Chereads / TOK TOK / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬

"Pelakunya pasti orang profesional."

"Tentu saja. Jika dia pelaku pembunuhan seperti biasa pasti kasusnya tidak akan separah ini."

"Ya dan dilihat dari luka-luka di tubuhnya, itu benar-benar kejahatan tersadis yang aku lihat sejauh ini . Aku bersumpah orang itu akan mendapatkan balasan setimpal atas perbuatannya."

Hanya itu yang bisa aku dengar sepanjang perjalanan ke sekolah. Berita itu benar-benar tidak ada habisnya. Aku yakin,mungkin jika bukan untuk kegiatan sekolah ataupun bekerja, orang-orang tidak akan mau keluar dari rumah mereka karna ketakutan.

Setelah turun dari bus,aku kembali melanjutkan langkahku ke sekolah.

"Cia."panggil seseorang. Aku pun berbalik untuk melihatnya."Hei ada apa ini? tidak biasanya kau datang lebih awal? Ku pikir kau akan lewat pagar belakang lagi seperti biasa." Kata Aya sambil merangkul bahuku dan membawa kami melanjutkan langkah ke kelas.

"Aku sedikit lelah dan tidak berniat untuk melihat pagar itu lagi hari ini. Andai saja pagar itu di buat sedikit lebih pendek, mungkin sampai batas lututku, pasti mudah untuk memanjatnya kalau sewaktu-waktu aku terlambat lagi."jawabku malas dengan wajah polos dan selanjutnya rasa perih terasa di kepalaku.

Bukan karena aku sakit tapi karena Aya baru saja menjitaknya." Dasar bodoh. Kalau begitu untuk apa di buat aturan jam masuk belajar jika kau hanya ingin melanggarnya. Bahkan sampai rambutmu di penuhi uban, pagar itu tidak akan berubah menjadi pendek hanya karna kau yang memintanya." Aku mendengus sambil mengusap kepalaku yang terkena jitakan Aya.

"Aishhh kau ini tidak bisa santai sedikit ya? Kau pikir pukulanmu itu tidak sakit. Kau baru boleh memukulku jika setelah itu kepintaranmu bisa pindah kepadaku." Kataku sambil tersenyum miring.

"Berhenti membual di pagi hari atau kau benar-benar tidak akan bisa lulus dari sekolah ini."Ucap Aya sambil memutar bola matanya.

Lalu mempercepat langkahnya ke kelas. Menyebalkan, padahal aku hanya bercanda tapi dia selalu menanggapinya dengan serius.

Di kelas sudah ribut karna bel akan segera berbunyi. Aku berjalan masuk dan berhenti di bangku kedua dari belakang samping jendela kelas yang menghadap langsung ke halaman belakang sekolah yang sudah tak terpakai.

Jika aku adalah murid yang senang terlambat ke sekolah atau lebih tepatnya pemalas, lain halnya dengan Aya yang selalu menjadi idola guru-guru. Kami berteman karna sebuah penghapus kecil usang milikku. Hari itu saat kami semua siswa baru di uji untuk masuk ke sekolah ini, dan kebetulan kami di minta untuk menggambar benda yang pertama kali menarik perhatian kami di sekolah ini. Mungkin karna kesalahan kecil Aya melupakan alat tulisnya dan tepat saat aku melihatnya kebibungan, aku berinisiatif membagi penghapus kecil itu padanya dan sampai sekarang kami pun berteman akrab.

Meskipun begitu kami duduk saling terpisah. Aku yang pemalas tentunya memilih bangku bagian belakang dan Aya tepat di depan dekat meja guru.

Ngomong-ngomong, saat aku baru saja akan beranjak untuk mengajak Aya ke kantin, bel tiba-tiba berbunyi dan membuatku mengeluh sekeras-kerasnya karna harus menahan lapar untuk dua jam ke depan. Dengan kesal, kubaringkan kepalaku di meja dengan lengan sebagai bantalan sambil menunggu guru masuk. Tidak sampai 5 menit guru datang tapi ia tidak sendiri. Apa akan ada murid baru?

