduk di bawah pohon rindang tempat biasa kami duduk saat Lucia menembak Angga. Mengingat itu, aku langsung melirik ke tengah lapangan yang disana ada Angga yang sedang berlatih basket dan Lucia yang menyemangatinya di barisan penonton.
Aku kembali ke Aya dan menceritakan seluruh kronologi atas tuduhan Angga pada Fiko yang tidak bisa di anggap sepele. Kemudian Aya berkata. "Aku menyadari sesuatu."
"Apa?" Tanyaku penasaran.
"Begini, Angga bilang Shei meninggal karna di bunuh. Dan pembunuhnya adalah Fiko. Benarkan?"
"Ya, itu benar. Lalu?"
"Pertanyaannya, bagaimana Angga bisa tau Shei ternyata meninggal karna dibunuh padahal kan sekolah tidak mengatakan alasan ia meninggal?"
Jantungku mencelus ke bawah. "ASTAGA ITU BERARTI???"
"Ya!! Angga tahu sesuatu tentang kematian Shei yang tidak banyak diketahui oleh orang lain."
"Ahhh aku tiba-tiba merasa seluruh bulu kudukku berdiri. Lihat! Kita seperti terjebak di sebuah komik pembunuhan tapi kali ini nyata."
"Hmm benar sekali dan kita adalah detektifnya." Kami berdua tertawa dan kembali bercanda satu sama lain.
Aya kembali bertanya. "Tapi cukup mengejutkan mengetahui siswa yang meninggal adalah orang yang pernah menghajarmu sampai masuk UKS?"
"Hah Apa???"
"Kau tidak mengetahuinya? Dia Shei!! Shei yang sama yang pernah menjambak dan mencakarmu karna perintah Lucia."
"Wahh aku terkejut. Sungguh? Aku tidak tau tapi sekarang aku mulai merasa takut."
"Heii jangan mulai lagi. Singkirkan perasaan paranoidmu itu dan tenang. Aku yakin Angga hanya bercanda untuk menakutimu karna perintah Lucia. Kau tidak perlu takut, tidak akan terjadi apa-apa pada kita."
"Hmm mungkin kau benar."
Tapi... Aku tidak takut karna itu.
*****
▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