▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬
Keanehan yang lebih parah mulai terjadi satu persatu. Aku yang awalnya biasa saja menghadapinya sekarang ketakutan dan selalu merasa waspada berlebih terhadap sekitarku. Seperti saat Aku dan Aya sedang di perpustakaan, Aku selalu merasa ada orang yang sedang memperhatikanku tapi jika kulihat sekali lagi, Semua orang sibuk. Tidak ada seorang pun yang terlihat mencurigakan disini. Aku lalu pamit dari Aya dan beralibi bahwa aku mau ke kantin dan makan sebentar sebelum bel berdering. Dan aku memang ke sana. Tidak terlalu ramai karna jam istirahat yang akan berakhir jadi aku sedikit lega.
Aku menuju ke salah satu kantin yang menjual roti dan beberapa minuman coklat kesukaanku. Dan tak kusangka, Gadis gila itu ada disana bersama seseorang yang langsung bisa ku ketahui kalau itu adalah kekasihnya. Andai aku tidak datang, mungkin mereka sudah berciuman sekarang. Aku mencoba bersikap biasa saja dan mengabaikan mereka berdua. Saat akan meninggalkan kantin itu, Kekasih dari gadis gila itu malah menahanku dan membuatku harus masuk kembali ke dalam kantin itu. Ia terus maju dan menghalangi langkahku hingga aku mencapai batas tembok kantin.
Dia masih tidak berhenti dan semakin mendekatkan wajahnya. Perlu kalian ketahui, kekasih dari gadis gila itu adalah kakak kelas yang beberapa hari lalu aku tabrak di tangga. Mungkin ini alasan mengapa dia menanyakan soal Angga kemarin. Dia ingin membalas dendam atas nama kekasihnya. Aku memejamkan mata tatkala bau rokok dari kakak kelas itu memenuhi seluruh wajahku. Ia berbisik tepat di telingaku dengan suara berat yang dalam. "Kau... Cantik dan membuatku ingin memilikimu tapi... gadis itu bisa membunuhku kapan saja."
Aku belum berani membuka mata dan kakak kelas itu mengurungku dengan kedua tangannya di kanan dan kiri tubuhku. Aku berniat berteriak memanggil penjaga kantin tapi aku baru ingat, penjualnya adalah seorang wanita tua yang sedikit kehilangan fungsi pendengarannya.
Aku kemudian meneteskan air mata karna ketakutan. "Hei jangan menangis, Aku tidak menyakitimu. Aku bahkan belum menyentuhmu sedikitpun."
"Shei!! Apa dia yang kau bilang mencari masalah denganmu?"
"Ya. Kenapa?"
"Apa kau bercanda? Dia bahkan tidak berani menatap mataku dan kau bilang dia menamparmu?"
"Kau belum melihat seberapa buruk bajingan kecil itu. Kau tau? dia bahkan sampai berani menggoda si anak baru itu demi populer di sekolah."
"Benarkah?" Kakak kelas itu bertanya padaku dengan kekhawatiran berlebih dan mengusap rambutku seperti hewan peliharaan. Gadis gila yang ternyata bernama Shei itu maju dan menamparku sekali. Cukup untuk aku bisa merasakan sedikit rasa asin dan amis di sudut bibirku.
Pasangan gila itu berpura-pura bertanya. "Apa itu sakit? Atau masih mau lagi?"
Aku menggigit bibirku sendiri untuk meredam tangisanku. "Sekarang kau takut? Dimana keberanianmu saat menamparku kemarin? Hah??"
Shei yang mulai kehilangan kesabaran, mengguncang tubuhku lalu menjatuhkannya ke lantai. Masih di bawah kungkungan kakak kelas itu, ia ikut berjongkok dihadapanku. Aku tersentak saat kakak kelas itu mendekat dan tiba-tiba menggigit telingaku. Aku terpekik kecil dan mencoba mendorongnya. Aku menatap Shei seolah berharap dia akan marah karna kekasihnya berani menyentuh gadis lain selain dirinya. Tapi tidak ia malah tertawa dan berkata. "Kau tidak harus melakukan itu disini kan Rey?"
Dan saat itu pekikanku pun berubah menjadi jeritan yang langsing di bekap oleh tangan besar Kakak kelas bernama Rey tersebut. Aku menangis sambil mencakar-cakar tangannya agar terlepas dari mulutku tapi tidak mempan karna aku tidak pernah memanjangkan kukuku. Aku menangis sejadi-jadinya saat tangan Rey yang satunya lagi menahan kedua tanganku yang terus berontak sejak tadi. Minuman coklat yang ku bawa sudah tumpah dan membasahi seluruh lantai tapi aku tidak lagi memikirkannya dan mencoba menjauh dari bibir Rey yang terus menciumi leherku.