Ketua kelas memimpin dan menyiapkan kelas. Setelah itu kericuhan pun kembali terjadi.

Sudah bisa di tebak, semua orang penasaran dengan murid baru itu termasuk aku. Menelusurinya dari atas ke bawah, sepertinya dia pindahan dari luar kota. Tapi aku yakin akan satu hal orang ini akan cukup populer nantinya. Dapat dilihat dari tubuhnya yang tinggi, kulit putih, dan lesung pipi sebelah kirinya yang memungkinkan dia untuk mengobrak abrik hati wanita manapaun yang di temuinya.

Aku mendesah. Satu lagi artis kelas yang akan mengguncang sekolah ini. Kuharap akau tidak akan terlibat apapun dengannya meskipun kami satu kelas.

Guru berpidato di depan, menjelaskan tata Krama menyambut anggota baru kami di kelas sebelum akhirnya meminta murid itu untuk memperkenalkan dirinya kepada kami semua. Aya menoleh padaku yang hanya ku balas gelengan tidak tau.

Murid baru itu tersenyum, dan dapat ku dengar beberapa jeritan tertahan dari bangku di depanku. Kenapa sih?

"Halo. Perkenalakan namaku Firlangga Adiyaksa. Kalian bisa memanggilku Angga atau apapun yang kalian suka. Salam kenal." Ucapnya tanpa menyebut dia pindahan dari mana.

Mungkin dari pluto_candaku.

"Boleh kami memanggilmu pangeran?" tanya salah satu siswi yang ku tau bernama Lucia dengan senyum centilnya yang menjijikkan. Bagiku dia terlihat lebih tua dari wanita tua yang tinggal di sebelah rumahku dengan segala macam make up yang ia kenakan.

Angga hanya tersenyum malu sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. Kemudian guru memintanya untuk memilih tempat duduk dan ku rasa dia akan memilih dekat dengan para orang-orang populer di kelas dan jauh dariku.

Aku yang tadinya berbaring dengan posisi kepala menghadap ke pintu kemudian berbalik dan bertemu dengan tembok putih kelas. Pasti setelah ini hanya akan ada perkenalan dan semua yang berhubungan dengan anak baru itu menjadi topik utamanya. Tau begini, lebih baik aku tidur atau bermain permainan saja di ponselku.

Aku tidak tau apa yang terjadi selanjutnya, tapi guru tadi pergi dan akan segera memanggil guru yang akan mengajar di kelas kami. Biarkan aku tidur sebentar, maka aku berjanji aku akan mentraktir Aya di kantin nantinya. Namun bahkan sebelum aku akan segera menutup mata, sapaan itu terdengar. Jelas dan sangat dekat. Ehhh siapa?

Aku mengangkat kepalaku lalu berbalik. Sejenak aku diam dengan alis mengernyit tak paham. Kenapa dia di sini? Hah tunggu?? murid baru itu, maksudku Angga???dia, dia duduk di sebelahku? Apa ini mungkin??atau aku sebenarnya memang sudah tertidur dan ini hanya mimpi?? Ayolah.... ini mimpi yang sangat buruk.

Untuk meyakinkan, kupukul pipi kanan ku sekali dan itu sakit. Tapi aku belum yakin dan lanjut memukuli pipiku berkali-kali secara bergantian.

Angga menghentikan kebodohanku. "Heii apa yang kau lakukan? Aku hanya mengajakmu berkenalan, kenapa kau malah memukuli dirimu sendiri?"

Dan tanpa sadar, aku malah balik bertanya. "Apa kau nyata?" Tanyaku sambil menyentuh wajah dan rambutnya yang hitam legam.

