Meta bukanlah Meta beberapa bulan yang lalu, yang gila kerja sampai membuatnya selalu mendapat penghargaan di kantor. Meta sekarang, lebih suka bermalas-malasan sambil nontom vidio porno.
Lagi, Meta berdehem beberapa saat, kemudian dia melirik ke arah Kinan yang tampaknya masih menunggu jawabannya. Ini adalah seorang sekertaris dari bos perusahaan besar, Meta tahu perusahaan tempat Kinan bekerja bukanlah perusahaan main-main. Dan tentu, gajinya akan besar. Ditambah, dia tidak akan membuat bundanya kecewa, karena dia telah mendaatkan pekerjaan kembali.
"Jadi, kapan gue udah bisa kerja?" tanya Meta pensaran. Sebuah senyum tercetak samar di kedua sudut bibir Kinan.
"Enak aja!" dengus Kinan, menoyor kepala Meta sampai cewek itu mengaduh kesakitan. "Besok bawa lamaran elo, karena besok langsung akan wawancara," katanya lagi. "Emangnya elo pikir, itu perusahaan punya nenek moyang elo, yang kalau lo setuju kerja langsung masuk gitu aja, semuanya ada aturannya."
"Hah? Besok?!" pekik Meta. Dia tidak punya persiapan apa pun sekarang! Dan kenapa tiba-tiba harus besok? Kenapa tidak lusa, atau minggu depan?
"Makanya buru siapin berkas elo, jangan nonton bokep terus! Emangnya kalau elo nonton bokep mau elo lampiasin ke siapa? Terong? Apa mentimun?" seloroh Kinan, beranjak dari kamar Meta, untuk masuk kamarnya.
Kontrakan ini adalah sebuah rumah mungil, yang kebetulan milik sahabat Mama Kinan, mereka kebetulan pindah ke luar negeri. Jadi, dari pada rumah mereka kosong, lebih baik digunakan untuk kontrakan. Tentu dengan banyak catatan di dalamnya. Dan kebetulan di kontrakan itu ada empat kamar, satu di lantai bawah, dan tiga di lantai atas. Kamar-kamar tersebut sudah diisi semua oleh sahabat Kinan, termasuk Meta.
"Yakali pakek mentimun, nggak bisa crot," keluh Meta. Berjalan ke arah kamar mandi, kemudian mengambil sikat gigi yang ia taruh di sebuah mug kecil bergambarkan beruang berwarna cokelat.
Sementara di luar, Kinan menghentikan langkahnya, kemudian dia membalikkan badannya. Memandang Meta sambil melotot.
"Dasar, cewek ngeres!" marahnya berkali-kali.
*******
"Kin, Kinan! Gue pinjem kemeja putih elo! Sekalian rok elo, ya!" teriak Meta dari luar. Sambil menggedor-gedor pintu kamar Kinan dengan tak sabaran.
Kinan, yang sudah sibuk dengan persiapan kerjanya pun mengumpat, sambil mengenakan anting, dia membuka pintu kamarnya. Matanya melotot, melihat Meta yang hanya memakai handuk masuk ke dalam kamarnya, sementara rambutnya masih tampak basah.
"Elo apa-apaan, sih, Met! Eh, jangan obrak-abrik lemari gue!" teriak Kinan, berlari dan mengambil posisi tepat di depan pintu lemarinya. Membuat Meta tidak bisa membuka. "Basah semua kamar gue karena rambut basah elo, ih! Jorok tau nggak!"
"Gue pinjem kemeja, ama rok elo! Ih, buruan!" kata Meta tak sabaran. "Ini udah jam berapa, Kinan? Gue harus bergegas sebelum gue telat!"
"Buat apaan? Bukannya elo punya sendiri?" tanya Kinan masih merentangkan kedua tangannya di dalam lemarinya. Seolah, lemari itu adalah daerah kekuasaannya, dan siapa pun termasuk Meta dilarang menyentuhnya sama sekali.
"Baju kerja gue udah gue bakar semua, waktu itu gue sedang frustasi," jawab Meta hati-hati. Mata bulatnya memandang ke arah Kinan yang kini sudah membuka mulutnya lebar-lebar.
"Apa? Elo bakar? Seorang yang selalu tampil sempurna kayak elo? Ya ampun, gue lupa. Sejak elo jadi pengangguran elo udah jadi Meta sinting!" ejek Kinan.