Jika akhir hidupku memang seperti ini, Kenapa aku harus mengalaminya? Di saat-saat seperti ini, aku mengingat ibuku dan tertunduk lemas. Cengkeraman Rey semakin menguat dari waktu ke waktu dan ciuman-ciuman kecil yang ia berikan dileherku berubah menjadi isapan-isapan yang membuatku sulit bernafas. Aku sampai di titik tubuhku tidak lagi memberontak dan pasrah akan kenyataan yang ada.
Tapi...BUGH!!!
"KEPARAT DASAR KAU BERENGSEK!!!"
Pahlawan kesiangan yang selalu datang terlambat pun datang. Rey terjatuh setelah Angga menendangnya hingga terpental Ke sisi lain kantin. Ia menghampiriku khawatir dan Kulihat Shei mencoba membantu Rey bangun dan mereka pun pergi dari sana. Aku menatap Angga dengan wajah yang dipenuhi air mata. "Apa Aku terlambat?"
Bodoh. Sejak dulu aku sudah bilang kau itu memang bodoh. Aku menatap tepat ke bola matanya yang hitam legam lalu menangis sekeras-kerasnya. "Hwahhh.... Hiks... Kau bodoh!" Aku mulai memukuli Angga yang panik melihatku menangis.
"HIKS... KAU ITU BODOH!! KAU BERJANJI AKAN MELINDUNGIKH SEPERTI ADIKMU TAPI KAU SELALU DATANG TERLAMBAT HIKS...!!!KAU TIDAK TAU APA YANG MEREKA LAKUKAN PADAKU!! AKU MEMBENCI DIRIKU SENDIRI DAN KAU!! HIKS.. AKU MEMBENCI DUNIA, MEREKA TIDAK ADIL KARNA MEREBUT IBUKU LEBIH AWAL DARIKU. AKU SALAH APA?? ARGHHHH!!"
Angga menangkap tanganku yang terus memukulinya dan memelukku erat agar aku bisa tenang. "Maaf aku datang terlambat. Aku tau ini salahku. Ku mohon maafkan aku." Aku bisa merasakan permohonan maafnya yang tulus tapi aku masih marah.
"Hiks... kau jahat! Kau membiarkan mereka menyakitiku Hiks..!!!"
Dengan cekatan, Angga mengelus kepalaku dan menyalahkan dirinya karna tidak menjagaku dengan benar. Dia kemudian melepas mantel seragamnya lalu memakaikannya padaku saat aku mulai terlihat tenang. Bekas gigitan Rey masih tertinggal di leherku dan itu membuatku kembali menangis karna Angga tidak berhenti menatapinya sejak datang kemari.
"Huwahhh...hiks... hiks."
"Apa itu masih sakit?" Aku mengangguk. "Ayo bersihkan itu di toilet disini tidak aman dan guru-guru bisa datang kapan saja kemari."
Angga kembali menuntunku ke toilet tapi aku berbalik lalu meratapi minuman coklat yang ku bawa. Angga ikut menoleh. "Apa itu milikmu?" Aku berdehem sebagai jawaban. Aku sekarang merasa jijik dengan diriku sendiri karna bisa di sentuh oleh pria tak dikenal semudah itu. Itu membuat sudut hatiku selalu merasakan nyeri yang tidak tau apa obatnya.
"Aku akan membelikan yang baru nanti. Ayo! Kita harus segera kembali ke kelas sekarang."
Kami berjalan menuju ke toilet tapi aku hanya bisa menunduk karna takut orang-orang curiga jika sudah terjadi pelecehan padaku. Itu akan membuat namaku di cap buruk di sekolah ini.
"Kau masuklah. Rapikan seragam dan wajahmu."
Aku bertanya dengan tampang yang lewat polos. "Kau tak akan ikut masuk membantuku?"
"Bodoh! Kau tidak liat? Ini toilet wanita. Kau ingin aku dikeluarkan dari sekolah ini?"
Aku menyadari kebodohanku dan buru-buru masuk kedalam toilet. Aku memilih salah stu bilik lalu memperbaiki pakaianku yang nampak kusut disana. Setelah selesai, aku menuju westafel untuk membersihkan bekas air mata yang masih tersisa di pipiku. Aku meratapi bekas gigitan Rey yang masih nampak jelas di leherku dan mencoba menutupinya dengan rambut sebahuku. Tapi ini bisa terlihat kapan saja jika diterpa angin. Aku mulai frustasi dan melepas mantel Angga dari tubuhku. Aku sudah sangat merepotkannya selama bersekolah disini.
Aku keluar menyerahkan mantel Angga padanya. Aku seperti kehilangan tujuan untuk hidup. "Tunggu!"
"Apa?"
Angga tampak mengeluarkan beberapa palster luka dari saku celananya. Dengan telaten, ia memasangkan benda itu keleherku sehingga bekas gigitan Rey tadi sudah tidak kelihatan lagi. "Kapan kau membeli itu?" Tanyaku.
"Baru saja saat kau masih berada di dalam. Ayo pergi!"