Sadar atau tidak, secara tidak langsung aku telah mengibarkan bendera perang kepada setiap wanita pemuja murid baru ini. Mana yang kataku tadi ingin menjauh darinya. Aishhh tidak bisa di percaya. Angga meraih tanganku di kepalanya dan membuat salaman. Sembari tersenyum, ia menasehatiku untuk jangan tertidur lagi di kelas atau lain kali bukan dia yang akan membuatku tersadar tapi para guru yang mengajar.

Sekali lagi dia bertanya. "Namamu siapa?", ku kubur dalam-dalam rasa malu yang ku miliki dan menjawab pertanyaannya. "Kau bisa memanggilku Cia. Begitulah semua orang memanggilku di sini." jawabku tanpa menatap langsung ke matanya. Dia melepas jabatan tangan kami dan tersenyum ramah. "Ku harap kita bisa menjadi teman sebangku yang baik dan tolong bisakah kau mengajakku berkeliling sekolah ini nanti? Aku belum tau banyak tempat dan ku rasa meminta bantuan tidak masalah bukan?"

Kenapa? Apa? Oh astaga. Untung tidak ada yang mendengar percakapan kami dan Aya dengan bodohnya hanya cekikian di tempatnya. Heii, kau itu temanku, bantu aku lepas dari anak ini.

Aku tertawa canggung. "Hahaha ku rasa itu bukan tugasku. Biasanya jika ada murid baru di sekolah ini, sudah tugas ketua kelas untuk mengajak mereka berkeliling."

Angga menegakkan tubuhnya dan membuatku merasa seperti semut di kerumunan gajah. Dasar tiang.

"Oh benarkah? kalau boleh tau, ketua kelasnya siapa?"

Aku menunjuk seseorang yang duduk di belakang Aya. "Itu dia. Dia yang berambut rapi dan agak kecoklatan itu. Namanya Dirga. Kau bisa minta bantuan apapun padanya." jawabku seadanya. Mengerikan. Tatapan Lucia dan antek-anteknya benar-benar membuatku berkeringat kepanasan.

"Hmm baiklah." Ucapnya tapi dilanjutkan dengan sedikit gumaman. "Akan lebih baik jika kau juga ikut."

Sebelum aku sempat bertanya apa yang ia katakan, guru datang dan langsung memulai pembelajaran. Baiklah, kurasa itu tidak penting.

Beberapa menit sebelum bel istirahat berbunyi, aku teringat sesuatu.

"Aku minta maaf." Ucapku tiba-tiba.

Kurasa Angga mendengarnya, karna dia menoleh dan bertanya." Untuk apa?"

Aku berhenti menulis. "Maaf untuk rambutmu, aku sudah membuatnya berantakan dan ku pikir kau akan marah karna itu." Ia terkekeh santai. "Haha tenang saja. Itu sudah biasa terjadi. Di sekolah lamaku, bahkan dalam sehari aku harus memperbaiki rambutku sebanyak 25 kali karna para siswi di sana sering mengacak-acaknya, bahkan lebih parah darimu."

Heii apa itu tadi? dia ini berniat menenangkanku atau punya niat lain?Aku bahkan tidak bertanya. Dasar serigala.

Ku jawab dengan deheman dan kembali menulis. Ini buruk, benar-benar buruk. Aku benci keberadaan orang lain di sekitarku, apa lagi jika orang itu berpotensi membuatku terlibat banyak masalah nantinya. Lihat saja nanti, aku yakin Angga bahkan tidak bisa tahan duduk di dekatku walau hanya sehari lagi.

Dan 1, 2,3.... bel berbunyi. Hampir saja aku berteriak tapi ku tahan karna setelah kejadian tadi, aku benar-benar sudah tidak tau dimana lagi akan ku letakkan wajahku ini.

