Karena merasa kikuk uluran tangannya diabaikan oleh Heswa, Pak Lukman segera membukukkan sedikit untuk memberikan hormat pada majikan barunya. Pak Lukman menyadari ada yang salah dengan Heswa. Saat mengulurkan tangannya tiba tiba wajah Heswa sedikit panik dan seperti orang yang takut dengan pak Lukman.
"Maaf bu, tadi pagi pak Jati meminta saya mengambil mobil lamanya di rumah pak Hermanto. Kalau ibu mau keluar biar saya yang antar." Jelas Pak Lukman ramah pada Heswa.
"Iya pak. Saya sedang tidak ingin keluar" Heswa bergegas pergi meninggalkan pak Lukman.
Mbak Lastri yang melihat perubahan pada wajah Heswa sedikit heran. Mbak Lastri dan pak Lukman saling bertatapan bingung.
"Bapak kenal mbak Heswa?" Mbak Lastri melempar pertanyaan dengan mengeryitkan dahinya ke arah suaminya itu.
"Tidak bu, bapak juga baru kali ini tahu bu Heswa!" Mbak Lastri yakin kalau suaminya kali ini tidak berbohong.
"Kok kayanya mbak Heswa takut sama bapak?" Mbak Lastri dan pak Lukman sama sama bingung.
***
Heswa mendapatkan e-mail dari beberapa perusahaan mereka meminta Heswa interview dan ada juga yang langsung menerima. Tetapi ada salah satu yang membuat Heswa kaget adalah email dari perusahaan Joyoutomo Group. Pihak perusahaan meminta Heswa mengirim beberapa gambar design untuk keperluan interview.
"Thing" Suara notif chat dari suaminya. Sedikit curiga apa suaminya tahu akan hal ini.
Jati: Tadi aku meninggalkan uang untuk belanja di atas nakas. Kamu belanja sama pak Lukman ya.
Heswa: Boleh sama mbak Lastri aja?
Jati : Mbak Lastri gak bisa bawa mobil.
Heswa: Kan ada motor mas, hemat waktu juga.
Jati: Pak Lukman orang baik sayang. Kamu berangkat belanja sama pak Lukman dan mbak Lastri pakai mobil yang sudah diambil pak Lukman tadi.
Heswa: Iya mas.
Heswa segera menuju arah dapur dan mengajak mbak Lastri serta Pak Lukman belanja. Selama perjalanan dan belanja Heswa hanya mengajak mbak Lastri ngobrol. Baik Pak Lukman dan mbak Lastri merasa aneh dengan sikap Heswa. Tapi Heswa tetap baik dia mentraktir makanan ringan dan kopi untuk Pak Lukman.
***
Sementara di kantor Jati dia tampak tak sabar ingin segera pulang. Dia terus memandang lekat jam tangan yang melingkar dengan gagah ditangannya.
'Huft, kenapa bayangan bentuk itu tidak bisa hilang begitu saja.' Jati senyum senyum sendiri sedari tadi. Rizal yang melihatnya merasa takut jika atasannya itu sudah mulai gila.
"Kau Kenapa Jat?" Akhirnya Rizal bertanya juga.
"Tidak apa apa Zal" Jawabnya enteng.
"Kau mau kemana?" Rizal semakin bingun melihat Jati buru buru keluar ruangan.
"Pulang. Udah waktunya pulang." Teriak Jati lantang.
'Sial, kenapa kurang dua berkas saja malah ditinggal begini' Umpat Rizal kesal kepada Jati.
***
Dirumah Heswa telah selesai membuat design yang diminta. Meski perusahaan memberi waktu sampai tiga hari namun Heswa yakin dengan hasil kerjanya kali ini. Dia juga berusaha merahasiakan dari Jati tentang perihal masuk ke perusahaan.
"Kamu sedang apa?" Tiba tiba suara Jati menggema di seluruh penjuru kamar itu.
"Tidak mas, aku hanya menyiapkan interview untuk magang" Heswa menyodorkan senyum termanisnya pada Jati.
"Ya udah aku mandi dulu. Habis ini kita nonton TV bersama." Heswa mengangguk tanda setuju.
Jati menyelesaikan mandinya dan bergegas menuju ruang TV. Netranya memandang gadis dengan rambut yang terikat acak ke belakang. Jangan lupa leher jenjang Heswa yang selalu menggoda Jati. Baru saja Jati menjatuhkan pantatnya ke sofa bel pintunya berbunyi.
"Maaf pak, ada pak Rizal datang." Mbak Lastri melaporkan kepada Jati tentang kedatangan Rizal yang mendadak. Jati segera menghampiri Rizal di ruang tamu.
"Ada apa Zal? Tumben datang mendadak." Jati menaikan satu alisnya.
