•-----•
Siapa bilang, setelah menikah semuanya akan berjalan lancar? Justru itu masuk dalam fase di mana keduanya belajar dewasa. Akan banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah atau kejadian tersebut. Oleh sebab itu, ketika sudah menikah dibutuhkan kerjasama untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Mari kita simak kisah keluarga Jeffry yang kini sudah dipanggil 'Mas' oleh Khuma, sang istri.
Akankah keduanya bisa menyatukan dua kepala yang memiliki perbedaan mau pun pendapat lain?
•
•
•
•-----•
"Sayang, maaf ya mas jemput kamunya telat. Bisa tunggu setengah jam lagi?"
Jeffry sedang menyetir mobil di tengah derasnya hujan kota Jakarta. Dia terjebak kemacetan yang cukup signifikan. Ditambah banyaknya genangan air pada jalan raya yang Jeffry lewati.
Seharusnya Jeffry sudah tiba di kampus sang istri --Khuma, beberapa menit lalu. Ya, Khuma sudah memulai aktifitasnya yaitu melanjutkan S2 untuk mendapat gelar profesinya.
[Iya mas nggak apa-apa. Aku bisa nunggu di perpustakaan. Kamu hati-hati dijalan ya, jangan ngebut.]
"Maaf ya sayang.. ini macet banget. Mas mau muter arah pun susah. Sabar ya..."
Sebenarnya bisa saja Khuma pulang sendiri menggunakan aplikasi ojek online. Tapi, namanya juga Jeffry... dia tidak ingin sang istri berboncengan dengan laki-laki lain selain muhrim dan mahromnya.
[Iya mas. Ya udah matiin hpnya. Ini lagi ujan, dan kamu nyetir. Assalamu'alaikum.]
"Wa'alaikumsalam..."
Jeffry meletakkan ponselnya di kursi penumpang. Dia mengusap wajahnya kasar, lalu menyisir rambutnya dengan jari ke belakang.
"Kapan hujannya berhenti? Saya mau jemput istri saya. Kasian dia udah nunggu lama," gumamnya.
Sedangkan di sisi lain, Khuma sedang membaca buku-buku panduan tentang psikologi anak. Di tangan kanannya, seperti biasa dia memainkan cetekan pena. Tanpa sengaja Khuma menjatuhkannya. Saat hendak diambil, sudah ada sebuah tangan yang menyodorkan pena tersebut.
"Arnan?" Khuma sedikit terkejut. "Makasih ya..."
Laki-laki bernama Arnan tersebut mengangguk dan tersenyum, lalu memberikan pena warna biru kepada Khuma. "Belum pulang?"
Khuma menggelengkan kepalanya. "Mas Jeffry masih dijalan, kejebak macet. Masih ujan kan ya di luar?"
"Iya masih lumayan deres ujannya. Pasti banjir di mana-mana makanya suami kamu kejebak macet."
"Kayaknya iya, Nan. Kamu sendiri belum pulang?" tanya Khuma yang melirik sekitar dan ternyata masih banyak mahasiswa/i yang ada di ruangan tersebut.
Arnan pun juga masih berdiri di samping meja yang Khuma gunakan untuk membaca buku. Dia ingin duduk tapi agak tidak enak, sebab status Khuma yang sudah menikah.
Memang, Arnan tak tahu banyak mengenai hal tersebut. Tapi dia tahu, kalau berinteraksi dengan perempuan yang sudah menikah itu ada batasannya. Jadi Arnan memilih menjaga jarak dengan Khuma.
"Belum, masih ada mata kuliah nanti sore. Ya udah kalau gitu aku duduk di sana ya. Lanjutin aja bacanya, assalamu'alaikum..."
Arnan memilih meja yang cukup jauh dari Khuma berada. Ini demi kepentingan bersama. Ya, bersama.
Setelah menjawab salam dari Arnan, Khuma pun melanjutkan aktifitasnya yaitu membaca buku.
Khuma dan Arnan ternyata berada di Universitas yang sama. Bedanya adalah, Arnan mahasiswa S1 semester akhir dan Khuma mahasiswi S2 semester awal.