Aya datang ke tempatku. Dan saat ku pikir dia datang untuk mengajakku ke kantin, ternyata bukan, dia malah mengajak Angga berkenalan dan berkata dengan nada yang terlampau manis bahwa dia adalah teman dari orang yang duduk di sampingnya. Aku menatap kedua orang itu malas lalu teringat akan Angga yang meminta untuk di ajak berkeliling. Aku memanggil Dirga_si ketua kelas.

"Bisakah kau mengajak murid baru itu berkeliling sekolah sebentar. Kumohon." Kataku dengan wajah memelas. "Kenapa tidak kau saja?" balasnya.

Ku coba menahan emosiku sampai ke titik terendah yang ku bisa. "Ku rasa yang ketua kelas di sini kau dan itu tugas mu. Dan aku lapar, aku bahkan belum meminum setetes airpun sejak pagi." Bisikku penuh penekanan. Dan ku rasa itu cukup berhasil. Dirga mengangguk lalu mulai mengajak Angga menjauh dariku. Tak lupa senyum ramah dan kata-kata manisnya yang membuat Aya senyum-senyum sendiri bahkan hingga kami tiba di kantin.

Aku menegurnya dan mengancam akan pergi dari sana jika ia tidak ingin berhenti membicarakan murid baru itu.

"Makan atau aku yang akan menghabiskan makananmu itu." Perintahku ke Aya. Tapi dia tampak masih terjebak dalam pesona anak baru itu. "Habiskan saja lagi pula kau memang gadis paling beruntung. Dari banyaknya siswa yang ada di kelas, kenapa Angga memilih duduk bersamamu? Padahal dia kan sangat tampan, baik, dan pintar. Dia bahkan sempat mengajariku beberapa teknik menjawab soal dengan cepat tadi. Tapi...kau?" mendengarnya tiba-tiba mengubah nada saat menunjuk diriku, aku terbatuk lalu menatapnya tajam.

"Hei ada apa denganku? Apa ada yang salah? Jangan salahkan aku jika Angga memilihku sebagai teman sebangkunya. Mungkin dia lebih suka gadis sepertiku atau dia juga memang pemalas sama sepertiku? Haha." tawaku di akhir. "Itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin Angga yang sempurna seperti itu bisa menyukai bundaran bakpao sepertimu. Lihat! Haha bahkan pipimu mengembang seperti roti panggang." Ejek Aya.

"Ku minta hentikan itu! Kau membuat selera makanku menghilang. Setidaknya aku punya daging dan lemak yang membuatku terlihat imut dan kau! seperti sapu lidi. Bahkan Angga saja tidak sempurna yang terlihat." Aya nampak ingin marah tapi tidak, entah karna apa. Jadi, ku lanjutkan ejekanku padanya. "Kau tau Angga itu sangat tinggi, tingginya bisa setara dengan tiang listrik depan sekolah. Kalau kau tidak percaya kau bisa melihatnya nanti."

Aku tidak mengerti kenapa Aya tiba-tiba jadi pendiam sepeti ini jadi ku angkat kepalaku dari makanan yang sejak tadi hanya aku aduk dan bertemu dengan wajah Aya yang aneh sepeti ketakutan dan bercucuran keringat. Dia seperti memberi kode tapi aku tidak bisa melihatnya. Aku berbicara tanpa suara. "Apa aku harus berbalik ke belakang." Aya menggerakkan alisnya sebelah. Ku rasa itu cukup.

"Kau ini, memangnya ada apa di????!!!!!belakangku ada Angga ternyata. Hahaha." Dimana letak kameranya ku mohon beritahu aku. Aku sudah menyerah. Sungguh. Kenapa dia bisa ada di sini? Aku merasa tenggorokan kering dan mencoba bersikap sesantai mungkin. "Haha Angga. Kau di sini? Apa kau sudah selesai berkeliling sekolah?"