Dan kami pun berjalan beriringan ke kelas. Kali ini tidak ada jarak karna Angga sendiri yang meminta. Karna pelajaran yang sudah dimulai 15 menit yang lalu, Aku dan Angga sedikit ragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Kami berdua saling bertatapan dengan isyarat ada yang mau membuka pintu duluan. Dia tidak mau apalagi aku. Tapi jika bukan salah satu dari kami, tidak akan ada yang membukakan pintu. Sampai saat aku mengalah, Pintu tiba-tiba terbuka dari dalam dan menampakkan Dirga_si ketua kelas keluar. Ternyata di dalam sama sekali tidak ada pelajaran yang berlangsung. Aku menghampiri Aya dan bertanya padanya. "Apa tidak ada guru yang masuk?"
Aya yang terkejut mendengar suaraku berteriak dan langsung memelukku khawatir. "Apa kau tidak apa-apa? Kau bilang ingin ke kantin tapi kau sangat lama disana. Apa ada lagi yang mengganggumu? Apa Lucia menyuruh orang lain lagi kali ini?" Cerocos Aya dalam satu tarikan nafas. Angga berdiri di sebelahku dan berkata. "Kau tahu? Temanmu ini makan seperti gelandangan di kantin. Dia lupa bahwa dia ke sekolah untuk belajar dan makan tanpa mempedulikan apapun."
Bohong Angga. Tadinya aku ingin menyangkal tapi tidak jadi karna aku tidak ingin merepotkan Aya yang sedang sibuk untuk menghadapi ujian kenaikan kelas nanti. Jadi, aku hanya tersenyum melanjutkan kebohongan yang dibuat Angga.
"Hmm sepertinya aku kekenyangan dan tidak kuat berdiri sekarang. Aku mau duduk dulu."
Saat Aya mengekoriku dan duduk di sebelahku, Ia kemudian teringat jika itu adalah tempat Angga dan cepat-cepat bangkit dari sana. "Upss... maafkan aku. Aku lupa bahwa tempat ini sudah ada yang menempati. Oh iya Cia!! Kau tadi bertanya soal guru kan?" Aku mengangguk mengiyakan. "Mereka sedang rapat sekarang dan harusnya kita semua tidak membuat kebisingan seperti ini di kelas."
Aku menanggapinya. "Itu jika yang berada di satu kelas semuanya memiliki sifat yang sama denganmu Haha."
"Oh ya? Ngomong-ngomong kenapa kalian berdua bisa datang bersama? Apa kalian berdua bertemu di kantin?"
Aku melirik Angga yang tampak sibuk dengan ponselnya jadi aku menjawab. "Dia berhutang minuman padaku jadi aku mau menagihnya tadi tapi dia malah beralasan bahwa ia lupa dompetnya di kelas."
Aya yang tidak terima bertanya pada Angga. "Angga! Kau mentraktir Cia tapi lupa mentraktirku?"
Aku tertawa tapi Angga hanya diam lalu tiba-tiba berkata. "Aku harus pergi sebentar. Aya!! Jika ada guru yang masuk tolong beritahu dia kalau aku ke toilet sebentar."
Mengakhiri kalimatnya, Angga pergi dengan langkah yang terburu-buru. Dan otomatis aku menatap seisi kelas dan baru sadar ternyata Lucia dan antek-anteknya tidak disini. Syukurlah.
Aya mengambil alih tempat duduk Angga. "Kau tau dia mau kemana?"
"Tidak."
"Aneh. Dia seperti menyembunyikan sesuatu."
"Ya!! Berhenti mengatakan yang tidak-tidak. Kalau kau tidak ada kerjaan, Kau pergi belajar sana dan biarkan aku tidur sebentar."
"Jahatnya. Aku kan ingin bercerita padamu."
"Tidak usah, Aku--."
"Tunggu!" Aya menghentikanku menggeleng dan memeriksa leherku yang tertutupi plaster luka. "Kau kenapa? Apa ini luka? Katakan padaku siapa yang melakukannya?"
Aku sekeras mungkin menyangkal dan berbohong pada Aya jika ini luka karna digigit serangga saat aku tidur di kamarku kemarin.
"Kau itu memang bodoh ya! Sudah berapa kali aku memberitahumu kalau kau tidak boleh makan dikamarmu karna itu akan mengundang serangga seperti semut masuk dan menggigitmu tapi kau keras kepala dan tidak ingin mendengarku."
Aku pun akhirnya harus mengalah. "Baiklah. Aku tau aku salah. Aku minta maaf dan biarkan aku tidur sebentar. Oke?"
"Kau yakin tidak apa-apa?"
"Tentu. Aku bahkan sangat baik sekarang."
"Yahh setelah ku pikir-pikir kau benar juga. Untuk apa aku membuang waktuku untuk mengkhawatirkanmu jika aku memiliki setumpuk soal-soal yang belum di jawab di mejaku. Kalau begitu bye Cia, Selamat bermimipi indah."
*****
▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