Meta memaksa membuka lemari milik Kinan, membuat Kinan nyaris tersungkur ke belakang. Melihat Meta mengobrak-abrik isi lemarinya membuat Kinan semakin sebal. Kinan paling tidak suka sesuatu yang berantakan. Terlebih Meta, kalau menyentuh lemarinya selalu membuat pakaiannya yang rapi menjadi berantakan semua.
"Ukuran baju gue nggak sama kayak elo, Met! Ukuran tubuh elo lebih tinggi, ukuran dada elo lebih besar, bisa-bisa pakaian gue bakal pressbody dipakek ama elo. Atau bahkan, kancing kemeja gue bisa lepas. Udah pinjem Mbak Tanti, apa Mbak Hesti aja deh!"
Mendengar itu, Meta langsung melotot. Sambil berkacak pinggang dia menghela napas panjang, "emangnya elo pikir, dua embak-embak kuntet itu bakal cocok gitu pakaiannya ama gue?" tanya Meta, Kinan terkekeh dibuatnya. Memang sahabatnya satu ini, kalau urusan bicara ceplas-ceplos memang jago sekali.
Memang benar, di kontrakan ini, satu-satunya cewek semampai yang perawakannya bak model hanya Meta. Sementara yang lain, pendek-pendek seperti kurcaci di dekatnya. Dan Kinan pun adalah kandidat kedua yang masih tertolong, jika dibandingkan dengan kedua teman kamar kontrakannya itu. Dan yang pasti, bajunya bukan hanya pressbody, yang ada malah tidak muat sama sekali masuk ke dalam tubuh Meta.
"Gue nggak tanggung jawab, kalau nanti kancing kemeja gue lepas, dan bos gue mikir yang enggak-enggak ama elo!" kata Kinan memperingati. Berjalan ke arah meja rias, sembari memasang sebuah kalung berliontinkan permata di lehernya.
Meta terkekeh, sambil mengibas rambut basahnya dia pun berkata kepada Kinan, "kata elo, bos lo masih muda, kan? Kalau dia merangsang lihat buah dada gue, bakal gue goda tuh bos elo. Dan kami akan...." kata Meta sengaja digantung, sembari menaik-turunkan alisnya ke arah Kinan dengan ekspresi jenakanya itu.
"Meta! Berhenti ngomong ngeres!" teriak Kinan. Sekarang, dia jadi ragu. Apakah mempromosikan Meta untuk jadi sekertaris bosnya akan cocok? Bosnya, adalah tipikal bos yang membuat semua orang gila. Bukan hanya karena sifatnya, tapi karena paras tampannya juga. "Gue jamin, setelah lo ketemu ama bos gue, jangankan berpikiran kayak gini. Bisa keluar dengan senyum aja udah keajaiban," cibir Kinan pada akhirnya.
Dan lagi pula, kenapa bisa-bisanya, sahabatnya—Fabian ngotot sekali untuk mempekerjakan Meta. Padahal, posisi sebagai sekretaris adalah posisi yang termasuk penting, terlebih di sebuah perusahaan besar seperti GM Group.
*****
Setelah turun dari mobil Kinan, Meta memandang gedung perusahaan yang ada di depannya. Matanya terpaku untuk sesaat, seolah telah mengagumi bangunan kokoh itu. Bukan karena dia tak pernah bekerja di tempat bergengsi seperti ini, hanya saja, asri adalah julukan pertama yang ia sematkan pada perusahaan ini.
"Tempatnya sejuk, Kin, suka gue...," celetuk Meta. Senyumnya tersungging dari kedua sudut bibirnya, "kayaknya gue bakal betah, deh, kerja di sini," Meta menoleh ke arah Kinan, kemudian kembali tersenyum.
Sementara Kinan merasa bersyukur, setidaknya sahabatnya sudah mulai normal. Tidak sesinting biasanya. Dan Kinan berharap, kenormalan sahabatnya akan tetap terjaga, sampai dia selesai di interview oleh bosnya nanti. Agaknya, Kinan harap-harap cemas, biar bagaimanapun Kinan adalah sahabat Meta, Kinan yang membawa Meta ke sini. Kalau sampai Meta membuat masalah untuk bosnya, pasti akan ada orang yang memberikan informasi tentang siapa yang memberitahu Meta tentang lowongan pekerjaan di sini. Dia tak mau namanya diseret dalam kasus memalukan Meta lagi. Sekali lagi, hatinya terus berdoa, agar Meta tidak melakukan kesalahan apa pun. Terlebih, hal yang membuat Kinan takut adalah, jika mental Meta akan drop, Meta akan semakin kalau jika sampai tak diterima di perusahaan ini. Lebih dari apa pun, kebahagiaan Meta adalah yang utama bagi Kinan.