"Mmmh, i love you, Brian. Emmh, ahhh,"
"Sebut namaku lagi, Airin, lagi... aku segera keluar,"
Desahan keduanya tampak nyata, terlebih saat Brian meremas dada Airin, menghentaknya sampai-sampai Airin merasa jika rahimnya diaduk-aduk oleh milik Brian. Semakin lama ritme yang mereka mainkan semakin cepat, sampai Airin berteriak saat dirinya, dan Brian keluar secara bersamaan. Keduanya berpelukan, seolah tenaga mereka telah terkuras habis karena kegiatan mereka itu.
Plak!!!
"Aduh!" dengus Meta, dia langsung melirik ke arah Kinan dengan sebal. Bagaimana bisa, kebahagiaannya yang hampir menuju puncak harus hancur karena dirusak oleh Kinan. Seharusnya, Kinan datang nanti. Ya, nanti setelah Meta menyelesaikan semuanya.
"Elo apaan sih, Met? Hampir tiap hari yang elo tonton vidio porno. Mending elo kawin, deh, kalau enggak elo bakal gue cap jadi ratu porno di dunia. Nganggur udah tiga bulan, enggak cari kerja apa pulang, malah ngedikem aja di kontrakan. Niat lo mau apa? Elo udah tua, Met, inget umur!" cerocos Kinan, sembari berkacak pinggang, dengan gaya galaknya sembari memarahi Meta membabi buta.
Meta menutup laptop yang ada di depannya, kemudian memutar kursi kerjanya. Memandang Kinan dengan tatapan lebih sebal, kemudian ia bersedekap. Meta salah sasaran tadi, seharusnya dia mengunci pintu rapat-rapat agar Kinan tidak menyelinap masuk ke kamarnya. Cewek itu, memang hobi mengintai, dan mengendap-endap masuk ke kamar orang tanpa permisi.
"Pertama, kenapa gue nggak kawin-kawin? Karena nggak ada satu makhluk yang namanya cowok mau deketin gue. Kenapa mereka nggak mau deketin gue? Gue cantik, gue lulusan terbaik dari Universitas Negeri terbaik di Indonesia, gue lulusan terbaik S2 dari Universitas terbaik di Luar Negeri, latas belakang keluarga gue jelas, gue anak baik-baik. Dan fakta itu buat gue sebel? Dan yang kedua, gue ini pengangguran terhormat, gue mengundurkan diri, enggak dipecat. Gara-gara tua bangka bernama Broto mau merkosa gue, makanya gue keluar dari kerjaan. Coba kalau tua bangka itu nggak mesum, pastilah gue udah jadi menejer sekarang. Dan ketiga, kenapa gue nggak mau pulang...." kata Meta terputus.
"Kenapa?" tanya Kinan dengan mata memincing. Dia tak mau kalah dengan Meta dalam masalah ini.
"Apa yang harus gue katakan ama Emak gue, Kin, masak iya gue pulang karena gue udah jadi pengangguran. Tolonglah, tampung gue sebentar lagi. Gue pasti dapet kerja, kok!"
Sebenarnya, bukan itu masalahnya. Pertama, kenapa Meta tak kunjung dapat pacar, bukan hanya apa pun yang melekat pada dirinya. Benar, memang jika semua cowok merasa minder mendekatinya, kecuali cowok-cowok kelas atas. Namun begitu pun, semuanya ada di dalam diri Meta. Meta seolah memiliki magnet untuk menolak semua cowok yang mendekat, dan itu benar-benar tidak akan pernah baik untuk kelangsungan asmaranya. Usianya sekarang sudah tak muda lagi, seharusnya sekali saja, Meta merasakan yang namanya jatuh cinta atau patah hati. Tapi sayangnya, ini tidak sama sekali. Dan yang kedua, benar memang jika dia dikeluarkan dari perusahaan karena fitnah kejam dari lelaki hidung belang bernama Broto. Namun lebih dari itu, memang seharusnya Meta tak bekerja di perusahaan itu. Perusahaan yang terus memeras tenaga karyawannya, dengan gaji yang benar-benar tak seimbang. Dan yang ketiga, kenapa Meta tak pulang? Jelas, Kinan tahu persisi akan alasannya. Alasan paling perih yang berusaha Meta untuk tutupi. Alasan paling perih yang membuat Meta sedari SMA tidak mau pulang untuk selamanya.
