Maheswari mengidap haphephobia. Apa itu haphephobia? Haphephobia adalah rasa takut dan kecemasan yang dapat sangat mengganggu kehidupan seseorang yang memilikinya, yang dipicu oleh sentuhan. Tidak sembarang orang yang bisa menyentuhnya. Pengobatan yang paling populer untuk fobia adalah untuk menemui seorang psikolog, psikiater, hipnoterapis. Namun Heswa selalu tidak mau untuk diajak terapi. Dia lebih suka menghabiskan waktunya sendiri di perpustakaan atau kamarnya. Dan setiap Pak Hasan dan Bu Sari mengajaknya untuk ke pskiater selalu saja Heswa mengeluarkan berjuta alasan hingga mereka menyerah.
***
"Klek", Suara pintu kamar mandi terbuka dan Jati keluar dengan menatap Heswa yang duduk di sofa kamar mereka. Suara pintu itu sontak mengagetkan Heswa yang masih meratapi nasib suamnya malam ini.
"Wa, kamu sudah bawa baju gantimu semua? Besok pagi kamu mulai tinggal di rumahku!" Jati merapikan rambutnya. Sepertinya Jati biasa saja dan tidak membahas soal malam pertama mereka.
"Iya mas." Jawab Heswa masih gugup.
"Aku udah mulai lapar. Ayo kita turun sekarang!" Jati berusaha membuat Heswa nyaman dengan keberadaanya.
"Mas, maaf kalau saat ini aku belum bisa menjadi istri yang sesungguhnya buat kamu!" Heswa memberanikan diri mengatakan apa yang telah dipendam sejak akad nikah tadi berlangsung.
"Lihat mataku Heswa jika ingin bicara padaku!" Heswa berusaha menatap mata Jati lagi.
"Iya!" Jawab Heswa singkat.
"Kita turun sekarang ya, aku sedang tidak ingin membahasnya. Aku tidak menuntutmu untuk saat ini. Aku menghormati semua yang ada padamu. Jadi jangan bahas ini lagi!" Jawab Jati dan berjalan menuju pintu. Heswa mengekor di belakang suaminya yang gagah itu.
Mereka berjalan menuju restoran untuk makan malam bersama keluarga. Karena sudah dekat dengan restoran Jati berjalan mengiring Heswa meskipun masih ada jarak.
"Pengantin baru kita ini kok masih malu malu" Bu Grace menggoda kedua anaknya itu.
"Hehehe" Heswa dan Jati tertwa bersama.
"Jangan lupa cepet kasih cucu buat mama!" bu Grace merengek seperti anak lima tahun yang meminta coklat pada orang tuanya.
"Aku dan Heswa juga pengen pacaran dulu ma, kita kan belum pernah pacaran, kasih kita waktu buat pacaran dulu!" Jati mulai ngeles dari permintaan mamanya.
Semua tertawa dengan jawaban dari mulut Jati yang to the point. Pak Hasan hanya bisa menggelengkan kepala karena tak yakin akan bisa cepat mendapat cucu.
Mereka makan bersama diselingi canda tawa yang mereka lemparkan satu sama lain. Apalagi Pak Hasan dan Pak Hermanto yang memang teman sebangku saat sekolah. Sekarang mereka menjadi keluarga yang sesungguhnya.
Saat malam mulai larut dan wajah lelah mereka sudah tidak bisa disembunyikan lagi segera mereka menuju kamar masing masing yang telah disediakan.
"Mas, aku tidur di sofa ya, maaf.."belum selesai Heswa mengatakan unek uneknya Jati memotongnya.
"Biar aku saja yang tidur sofa, kamu tidur di kasur." Jati berjalan santai menuju sofa.
"emhh... Ta-Tapikan mas..!" Jati kembali memotong Heswa yang belum selesai bicara.
"Ssstt, apa kamu mau kita tidur berdua denganku di tempat tidur?" Heswa menggelengkan kepalanya lemas bukannya dia tidak mau, hanya belum siap saja. "Aku kan laki laki sudah biasa tidur di sofa!" Jati menggoda istrinya agar tidak melanjutkan perdebatan mereka.
"Mas...." Heswa memanggil suaminya yang melenggang santai ke sofa.
"Apa?" Jati berbalik sambil menguap dan menutupi mulutnya dengan telapak tangannya.
