Chereads / TOK TOK / Chapter 7 - Chapter 7

Chapter 7 - Chapter 7

▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬

Di ruangan gelap nan kosong itu, seorang gadis mencoba melepaskan diri dari manusia berdarah dingin di hadapannya.

"Apa maumu? Hah??? Apa yang kau inginkan dariku?" Teriaknya frustasi dari lima belas menit yang lalu.

"Tidak ada."

"Apa maksudmu tidak ada?"

Orang itu mendekat. "Aku hanya ingin kau diam dan menurut padaku."

Dengan keberanian yang tersisa, ia kembali berteriak. "Lalu apa? Kau mau mebunuhku?"

Orang itu berhenti menjawab, berbalik, dan mengamati benda persegi panjang yang tertata di meja kayu dalam ruangan tersebut.

Suasana kian mencekam, tatkala orang itu menghembuskan nafas beratnya ke udara. "Aku ingin melakukan sesuatu yang baru padamu jadi ku harap kau akan menghargai usahaku." Ucapnya dingin.

"APPP__??!!!!!"

Tes..... Tes.....

Darah mulai merembes kelantai membekam teriakan gadis itu. Lidahnya sudah terlempar ke sudut ruangan sebelum teriakannya selesai. Ia menangis dalam erangan yang memenuhi seluruh ruangan. Matanya berkaca-kaca bak berlian yang mudah pecah.

"MPHHHHHHH....."

"Aku tidak ingin melakukan ini tapi kau memaksaku. Akan aku ambilkan lidahmu agar kau bisa melihatnya dengan jelas nanti." Kata orang itu berjalan sambil membersihkan pisaunya yang berlumuran darah.

Erangan sang gadis kian menjadi-jadi. Masih dalam keadaan terikat di langit-langit ruangan. Darah tak berhenti keluar dari mulut turun ke seragam sekolah yang ia kenakan. Wajahnya sudah dibanjiri air mata yang bercampur dengan keringat.

Orang itu kembali mendekat. Berlagak seolah membarsihkan debu dari lidah yang sudah putus itu lalu menyerahkannya kepada sang gadis.

"Huft... Nah. Aku sudah membersihkannya." Kata orang itu mengulurkan tangannya.

"Ayo ambillah! Kau membutuhkan ini untuk bicara."

Gadis itu menggelengkan kepalanya tak berdaya. Pasalnya kedua tangannya terikat dan ia digantung seperti daging yang siap di jual. Lalu bagaimana ia harus mengambil lidahnya sendiri?

Ia mengerang lebih keras dari sebelumnya. "AKU BILANG AMBIL!!! APA KAU TIDAK DENGAR? HAHHHH???? SEJAK TADI KAU TIDAK INGIN MENURUTIKU DAN SEKARANG PUN TIDAK!! APA KAU MAU MATI??" Geram orang tersebut kesetanan.

"Mmphhhh mphhhhhhh mmmmpgjhhhhhh." Erang gadis itu tak jelas.

(Ya, bunuh saja aku. Agar aku bisa menghantuimu)

Orang itu bergumam. "Tidak. Aku tidak akan membunuhmu." Ia mendongak kemudian tersenyum.

Senyum mengerikan yang membuat seluruh bulu kuduk gadis itu merinding. Orang itu kembali berkata. "Kita bahkan belum bermain apa-apa."

Mata sang gadis terbelalak lebar saat orang itu mengeluarkan sebuah bor dari kotak yang dibawanya. Ia kemudian nampak sibuk menyiapkan sambungan listrik untuk menyalakan bor itu.

"Aku akan bermain." Senandungnya ceria tanpa mengetahui sang gadis ternyata tengah berusaha melepaskan ikatan yang terikat di tangannya.

Nafasnya memburu tak karuan. Gelang perak yang sedikit retak ia gunakan sebagai pemotong untuk tali yang mengikat tangannya.

Orang itu kembali berseru. "Ohh Astaga. Aku lupa lidahmu. Tunggu! Karna kau tidak mau mengambilnya, Aku akan memasangkannya untukmu."

Tidak tau kapan, tau-tau orang itu sudah memegang jarum dan benang serta lidah gadis itu di depannya.

"Siap?"

Gadis itu kembali memberontak. Kakinya yang tidak terikat, ia tendangkan kedepan belakang agar orang itu tidak bisa mendekat. "HEII!! TENANGLAH!!! AKU MENCOBA MEMBUATMU BISA BERBICARA KEMBALI TAPI KAU MALAH MENENDANG KU??"

"Mmphhhh mpppphhhh mmmppphhhhj."

(Ku mohon lepaskan aku. Aku tidak punya salah apapun padamu)

Sambil membersihkan jaketnya, orang itu berkata. "Kakimu tidak berguna. Sebaiknya... dihilangkan saja."

Dan Chussssss...

"MMMMMMPPPPPHHHHHHHHHHHH???!!!!!!!!!!!"

Dengan perasaan muak, orang itu melempar kedua kaki gadis itu ke dalam kotak dan mulai bermain dengan korbannya.