Kinan mendengus dengan sebal, sedari beberapa bulan yang lalu, Meta selalu bilang untuk menampungnya. Bukannya enggan, toh Meta pun telah memberi uang untuk kontrak rumah ini sampai tahun depan. Hanya saja, kebiasaan Meta setelah menjadi pengangguran benar-benar membuat Kinan sebal. Meta hampir tidak pernah keluar rumah, yang ia lakukan dari pagi sampai malam adalah, menonton film-film, dan mayoritas dari itu adalah film porno. Meta mengabaikan mandi, mengabaikan kegiatan-kegiatan berguna lainnya, dan itu benar-benar membuat Kinan sebal.
"Elo beneran mau kerja?" tanya Kinan pada akhirnya. Antara yakin, dan tidak yakin dia menawarkan itu juga kepada Meta.
"Emang kerjaan apa?" tanya Meta meremehkan, dia itu tipikal memilih pekerjaan. Karena baginya, dengan kualifikasi terbaiknya, dia akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bukan pekerjaan sembarangan, dan rendahan.
"Kerjaan sekarang, yang dipandang siapa yang bawa elo, Met. Bukan dari lulusan mana elo, paham?" kata Kinan.
Meta langsung memalingkan wajahnya, masih melipat kedua tangannya di dada, dia mendengus. Andai Meta bukan sahabatnya, pasti dengan senang hati Kinan sudah menendang cewek menyebalkan ini keluar dari kontrakan. Agar matanya terhindar dari polusi yang namanya cewek males mandi dan mesum sedunia.
"Jadi sekertaris bos gue. Elo tahu, kan, perusahaan gue kayak gimana? Nggak diragukan lagi, dan tentu lo tahu juga kalau jadi sekertaris dari--"
"Oke," jawab cepat Meta. Bahkan Kinan belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Kinan tahu, kalau sejatinya sahabatnya ini sedang benar-benar butuh pekerjaan. Tapi, gengsinya yang setinggi langit seolah membuatya enggan.
Kinan mengulum senyum, dia memandang Meta yang tampak acuh itu dengan jenaka. Sebenarnya sahabatnya ini cantik, cantik sekali. Itulah kenapa tidak ada cowok yang mau mendekatinya, karena mereka merasa minder dengan semua yang melekat pada Meta.
"Beruntung lo punya temen gue, sepupu bos itu temen deket gue. Sepupunya sendiri yang nyuruh gue nyariin sekertaris buat bos gue. Jadi, elo bisa masuk dengan mudah. Beliin gue sepatu entar...," kata Kinan menodong. "Tapi," katanya lagi, seolah dia ingat sesuatu. Alasan kenapa dia sampai dimintai tolong Bian--sepupu bosnya untuk mencarikan seorang sekertaris.
"Tapi, apa? Dia nggak bos tua bangka yang mesum, kan?" selidik Meta, dia begidik ngeri saat mengingat direkturnya yang dulu. Lelaki berusia 54 tahun sudah beristri, dan punya anak tapi tetap saja selalu berusaha menggodanya.
Kinan menggeleng kuat, "enak aja!" ketusnya tak terima. "Lagian, ya, bos gue masih muda. Hanya saja, sifat yang semuanya harus sempurna itu membuat banyak sekertaris yang nggak betah. Akhirnya, mereka milih ngundurin diri dari pada harus tekanan batin, gila, atau bahkan bunuh diri. Dan gue rasa, elo cocok ama bos gue, sama-sama suka hal-hal yang selalu sempurna," jelas Kinan lagi.
Meta terdiam beberapa saat, bekerja dengan seseorang yang perfectionist sampai membimuat karyawannya terdahulu harus undir diri? Apa dia benar bisa melakukannya? Sejenak, Meta tampak ragu untuk mengambil pekerjaan itu. Dibandingkan ia harus bekerja keras, bukankah dia lebih baik duduk manis di dalam kamar sembari menekuni hobi menyenangkannya itu?
"Enggak, deh, gue nggak mau," tolak Meta, sembari mendorong tubuh Kinan yang terus menodongnya.
"Beneran elo nggak mau? Gajinya gede banget, lho. Bahkan, katanya dapet dua kali lipat dari gaji sekertaris di perusahaan lain," kata Kinan lagi. Sembari menarik sebelah alisnya, Kinan pun memandang ke arah Meta.
Satu...
Dua....
"Ehm, duh, gimana, ya. Gue itu nggak suka ama pekerjaan yang suka nekan-nekan gitu sekarang. Tapi, pikir-pikir dulu, deh!" jawabnya semangat.
Tepat, sesuai dengan tebakan Kinan, Meta pasti akan menerimanya dengan suka rela. Namun begitu, agaknya Kinan ikut cemas, karena Meta yang sekarang memang berbeda jauh dengan Meta yang dulu.