"Maaf!" Heswa berlalu menuju tempat tidur besar itu dan mengambil selimut besar dan bantal yang berjajar rapi di tempat tidur besar itu. Dia segera menyerahkan perlengkapan tidur untuk Jati yang terpaksa terusir dari tempat tidur dimalam pertamanya.
Mereka berdua tidur di tempat masing masing. Tidak ada canda tawa, obrolan panjang, atau hubungan yanglain seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Karena terlalu lelah mereka tertidur dengan pulasnya.
***
Sepertinya dua minggu ini merupakan minggu minggu yang melelahkan bagi dua keluarga yang sedang berbahagia. Tanpa mereka sadari hampir semua orang bangun kesiangan kecuali Bu Sari yang memang sudah biasa bangun pagi.
"Pak bangun, ayo kita pulang." Bu sari menggoyangkan badan pak Hasan yang masih lemas.
"Hmmh" Pak Hasan masih malas untuk beranjak dari kasur empuk yang sedang memanjakannya.
"Cepet mandi pak, ibu telpon Dara dulu, biar dia bisa siap siap pulang juga." Dara berbeda kamar dengan mereka dan pastinya masih asik molor.
"Halo, Daraaa... Bangun nak, kita mau pulang. Kamu cepetan mandi setelah sarapan kita langsung pulang, jadi bawa semua barang barangmu sekalian." Suara berisik Bu Sari berhasil membangunkan Pak Hasan dan Dara yang berada di sebrang telepon.
"Iya bu... Ini otw mandi." Jawab Dara dengan suaranya yang masih serk.
"Ya udah cepet, jangan tidur lagi. Kalau sampe kamu tidur lagi dan telat nanti ibu tinggal." Ancam bu Sari pada Dara.
"Iyaaaa....." Kali ini Dara mendengus kesal karena ibunya merusak mimpi indahnya.
***
Heswa yang merasa mulai lapar akhirnya membuka matanya dan kaget setelah melihat jam di hpnya menunjukkan angka 08.10. Dia segera bangun dan menuju kamar mandi. Selesai mandi dia melihat suaminya masih terlelap diatas sofa.
"Mas Jati bangun! Sarapan dulu." Heswa berusaha membangunkan Jati dengan mendekat kearah Jati.
"Hemm" Jati hanya berdehem lalu melanjutkan tidurnya.
'Haduh gimana caranya membangunkan Mas Jati kalau begini' gumam Heswa dalam hati. Ponsel Jati bordering dengan nyaringnya. Hingga membangunkan sang empunya.
'Ternyata suara ponsel lebih mempan dari pada suaraku' Heswa menggerutu dalam batinnya.
"......"
"Iya ma!" menjawab telepon yang ternyata mamanya.
"......"
"Iya, aku mandi dulu, Heswa udah bangun kok!" Jati kembali berbicara dan menghadap ke Heswa memastikan istrinya sudah bangun.
Selesai mematikan telp Jati ingin melanjutkan tidurnya namun dicegah Heswa. Heswa meminta segera mandi dan sarapan dulu sebelum pulang.
"Lain kali kalau mau bangunin itu yang mesra. Usap pipiku atau belai aja kepalaku biar aku tahu kamu bangunin aku." Jati tersenyum hangat ke arah istrinya.
"I-iya mas. Tapi kan mas..." Belum selesai Heswa berbicara sudah dipotong lagi oleh Jati.
"BE-LA-JAR bangunin suami yang baik dan benar!" Kali ini cara bicara Jati seperti guru yang sedang mengajari anak didiknya.
Jati segera bersiap siap mandi dengan langkah lemas seperti tak ingin beranjak dari sofa nyamannya.
"Kita pulang setelah shalat jum'at aja ya" Jati mengangkat sebelah alisnya berusaha bernego dengan istrinya.
"Iya mas!" Jawab Heswa singkat sambil merapikan barang barangnya dan barang milik Jati.
Sebenernya hari ini banyak sekali yang memenuhi pikiran Heswa. Bagaimana caranya dia bisa melewati hari harinya saat tinggal dengan suaminya. Sebenarnya hal ini jauh menghantuinya setelah mengetahui bahwa tanggung jawab paska akad nikah itu lebih besar lagi.
Selesai sarapan dan bercengkrama dengan keluarga barunya Heswa kembali kekamar. Dia menunggu suaminya selesai shalat jum'at dan pulang ke rumah Jati. Heswa terus termenung meratapi nasibnya kedepan.