"Tanda tangan dulu tuh dua berkas yang kau abaikan tadi." Rizal meletakkan dua map yang tadi belum sempat Jati tanda tangani.
"Ya udah sini." Jati meraih berkas itu lalu menanda tanganinya dengan cepat.
"Gara gara ini aku harus sedikit lembur." Jawab Rizal sedikit ketus.
"Silakan diminum mas tehnya" Heswa menyodorkan dua gelas teh.
"Terima kasih mbak" Rizal tersenyum manis.
"Jangan genit sama istri boss!" Jati sedikit kesal melihat senyum Rizal yang tergambar manis di wajahnya.
"Dia siapa mas?" Heswa berbisik lirih ke telinga Jati.
"Heswa, ini Rizal Wibisono asistenku dan Rizal ini Heswa istriku." Jati memperkenalkan mereka.
Jati meminta agar Heswa bersalaman dengan Rizal. Heswa meraih tangan Rizal agak ragu.
Sebenarnya Rizal sudah tahu Heswa. Rizal selalu mendampingi Jati dimana pun, bahkan saat Jati menikah Rizal juga yang sibuk mengurus semuanya.
"Aku masuk ya mas!! Silakan diminum tehnya" Heswa kembali ke ruang TV melanjutkan nonton filmnya.
"Sudah tidak ada hal penting lagi kan? Kau bisa pulang sekarang" Jati mulai terusik dengan kedatangan Rizal.
"Ya ampun boss!! Berilah aku waktu sebentar untuk istirahat. Kau pikir ini tadi keteledoran siapa?" Rizal mulai berani menyalahkan bossnya.
"Kau..."Jati belum sempat menyelesaikan kalimat ancamannya namun Rizal sudah berlari menuju mobilnya.
Jati kembali menghampiri Heswa yang tertawa lepas menonton film komedi. Menurut Jati Heswa terlihat begitu menggemaskan saat dia tertawa.
"Kamu makan apa?" Jati merampas potato chips yang Heswa dekap sedari tadi.
"Iiihh Mas.." Kali ini Heswa mengerucutkan bibirnya beberapa centi. Dia begitu kesal dengan tingkah suaminya.
"Pak Lukman, besok tolong ganti oli mobilnya." Jati melihat Pak Lukman yang sedang mengambil air minum di dapur.
"Bukannya mobil itu tidak pernah dipakai pak?" Pak Lukman mulai mendekat.
"Mama sering pakai kalau pergi keluar kota." Tegas Jati.
"Baik pak." Pak Lukman hendak beranjak dari tempatnya.
"Pak Lukman" Panggil Heswa gugup.
"Iya bu.." Pak Lukman menundukkan kepalanya.
"Maafkan sikap saya tadi ya. Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya punya fobia bersentuhan dengan lawan jenis." Heswa berusaha meleburkan ketidak nyamanannya dengan pak Lukman.
"Iya bu, tidak apa apa. Saya mengerti" Pak Lukman tersenyum lega.
"Panggil mbak Heswa saja pak!" Heswa kurang suka dengan panggilan bu atau nyonya.
"Iya mbak!" Pak Lukman mencoba mengulanginya.
"Coba sekarang kamu salaman sama pak Lukman." Jati ingin melatih Heswa supaya tidak kaku lagi bila menghadapi orang baru.
Melihat Heswa dan Pak Lukman berslaman Jati merasa senang. Ternyat tindakan Jati selama ini mulai membuahkan hasil.
"Pak, mbak, makan malamnya sudah siap" Mbak Lastri mengahampiri mereka. Pasangan itu segera menuju ruang makan yng letaknya hanya bersebrangan.
***
Grup Tiga Srikandi
Selvi: Kalian juga mendapat email dari Joyoutomo juga?
Tia: Iya..mereka memberikan tes membuat design.
Heswa: Iya, aku sudah mengirimkan design-ku.
Tia: Aku masih proses pembuatan.
Selvi: oke lah, mari kita bersaing secara sehat.
Heswa: Siapa takut.
Tia: Ok. Semoga ada jalan untuk kita bertiga.
Mereka mengakhiri chat grupnya dengan persaingan ketat. Baik Heswa, Tia, dan Selvi akan bersaing secara sehat dan tanpa bantuan orang dalam. Heswa kembali meletakkan ponselnya diatas nakas.
"Kamu rencananya magang di mana?" Jati memancing Heswa dengan pertanyaan tentang magang. Siapa tahu dia bisa meminta istrinya masuk keperusahaannya.
"Belum tahu mas. Aku dan teman temanku sudah memasukkan lamaran ke beberapa perusahaan." Jelas Heswa sedikit lesu karena kurang percaya diri.