Dimulai dengan menjahit mulut gadis itu kemudian mengambil bor yang sudah ia sambungkan ke listrik tadi. Bor yang biasa digunakan untuk melubangi kayu ia gunakan untuk menghancurkan telinga sang gadis hingga menembus sebagian kepalanya.

"Ini untuk kau yang tidak mau mendengarkan ku."

Dari awal hingga akhir, Jeritan tak kunjung berhenti dan orang itu semakin menikmati siksaan yang ia berikan.

Di tengah kegiatannya memarut tangan korbannya yang hanya tersisa daging, ia tersenyum. Senyum lega, puas, dan mungkin bahagia?

Jika keadaannya berbeda, mungkin itu akan menjadi senyum termanis yang pernah ada. Tapi siapa sangka, senyum itu hanya bisa tercipta jika ia menghabisi nyawa seseorang.

Orang bilang bahagia itu sederhana?

Benarkah?

Menyudahi kegiatannya menguliti sang gadis yang sudah meregang nyawa beberapa menit yang lalu, orang itu membuka topengnya.

Ia berbisik lirih."Jika bahagia memang sesederhana itu....,

Berarti tidak ada salahnya aku membunuh orang untuk kebahagiaanku....."

****

"TIDAKKKKKK!!!" Nafasku memburu dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuh ku.

Jantungku berdetak tak karuan dan yang kulihat hanya kegelapan di seluruh ruangan. Aku ketakutan, dan seluruh tubuhku bergetar. Itu hanya mimpi namun terasa sangat nyata. Mencoba menenangkan diri, aku menyandarkan tubuhku ke sandaran tempat tidur dan memejamkan mata sejenak.

Itu mimpi terburuk dan ternyata yang pernah aku alami. Jam di ponselku menunjukkan pukul 3 dini hari.

"Apa itu tadi? Mengapa aku bermimpi seperti itu?" Monologku.

Aku berjalan ke arah balkon dan membuka tirai agar angin malam bisa masuk dan menenangkan pikiranku. Dan tak ku sangka, Pria berjaket itu ada di sana. Di depan rumahku yang hanya dibatasi pagar setinggi satu setengah meter.

Apa dia tidak berniat masuk lalu membunuhku? Kenapa harus menerorku berhari-hari seperti ini?

Jengah menatapnya hanya diam bak patung, ku nyalakan lampu kamar agar ia menyadari keberadaan ku. Aku kembali ke balkon dan mendapati pria berjaket itu sudah tidak di sana. Apa dia sudah masuk ke rumahku? Tapi aku tidak mendengar suara apa-apa tadi. Lalu kemana? Apa dia sudah pergi?

"Aku harus berhenti menanggapi orang itu. Mungkin dia hanya orang yang kebetulan lewat dan harus melewati rumahku untuk sampai ke rumahnya jadi dia berhenti untuk istirahat." Cerocosku tak jelas. Mungkin karna masih setengah sadar.

Aku kembali ke tempat tidur dan mencoba tertidur.

1 detik...

2 detik...

3 detik...

Barulah aku tersadar,  Orang apa yang berkeliaran di jalan jam 3 dini hari seperti ini? Dan aku baru ingat, Rumahku adalah rumah terakhir di kompleks ini, lalu... dia mau pulang lewat mana?

****

Beberapa hari setelah kejadian di kantin hidupku mulai berjalan seperti biasa tapi masih dengan teror orang aneh itu yang setiap malam selalu berada di depan rumahku.

Lucia juga menunjukkan tanda-tanda sudah tidak peduli jika aku bahkan akan berpacaran dengan Angga. Dan anak itu sekarang di sibukkan dengan eskul basket yang ia ikuti setiap sore. Aku menjumput rambutku ke belakang telinga lalu mengikatnya seperti ekor kuda. Di pinggir lapangan basket, aku dan Aya sedang membaca buku yang lebih tepatnya hanya Aya karna aku sedang menikmati es krim coklat kesukaanku.

Tiba-tiba Aya berkata. "Apa Lucia sudah tidak mengganggumu lagi?"

"Ya kurasa begitu. Mungkin dia lelah atau sudah tidak peduli pada Angga lagi." Namun tiba-tiba kehebohan terjadi dia tengah lapangan yang membuat aku dan Aya penasaran dan menghampiri keramaian itu. Aya menarikku dengan tubuh kurusnya dan aku dengan tubuh mungilku dapat dengan mudah menerobos kerumunan itu hingga kami bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Dan disana aku terpana melihat Angga yang dipeluk oleh Lucia di tengah lapangan. Aku tidak tau apa yang terjadi padaku tapi aku merasa nyeri yang pernah ada didadaku saat Rey mencoba melecehkanku itu kembali hadir. Getaran aneh yang membuatku mual dan pusing.

Semua orang menyaksikan itu sambil bersorak-sorai. Lucia berteriak. "ANGGA!! AKU MENYUKAIMU. APA KAU MAU JADI KEKASIHKU?"

Spontan semua orang mendukung. "TERIMA!!TERIMA!!TERIMA!!!__."

