My Untouchable Wife (Maheswari)

🇮🇩belapati
  • 63
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 516.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - BAB 1

Pagi ini matahari mulai menggeliat menampakkan dirinya. Maheswari yang disuguhkan mimpi Indah harus beranjak bangun dari tidurnya. Seorang wanita yang selalu menjadi alaram paginya sudah mulai memanggil namanya. Dilain sisi ujian semester kuliahnya pagi ini sudah menantinya.

"Heswa...bangun!!!" seru bu Sari dari balik pintu kamarnya.

"hoam.... Iya bu" Heswa membuka mata seraya menguap.

Maheswari Putri Kusuma adalah seorang Mahasiswa semester enam jurusan arsitektur. Hari ini adalah hari terakhir ujian semesternya.

"Pak, hari ini bapak masih dinas?" Tanya bu Sari pada suaminya.

"Iya bu! Ini kan masih hari jum'at." Jawab Pak Hasan sambil memakai kaus kakinya.

"Nanti sore jangan lupa antar ibu belanja ya pak." pinta bu Sari.

"Siap nyonya" ledek pak Hasan mendekati meja makan yang sudah penuh makanan.

"Heswa.. Dara.. Ayo Sarapan" panggil bu Sari agar anak anaknya segera sarapan.

***Waktu mulai menunjukan pukul 07.00 tapi ojol yang dipesan belum juga kelihatan. Heswa tidak ingin hari ini kacau cuma gara gara ojol yang telat. Sekitar 10 menit berlalu akhinya Heswa mendapat Ojol yang dia order. Sesampainya di kampus Heswa bertemu dengan dua sahabtnya yaitu Tia dan Selvi.

"Heswa!! Duduk sini cepet" teriak Tia sambil melambaikan tangannya.

"Untung Kalian udah cariin aku tempat, thanks ya! " Heswa tersenyum semanis mungkin depan kedua sahabatnya.

"Besok jalan yuk!! " Selvi mulai penat dengan semua ujian yang sudah dan akan dijalani.

"Mau kemana dulu? Aku gak mau kaya yang dulu udah siap ujung ujungnya ke mall lagi" gerutu Tia yang suka suasana alam.

Heswa yang sedang asik membaca bukunya diganggu oleh kedua makhluk ini. Belum sempat Heswa menjawab sudah datang dosen beserta kertas Ujian yang menumpuk dikedua tangan dosen itu.

Dua jam berlalu semua Mahasiswa mulai keluar dari ruangan itu termasuk tiga perempuan yang sudah muali beruap otaknya.

"Ayo ke kantin dulu kita beli yang seger seger" rengek Selvi pada kedua sahabatnya.

Mereka bergegas menuju kantin dan kembali keruangan untuk ujian selanjutnya. Karena hari itu hari jum'at jadi semua selesai tepat pukul 11.30.

"akhirnya selesai juga" Heswa mengeluarkan napas lewat mulutnya.

"Eh ya tadi ujiannya..." belum sempat Selvi melanjutkan bicaranya Tia nyamber dari belakangnya.

"Datang kerjakan, Pulang lupakan" ucap Tia memotong langsung pembicaraan Selvi yang belum terima dengan basil kerjanya.

Drrrt...Drrrrt....Drrrt... Hp Heswa bergetar tanda pesan masuk.

Bapak: Heswa, hari ini jangan pulang terlalu sore. Ada yang bapak mau bicarakan. Pesan singkat Pak Hasan membuat Heswa harus bergegas pulang.

Heswa: Bicara soal apa pak? Serius banget kayanya?

Bapak: Iya.. Nanti kita bicarakan di rumah.

Heswa: Iya pak.

"emh aku pulang duluan ya.. Soalny ada urusan." Heswa pamit dan bergegas pergi meninggalkan kedua sahabatnya.

***

Sesampainya dirumah Heswa segera pergi kekamar sembari menunggu bapaknya pulang. Selang dua jam menunggu terdengar suara mobil bapaknya parkir di halaman rumah.Semua anggota keluarga berkumpul di meja makan ada Pak Hasan, bu Sari, Dara (adik Heswa) dan Heswa.

"Heswa, maafkan bapak sebelumnya ya.. Bapak mau menikahkanmu dengan putra teman bapak!" ucap pak Hasan gamblang.

"Lo bapak kok gitu? Kenapa bapak tidak tanya dulu sama aku?" Tanya Heswa penuh kecewa dan amarah.

"Bapak kan tau kondisi aku bagaimana." Heswa memperjelas kondisinya selama ini.

"Bapak tahu betul selama ini kamu masih trauma dengan laki-laki. Tapi bapak tidak mau sampai kamu menyimpang atau bahkan tidak mau menikah. Ini demi masa depanmu Heswa." tegas pak Hasan pada Heswa.

"Heswa...kamu harus bisa melawan ketakutanmu nak" Bu Sari mencoba menenangkan Heswa.

"Kamu ingat dulu ada teman bapak yang sering datang kesini dan mengajak istri bulenya? Anak mereka yang akan dijodohkan denganmu" sambung bu Sari mengenalkan anggota keluarga calon besannya.