"Apa kamu juga memasukkan ke perusahaan kita?" Jati mulai kepo.
"Mas misalkan aku memaukkan lamaran ke sana, mas Jati jangan ikut campur ya! Aku ingin tahu kemampuanku sendiri mas. Satu lagi misal aku masuk ke perusahaan Joyoutomo jangan sampai ada tahu setatusku adalah istri boss. Kalau sampai mas Jati meminta karyawan mas menerimaku tidak sesuai SOP, aku bakalan pulang ke rumah bapak selama satu bulan." Kali ini Heswa mulai berani mengancam Jati.
"Ok, Aku janji!" Jati bersumpah di depan Heswa sambil mengacungkan kedua jarinya. Sebenarnya dia sedikit kecewa karena gagal meminta Heswa masuk ke perusahaannya langsung. Namun dia juga senang karena Heswa ternyata wanita yang bertanggung jawab atas dirinya dan masa depannya.
"Heswa..." Jati memanggil istrinya mesra.
"Hmmm" Heswa berbalik melihat kearah suaminya.
"Boleh cium kening?" Jati mulai berani meminta lebih.
"Nope!!" Heswa terkekeh melihat wajah Jati yang kecewa. "Bercanda mas, ya pasti boleh dong. Kamu kan suamiku." Heswa tak tahan melihat wajah Jati yang kecewa.
"Cup" Heswa menutup matanya kala Jati mengecup keningnya. Jantungnya terasa berhenti sejenak.
"Mulai sekarang kalau kita mau tidur, bangun tidur dan tiap aku berangkat kerja aku akan melakukannya." Heswa tertunduk malu dan mulai memngigit bibir bawahnya lagi karena merasa gugup dan takut.
"Jangan gigit bibirmu begitu, itu membuatku tidak nyaman!" Jati mendekatkan wajahnya ke wajah Heswa. Hidung mereka hampir saja saling bersentuhan sampai akhirnya Heswa memalingkan wajahnya yang mulai memerah.
"Mas, maaf ya. Sudah hampir dua minggu kita menikah tapi aku belum bisa menjadi istri yang sesungguhnya." Heswa membenamkan kepalanya di bantal.
"Sudahlah, kita lakukan saja pelan pelan. Aku janji tidak akan memaksa kamu." Jati meyakinkan istrinya dengan menatap lekat kedua mata Heswa.
"Apa kamu sudah mengantuk?" Heswa menggelengkan kepalanya. "Mau pergi jalan jalan malam?" Jati mengulurkan tangannya.
"Kita mau kemana mas?" Heswa meraih tangan Jati.
"Wisata kuliner malam" mereka beranjak dari tempat tidur.
"Mas yakin masih bisa makan?" Tanya Heswa heran.
"Kita jajan aja. Beli martabak telur atau beli martabak manis" Heswa mengangguk antusias.
Jati melajukan mobilnya ke tempat jajanan yang biasa buka pada malam hari. Kali ini mobil Jati berhenti di tempat yang seperti pasar pada malam hari. Banyak sekali penjual yang berjajar menjajakan makanannya.
"Kita beli martabak telur aja ya" Jati bertanya kepada Heswa sambil menganngkat sebelah alisnya.
"Iya mas."
"Kamu mau Daging, Ayam atau sosis?" Heswa sedikit bingung.
"Daging aja deh mas" Jati mengangguk setuju.
"Pak, martabak isi daging spesial satu." Jati memesan kepada pemilik kedai.
"Iya mas, di tunggu ya" dengan sigap pemilik kedai membuatkan pesanan Jati.
Setelah menunggu sedikit lama pesanan mereka sudah siap. Jati segera membayar dan kembali ke mobilnya.
"Wah.. harum banget baunya..."Heswa menciumi kardus yang sedang dia pegang.
"Kita cari tempat buat makan." Heswa mengeryitkan dahinya.
"Kita gak makan di rumah mas?" Jati menggelengkan kepalanya.
"Nah, di pinggir taman itu saja" Jati menunjuk kearah taman kiri jalan yang masih agak ramai.
Mereka menikmati martabak di dalam mobil. Layaknya pasangan yang baru pacaran dan tidak tahu harus kemana. Jati dan Heswa menikmati martabak yang hangat itu. Begitu merasa puas mereka pulang kerumah dengan perut kenyang.
"Terima kasih mas, udah ajak aku merasakan kencan kedua setelah agenda belanja kita waktu itu. Baru kali ini aku merasakan kencan yang seperti orang lain rasakan" Jati terkekeh mendengar ucapan Heswa. Istrinya begitu mempesona saat dia merasa malu. Kadang dia merasa Heswa mirip dengan kelinci yang kecil imut namun susah untuk di pegang.