"Ayo, masuk. Nanti gue tunjukin ruangan bos gue, ya. Dia udah nungguin elo sedari tadi sebelum dia pergi rapat," ajak Kinan. Menggandeng tangan Meta untuk masuk ke dalam perusahaan.
Meta mengekori langkah Kinan, masuk di lift khusus para direktur kemudian menutup pintu lift itu. Lift untuk direktur biasanya tak sembarang karyawan boleh masuk ke sana, tapi sahabatnya ini bisa masuk dengan sangat mudahnya.
"Weh, spesial banget, lo, Kin, pakek lift ini. Bukan lift kariyawan biasa," celetuk Meta. Apa Kinan ada main dengan salah satu direktur di perusahaan ini? Kalau iya, maka Meta akan senang hati mengadu kepada pacar Kinan.
"Karena elo, nih, khusus hari ini gue disuruh makek lift ini," jawab Kinan ketus.
"Oh, kirain gue, elo simpenan Om-Om," seloroh Meta. "Eh lupa, kan elo ada Babang Glenn yang gantengnya nggak ketulungan, yang setianya nggak ketulungan itu, kan? Oh, Babang Glenn, kapan elo ngelamar Kinan, udah nyaris seabad kok digantung mulu,"
Kinan tak menanggapi ucapan ngawur Meta, selain menyikut perut sahabatnya. Setelah lift berhenti, dia pun mengajak Meta menuju ke ruangan paling ujung. Ruangan yang memiliki pintu paling besar, dan mewah, dan di depan ruangan itu, ada satu ruangan yang kosong.
"Ini nanti ruangan gue?" tebak Meta, Kinan mengangguk.
"Ya, kalau elo lolos tes wawancara ini," celetuk Kinan, "udah, ya, ketuk aja pintunya. Pak Yoga ada di dalam, nanti kabarin gue, elo diterima apa ditendang ama bos gue."
"Sip!" jawab Meta. Sambil mengetuk pintu ruangan itu dengan keras. Awalnya, Meta tak merasakan rasa grogi apa pun. Sebab baginya, dia cukup mumpuni untuk mendapatkan tawaran pekerjaan ini. Rasa percaya dirinya itu memang terbilang sangat tinggi.
Setelah Meta melihat sosok sahabatnya menghilang dari balik lift, ada seseorang membuka pintu. Perawakannya pendek, sambil memakai kacamata. Rambutnya beruban, dan itu berhasil membuat Meta menarik alisnya.
Apa-apaan? Bosnya setua ini? Pikirnya mencemooh. Meta langsung memutar bola matanya, tapi untuk kesekian detik, dia langsung tersenyum dengan sesopan mungkin.
"Maaf, Pak Yoga sudah menunggu Anda...."
"Meta, nama saya Meta," jawab Meta dengan senyuman simpul. Ada rasa malu yang menjalar sampai ke ubun-ubunnya, tatkala telah berprasangka buruk kepada orang yang ada di depannya ini.
Meta paham sekarang, jika bukan orangtua ini bosnya. Mata Meta teralih, sembari dia melangkah, memandang ke arah kursi kebesaran yang tampak begitu agung. Sosok itu terlihat begitu tegap, rahang tegasnya yang ditumbuhi bulu-bulu kecil begitu sangat menggoda, rambut hitam ikalnya yang disibak ke belakang seolah menampilkan nyata bagian-bagian wajahnya yang sempurna. Alis hitamnya, bulu mata lentiknya, mata cokelatnya, dan hidung bangirnya. Meta menelan ludahnya, pria ini seperti gambaran-gambaran tokoh yang berada dalam vidio yang sering ia tonton. Pria ini benar-benar membuatnya sesak napas.
"Silakan duduk," kata pria yang ada di depannya itu. Suaranya serak, tapi terkesan begitu sangat dingin. Seolah membuat siapa saja yang mendengarnya bisa dengan mudah terintrupsi tanpa sadar.
Untuk sesaat Meta masih diam, kemudian dia terperanjat dari imajinasinya dan tersenyum hambar.
"Oh, iya, terimakasih," jawabnya. Duduk di kursi depan kursi bosnya itu, kemudian dia memandang ke arah orangtua yang ada di sampingnya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak," pamit orangtua itu.
