Saat mendengar pertanyaan itu dari perempuan yang meneleponnya, Ji Hanjiang langsung merasa heran. Ia bertanya-tanya dalam pikirannya, 'Malam ini?''
Ji Hanjiang bersandar pada pintu mobilnya. Tangannya mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakan korek api. Kepalanya mendongak melihat ke arah jendela apartemen Yan Yiren.
Terlihat lampu ruang tamu Yan Yiren masih menyala, namun tidak ada alasan baginya untuk ke sana.
"Hanjiang, kenapa kau diam saja?" Gumam perlahan perempuan yang meneleponnya itu.
Kemudian ia menghirup rokok dan menghembuskan asap yang sangat tebal sambil kembali sadar dari lamunannya. Setelah membuang dan menginjak putung rokok itu, barulah ia menjawab, "Tunggu aku."
*****
Di dalam kamarnya, Yan Yiren baru saja selesai mandi. Sesampainya di jendela, ia berencana untuk menutup tirai jendelanya. Saat menoleh ke bawah, ia bisa melihat mobil Ji Hanjiang sudah tidak ada di tempat.
'Hmmm Ji Hanjiang sudah pergi?' Pikirnya.
Kalau dipikir-pikir, pada akhirnya ini adalah kesalahan dirinya menjadi seorang kekasih yang selalu menjaga pertahanan sampai akhir.
Supaya keadaan menjadi nyaman, Yan Yiren mengirim pesan pada Ji Hanjiang.
Hanjiang, hati-hati di jalan. Selamat malam.
*****
Di jalanan malam ini sebuah mobil hitam Maybach melaju kencang di jalanan. Tampaknya Ji Hanjiang sedang menyetir dengan serius, terlihat dari rahang bawahnya yang tegang mengencang. Ketika pesan itu masuk, ia langsung membuka.
Ia memperlambat laju mobilnya lalu menghentikanya di pinggir jalan. Jika seperti ini, biasanya ia akan menyalakan rokok.
Ia juga membalas pesan Yan Yiren.
Selamat malam, Yiren.
Ji Hanjiang ternyata seorang perokok berat. Sambil menunggu, ia bisa menghabiskan beberapa batang rokok. Putung rokok pun berserakan di luar jendela.
Sampai akhirnya, ponselnya berdering lagi saat keheningan tengah malam, hal itu menggodanya untuk melanjutkan perjalanan.
Mobil hitam Maybach pun meluncur kencang seperti anak panah.
*****
"Hanjiang, kau datang!"
Seorang gadis ternyata menyambutnya dengan hangat.
Ji Hanjiang melirik gadis itu sambil tersenyum. Sayangnya Ji Hanjiang hanya berjalan melewati gadis itu menuju sofa.
Setelah menutup pintu, gadis itu ikut duduk di sofa bersama Ji Hanjiang, "Hanjiang, mau minum?"
Ji Hanjiang menyipitkan mata. Aroma asap rokok yang pekat tidak membuat si gadis ini merasa jijik padanya, malah semakin menyukainya.
Caranya merokok membuat orang lain ingin memiliki dirinya.
"Baiklah, aku tuangkan satu gelas untukmu."
Ji Hanjiang langsung menarik tubuh gadis itu dalam pelukannya, "Sejak kapan kau begitu peduli denganku?"
Si gadis tersenyum centil. Belum juga ia bicara, Ji Hanjiang memerintahkannya, "Berlutut!"
Gadis itu tertegun, kemudian berlutut dengan patuh…
*****
Di sebuah ruangan yang indah.
Setelah urusannya selesai, Ji Hanjiang meninggalkan ruangan itu tanpa ragu.
Bersamaan dengan itu, malam ini, terlihat seorang gadis berdiri di dekat jendela kaca sambil menyalakan rokok. Ia melihat seorang pria pergi mengendarai mobil.
Seketika hatinya terasa cemas.
Sebaliknya, setelah menerima balasan pesan dari Ji Hanjiang, Yan Yiren bisa tidur dengan nyenyak.
*****
Keesokan harinya pada pukul setengah sembilan, Yan Yiren bersiap untuk berangkat kerja.
Sesampainya di lantai bawah, ia melihat mobil hitam Maybach yang dikenalnya sedang parkir di sana.
Melihat kekasihnya sudah muncul, Ji Hanjiang membuka pintu mobil. Ia keluar dengan membawa buket bunga mawar yang cantik.
"Selamat pagi, Nona Yan Yirenku yang manis." Ucapnya sambil memberikan bunga itu ke tangan Yan Yiren, "Ini, kuberikan mawar cantik untuk orang yang cantik."
Dengan mudahnya Yan Yiren tertawa senang dan memeluk buket bunga itu, "Kau pergi ke toko bunga pagi-pagi sekali?"
"Demi orang cantik, tentu aku harus mau berusaha."
Yan Yiren tersenyum riang, "Aku sangat suka ini."
"Aku senang mendengarnya." Ji Hanjiang menarik tangan Yan Yiren, lalu mencium punggung tangan Yan Yiren.
Saat di dalam mobil, Ji Hanjiang memberi bubur buatan pelayannya untuk Yan Yiren. "Aku tahu kau selalu berantakan tiap mau berangkat, jadi aku bawakan kau sarapan."
Yan Yiren menunduk, menolak kotak makan berisi bubur itu.
Dan itu mengubah ekspresi Ji Hanjiang dengan bingung, "Kenapa?"