Pagi itu begitu Rafael memasuki kelasnya di XII IPA 2, satu alisnya terangkat ketika melihat Niko—sahabat sejatinya—menelungkupkan kepala di atas meja dengan lesu.
"Kenapa lo?" Rafael membanting tubuhnya ke kursi sebelah Niko.
Niko mengangkat kepala hingga terlihat jelas wajah suntuknya. Mata panda disertai air liur di sudut bibir yang terlihat mengkilap, hingga Rafael bergidik jijik.
"Gue abis diteror," jawab Niko lemas. "Sumpah deh, Raf. Lain kali kalo lo nggak masuk, mending lo buat berita kayak di koran. Terus, lo tempel tuh di mading, selengkap-lengkapnya kayak surat izin! Alasan lo nggak masuk kenapa, sampe kapan, nomor yang bisa dihubungi kalo misalnya darurat."
"Emang kenapa, sih?" tanya Rafael sambil menahan senyum.