Dia mendekat lalu duduk di sampingku. "Ya. Itu sangat menyenangkan. Aku bisa bertemu banyak orang baru dan beberapa kali ke kamar kecil untuk memperbaiki rambutku. Haha ku rasa di sini tidak terlalu beda dengan sekolahku yang dulu." Aku kembali mengaduk makananku. "Oh benarkah? kami semua harap kau bisa nyaman dan senang belajar di sini." Ucapku basa basi sambil melirik Aya untuk mencari topik pembicaraan.

"Oh iya, apa tadi kalian sedang membicarakan aku?"

Aku dan Aya. "TIDAK!!" Dengan cepat Aya menambahkan maksudku ehhh maksud kami iya, kami membicarakanmu bahwa kami merasa kau cocok menjadi anggota tim basket sekolah kami. benarkan Cia?" Aku mengangguk cepat. "Nah, lagi pula kau punya tubuh yang tinggi pasti mudah untuk memasukkan bola ke ring basket." Tambahku.

"Wahh itu ide yang cukup bagus. Tentu, jika kalian merasa seperti itu mungkin besok aku bisa coba mendaftar ke beberapa eskul yang ada di sekolah ini." Aku pun hanya mengangguk dan secepat kilat menghabiskan minuman yang ku pesan.

"Kau pesanlah sesuatu untuk di makan. Aya, aku harus pergi. Kalian di sini saja ya? lagi pula kalian berdua belum makan apapun. Aku akan kembali duluan. Sampai jumpa." pamitku melarikan diri dari Aya dan Angga.

Aku harus berhenti bersikap bodoh di hadapan Angga atau citra akan benar-benar hancur di hadapannya. Belum ada sepuluh langkah dari pintu keluar kantin, aku sudah di seret oleh beberapa orang dan di paksa masuk ke toilet wanita. Tunggu, mereka semua kan antek-anteknya Lucia. Aku memberontak minta di lepaskan tapi mereka terlalu banyak jadi aku menunggu apa yang akan para pecudang ini lakukan padaku.

Hingga saat Lucia sudah selesai memperbaiki dandanannya. Dia mendekat dan menatapku angkuh penuh kesombongan. Andai kedua tanganku tidak sedang di pegangi, akan ku pastikan mencopot satu-satu bulu mata palsu itu dari matanya. "Apa-apaan ini? Apa kau punya masalah denganku?" tanyaku berani.

"Masalah? sebenarnya tidak tapi karna aku sudah lama mengenalmu bahwa kau itu seorang jalang kecil yang licik jadi aku minta kau untuk menjauhi Angga. Mengerti?"

Ku tekan emosi lalu mengatur nafas baik-baik. "Bukannya itu kau? jalang kecil yang senang menggoda om-om kaya di sebuah bar di pinggir kota?" balasku dingin.

Dia menamparku sekali. "DIAM KAU DASAR BITCH!!! KAU TAU APA TENTANGKU??HAH??!!!INGAT!INI PERINGATAN PERTAMAKU. AKU HANYA MEMINTAMU UNTUK MENJAUHI ANGGA DAN JIKA TIDAK, AKU TIDAK AKAN SEGAN-SEGAN MEMBUATMU MENGHILANG DARI TEMPAT INI!!!." Belum sempat aku membalas, Lucia sudah memerintahkan anak buahnya untuk melepaskanku tapi itu tidak pelan, mereka bahkan menghempaskanku ke lantai. Sedikit informasi, Anak buah Lucia bukan hanya dari teman-teman gengnya di kelas tapi juga berasal dari kelas-kelas lain seperti kakak kelas dan adek kelas sekalipun.

Menyebalkan. Jika begini, aku tidak tau harus berbuat apa. Bukan mauku jika Angga ingin berada di dekatku. Aku tidak pernah berpikir ingin dekat apa lagi berteman dengannya. Apa aku minta langsung ke dia saja ya untuk pindah ke tempat lain?

"ARGHHHH Terserah! Aku tidak peduli!!!" Aku berdiri lalu membasuh wajahku di keran.

Aku tau kau disini.

Angga.

****

▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