Tidak ada jawaban dari sang bos, dia tampak masih sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya, kemudian dia memandang ke arah Meta dengan seksama. Penampilan Meta, rambut pirang Meta, wajah cantik Meta, kemudian... pandangan Yoga terhenti ke arah dada Meta. Entah sengaja atau tidak, entah itu bagian dari penampian sehari-hari perempuan yang ada di depannya itu, yang pasti hal itu benar-benar sangat mengganggunya.
"Boleh saya lihat berkas lamaran Anda?" tanya Yoga. Masih dengan intonasi dinginnya yang sama. Bahkan, Meta bisa merasakan ucapan dingin yang lebih tajam dari yang tadi.
Meta mengangguk, menyerahkan berkas lamarannya kepada calon bosnya. Dadanya benar-benar berdebar, dia takut jika tidak diterima sekarang. Nyali yang awalnya begitu besar, kini perlahan menciut. Semua rasa percaya dirinya langsung lari entah ke mana. Meta benar-benar tak tahu jika ada orang yang bisa membuat nyalinya seciut ini. Ya, nyalinya benar-benar ciut sekali.
"Kata Fabian Anda adalah lulusan terbaik, punya pengalaman kerja yang cermelang di perusahaan terdahulu. Saya pikir itu benar. Tapi omong-omong, bisa saya tahu kenapa Anda berhenti di perusahaan yang sebelumnya?" tanya Yoga yang berhasil membuat Meta hampir tersedak.
Matanya melotot, kedua pipinya terasa panas ditanyai hal seperti itu. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dia keluar dari perusahaan yang lama karena nyaris diperkosa oleh direkturnya, kan?
"Saya ingin suasana baru, Pak, untuk mengembangkan bakat saya, sepertinya terus menerus bekerja di bidang yang sama dalam rentan waktu cukup lama adalah hal yang sangat menjenuhkan. Jadi, saya ingin tantangan baru yang lebih lagi," kilah Meta. Masih dengan senyuman lebarnya.
Yoga berdehem beberapa kali, kemudian dia mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar terganggu dengan dada Meta yang terekspos sempurna itu.
"Maaf, apakah itu adalah gaya Anda?" tanya Yoga pada akhirnya. Dia pikir mungkin saja jika Meta tak tahu jika beberapa kancing kemejanya lepas.
"Maaf?" tanya Meta tampak tak mengerti.
"Pakaian Anda," jelas Yoga.
Sontak, Meta langsung melihat ke bawah. Tiga buah kancing kemeja milik Kinan benar-benar lepas sampai membuat hampir seluruh dadanya terekspose sempurna. Untung branya tak tampak, tapi tetap saja, itu adalah hal yang memalukan. Namun begitu, Meta tak mungkin berkata jika itu sebuah kesalahan. Calon bosnya ini adalah seseorang yang ingin semuanya serba sempurna. Jika begini ceritanya, tak diterima kerja adalah hal yang lebih baik dari pada dia harus menanggung malu seumur hidup.
"Oh, ini....," kata Meta bingung, antara malu dan harus membuat jawaban secepat kilat. Akhirnya, dia membusungkan dadanya dengan percaya diri. Senyum samar tercetak jelas di wajahnya. "Anda tahu saya adalah perempuan dewasa, jadi saya rasa, hal seperti ini bukanlah hal yang aneh. Apa pertanyaan Anda ingin mempermalukan saya?" kata Meta ketus. Dadanya benar-benar terpacu hebat. Bahkan jika bisa, dia ingin menghilang saat ini juga.
"Oke, kita bahas lamaranmu ini," kata Yoga, mengalihkan topik pembicaraan meski matanya susah untuk teralih pada buah dada yang menggairahkan itu.
"Jadi?" tanya Meta, dia benar-benar berharap ditolak, tidak diterima bekerja di tempat ini. Dia sudah terlanjur malu. Bukan... tapi dia sudah terlanjur mempermalukan dirinya sendiri hari ini!
"Besok Anda sudah mulai bekerja di sini,"
"Apa?"
"Anda harus datang pagi, saya tidak menerima alasan telat karena macet. Anda harus memeriksa dokumen yang akan saya tanda tangani, atur jadwal saya, dan konfirmasi ke saya paling lambat dua hari sebelum hari H. Dan lagi...," jata Yoga terhenti. "Saya harap, Anda lebih memerhatikan cara pakaian Anda saat bekerja di sini."