Tapi Angga hanya diam di tempatnya. Ia berdiri masih dengan seragam basket biru navinya. Ia mengedarkan pandangan menjelajahi semua orang hingga pandangannya terpaku padaku yang berdiri ditengah keramaian. Tanpa mengalihkan pandangan dariku, Ia menyentuh pundak Lucia dan melepaskan pelukannya.

Aku menoleh ke Aya kemudian berbisik. "Heii untuk apa kita kesini? Tidak ada gunanya menyaksikan orang yang baru pacaran seperti ini."

"Haha memangnya kenapa? Ini menyenangkan tau. Kau tidak ingin tau bagaimana ekspresi Lucia saat Angga akan menolaknya?"

Tiba-tiba aku tuli karna teriakan membahana orang-orang sekitarku. Beberapa antek-antek Lucia maju lalu memberi ucapan selamat padanya. Di sampingku, Aya bertanya tidak terima. "HEH??KENAPA? KENAPA ANGGA BISA MENERIMA NENEK LAMPIR ITU SEBAGAI KEKASIHNYA??!!!"

Aku mengabaikannya dan menatap lurus Angga yang juga balik menatapku. Dapat kurasakan rintik hujan yang mulai turun dan membasahi pipiku. Ini hujan asli, bukan air mataku. Seketika keramaian itu bubar masuk ke gedung sekolah. Aya mencoba menarikku pergi dari sana tapi tatapanku masih terpaku pada Angga yang digandeng Lucia pergi dari lapangan.

"Cia! Ayo pergi!! Masih ada pelajaran setelah ini." Dan aku menurut dengan pelupuk mata yang sudah digenangi air mata yang bercampur dengan hujan.

Aku harusnya dari awal sadar jika aku tidak seharusnya memiliki perasaan lain kepada Angga. Setelah seminggu bersekolah disini, Semua orang memujanya bak pangeran sekolah dan aku hanya orang yang berada di sebelahnya saat jam pelajaran. Sebatas itu.

Aku mengusap bajuku yang basah untuk menghilangkan tetes-tetes hujan yang masih tersisa. "Aishh kenapa tiba-tiba hujan? Padahal tadi cuacanya sangat cerah."

Aku bergumam pelan. "Seharusnya... kita memang tidak pergi kesana tadi." Dan aku langsung pergi menaiki tangga mengabaikan Aya yang mengejar dan memanggil-manggilku di belakang.

Seseorang mencegatnya. "Aya!" Itu wali kelasnya.

"Ya, Bu? Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya minta tolong bantu saya memeriksa beberapa lembar soal untuk pelajaran lain yang tersisa. Mungkin masih ada yang bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran nanti."

Aya ingin menolak tapi kasihan jika guru itu harus mengurus semuanya sendirian. Jadi ia meminta maaf dalam hati dan membiarkan Cia pergi sendirian ke kelas.

Aku di kelas dengan cepat duduk lalu mengambil ponsel dan headset ku untuk mendengar lagu. Aku menatapi hujan yang turun di luar jendela membasahi taman kosong di belakang sekolah. Taman itu tidak terurus dan di tumbuhi tanaman liar. Ada toilet rusak yang biasanya digunakan anak berandal untuk merokok di sana.

Aku memutar Lagu bergenre ballad berjudul "Wayo" yang dipopulerkan seorang penyanyi hebat Korea bernama Bang Yedam yang berasal dari grup bernama TREASURE.

Angin masuk melewati jendela dan membuat tubuhku yang masih basah menggigil seketika. Mantel seragam yang kugunakan tidak mempan untuk menghalau rasa dingin dan aku hanya sendiri di sini. Aku mengusap kedua tanganku berkali-kali agar rasa dinginnya berkurang. Karna musik dan suasana yang hening seketika membuatku menguap dan hampir tertidur. Kubaringkan kepalaku ke meja dan menggunakan buku untuk menutupi wajahku. Aku harusnya tidak makan es krim tadi.

Aku hampir terlonjak dari tempat dudukku saat mendengar seseorang membuka pintu dan masuk ke kelas. Aku mencoba mengabaikannya dan beranggapan bahwa itu hanya salah satu teman sekelas ku yang kembali dari kantin. Aku kembali memejamkan mata dan beberapa detik kemudian aku merasakan pergerakan di sekitarku. Siapa?

Dan saat itulah aku merasa sebuah kain membalut tubuhku dan menghalau dingin yang sejak tadi menyergapku. Aku mendengar suara hembusan nafas dekat dengan wajahku dan hanya dibatasi oleh buku yang ku pakai sebagai penghalang. Belum saja aku menjalankan niatku untuk menghantamkan buku ini ke kepalanya, Orang itu langsung berkata. "Jangan sakit." Dan aku pun langsung tau itu siapa. Ia berlari keluar kelas dan kembali menutup pintu.

Apa yang kau lakukan? Kau melarangku sakit tapi kau adalah penyebab semua kesakitan yang terjadi dalam hatiku. Angga__kau orang yang bodoh!!!

*****

▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