"Tapi kan aku belum pernah bertemu anak mereka bu" Heswa menyangkal agar kedua orang tuanya memahami.

"Heswa mereka pernah datang saat meninggalnya mbak Naya (kakak Heswa). Mereka orang baik Heswa." Bu Sari berusaha meyakinkan Heswa.

Air mata Heswa mulai bercucuran seakan tak terima dengan keputusan kedua orang tuanya.

"Besuk mereka akan datang untuk melamarmu. Hanya ada keluarganya saja." jelas Pak Hasan mengarahkan pandangannya ke Heswa yang tertunduk lesu.

Heswa bergegas menuju kamarnya meluapkan semua emosi yang sudah tak terbendung. Dia berteriak sekras mungkin namun wajahnya dibenamkan ke dalam bantal agar teriakannya tak terdengar.

'Kenapa musti aku sih? Bapak kenapa egois banget! Aku belum mau nikah. Kenapa semua semaunya sendiri' Gumam Heswa dalam hati dengan masih terisak. Heswa tak sadar matanya telah terlelap karena lelah menangis.

Tok...tok...Tok...tok bu Sari berusaha membujuk anaknya keluar.

"Heswa.... Sudah malam nak, ayo makan dulu." bu Sari menerobos masuk ke kamar sederhana milik Heswa.

"..." Heswa tak menjawab ibunya.

Bu Sari mulai membelai kepala anaknya yang ditumbuhi rambut hitam dan tebal itu.

"Bangun Heswa... Sekarang sudah malam. Kita makan dulu ya! Nanti kalau gak makan sakit perut loh!" bu Sari berusaha membujuk anaknya.

"Bu... Aku gak mau nikah! Aku gak siap. Aku masih pengen kuliah, Kerja, main sama temen atau

mungkin aku bisa lanjut S2." Heswa berusaha meyakinkan ibunya dengan cita citanya.

"Dia tahu Heswa kamu masih kuliah. Dia juga mau membiayai kuliahmu. Dia siap jika kau mau melanjutkan S2." bu Sari berusaha menceritakan hal baik tentang calon mantunya.

"Apa dia bisa menerima kondisi traumaku?" Heswa berusaha menakuti ibunya dengan hal menakutkan bagi keluarganya.

Bu Sari terdiam sesaat, membelai rambut anaknya yang panjangnya sepunggung itu.

"Bisa... Bapak sudah menceritakan kondisimu!" jelas bu Sari meyakinkan anak gadisnya. Heswa terdiam sejenak. "Dia juga sudah meyakinkan Bapak bahwa dia siap dengan segala kondisimu!!" Tambah Bu Sari sambil mengusap punggung Heswa yang mengganti posisinya.

'Apa benar nanti dia bisa menerima kondisiku saat ini yang masih trauma dengan lawan jenisku' gumam Heswa dalam hati.

***

Acara makan malam yang biasanya begitu hangat sekarang terasa hening dan dingin. Semua mata tertuju pada wajah Heswa yang sembab sebab banyak menangis. Selesai makan mereka melanjutkan aktifitas mereka masing masing. Heswa segera bergegas menuju kamar tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"mbak..." teriak Dara dari balik pintu kamar kakaknya.

"Masuk ra..." sura Heswa terdengar agak serak.

"Mbak, jangan nangis terus. Besok bisa bisa calon mbak dan ortunya kaget lihat mbak kaya gini. Yang aku dengar calon mbak Heswa pengusaha muda, anak dari pemilik usaha Joyoutomo Group." Dara menatap kearah kakaknya dengan penuh penasaran.

"sepertinya begitu Ra..." jawab Heswa dengan wajah datar.

"Emang bener mereka mau berbesan dengan seorang PNS yang pas pasan?" Dara semakin penasaran dengan mereka.

"Kamu tuh kebanyakan nonton sinetron yang gak jelas ra" Heswa mengacak rambut adiknya sembari berjalan menuju arah kaca.

"Mbak nanti kalau mbak nikah aku curhat sama siapa dong? Mbak pasti sibuk dengan keluarga mbak sendiri." Dara tertunduk lesu di pinggir tempat tidur Heswa.

"Kamu kan bisa curhat sama ibu atau bapak Ra" Heswa berusaha menghibur adiknya.

"Mereka terlalu tua mbak. Gak asik kaya mbak kalau diajak curhat" gerutu Dara pada kakak kesayangannya.

Danurdara sekarang masih duduk dibangku SMA kelas 1. Dia begitu mengidolakan kakaknya yang cantik itu. Dia ingin sekali bisa kuliah dan menjadi yang terbaik di sekolah seperti kakaknya. Dara belum siap melihat kakaknya harus terpisah darinya.

"Kamu kan bisa telp atau chat mbak! Ra, kita semua akan baik baik saja seperti biasa." Heswa berusaha meyakinkan dirinya dan Adiknya yang tertunduk lesu.

Heswa meminta adiknya kembali ke kamar dan istirahat untuk mempersiapkan hari esok. Hari yang tak bisa Heswa bayangkan.