Pernikahan Khuma dan Jeffry sudah masuk satu bulan. Saat ini untuk pertama kalinya Khuma menjalankan ibadah puasa dengan ditemani seorang suami --Jeffry.
Sejauh ini, pernikahan mereka baik-baik saja. Ditambah Jeffry dan Khuma dalam tahap berpacaran setelah menikah, jadi masih dalam mode lovely bird di mana-mana.
Walau terkadang Khuma masih agak malu-malu saat skinship atau bertatapan langsung dengan Jeffry, tapi itulah yang membuat Jeffry semakin gemas pada istrinya itu. Ada saja kelakuan malu-malu Khuma yang membuat Jeffry selalu mengingatnya.
•-----•
Sebuah mobil warna merah tiba di parkiran kampus. Jeffry langsung bergegas menuju perpustakaan yang Khuma maksud tadi. Jelas saja dia tahu di mana letak ruangan tersebut, sebab dia adalah alumni Universitas itu.
Bahkan sampai satpam yang menjaga parkiran pun, sempat menyapa Jeffry sebelum laki-laki itu sedikit berlari ke arah perpustakaan.
"Assalamu'alaikum, maaf ya sayang nunggu lama..." ucap Jeffry dengan napas yang sedikit terengah.
Khuma yang menyadarinya pun langsung menautkan kedua alis matanya. "Wa'alaikumsalam. Kamu abis lari-larian ya? Atau ujan-ujanan?"
"Nggak kok, ujannya udah berhenti."
"Itu kenapa sampe basah jidatnya?" Khuma menunjuk ke arah dahi suaminya itu.
Jeffry mengusap dahinya sendiri. "Oh ini, abis maraton tadi," jawabnya sekenanya sambil terkekeh.
"Udah nggak ada kelas? Yuk pulang. Mas laper nih, tapi maunya makan masakan kamu," lanjutnya.
Khuma dibuat tersipu malu, ada saja ucapan Jeffry yang membuatnya merasa berbunga-bunga.
"Mas bisa aja. Emang nggak makan di kantor?" Detik berikutnya Khuma menepuk dahinya pelan. "Astagfirullah, maaf mas. Aku lupa nyiapin bekel makan siangnya ya..."
Jeffry tersenyum. "Nggak apa-apa sayang, mas ngerti kok. Kamu ada kuis tadi pagi jadinya buru-buru."
"Besok udah puasa, ayo pulang siap-siap teraweh bareng ya."
"Maafin aku ya mas. Ya udah, sebagai gantinya nanti aku masakin makanan kesukaan kamu. Yuk kita pulang, nanti terawehnya di masjid deket rumah bunda ya. Aku kangen..."
Jeffry mengangguk. "Iya sayang..."
Khuma merapikan semua barang-barangnya dan menggandeng lengan kekar suaminya itu. Bagi Khuma, inilah nikmatnya berpacaran dikala sudah halal. Jadi, mau berpelukan pun diperbolehkan.
Sedangkan Jeffry malah senyam-senyum sendiri melihat tingkah sang istri yang bergelendotan di tangannya. Dia senang karena Khuma sudah tidak malu-malu lagi saat skinship dengannya.
Namun, di sisi lain --lebih tepatnya di kursi ke empat dari kanan meja yang Khuma tempati tadi, ada Arnan yang melihat kemesraan pengantin baru itu. Tapi tetap saja terukir sebuah senyuman di wajah tampannya itu.
"Semoga kamu bahagia Khuma," gumam Arnan.
Tiba-tiba saja percakapan dia dengan Aisyah beberapa hari sebelum pernikahan Jeffry dan Khuma melintas begitu saja.
"Aisyah, jangan kayak gini. Kamu berhak bahagia terlepas dari Jeffry yang nggak milih kamu."
Arnan masih setia menemani Aisyah pada hari kedua wanita itu dirawat di rumah sakit.
"Kamu nggak tau gimana perasaan aku, Nan. Gimana rasanya disaat kamu mencintai dia sejak lama, mencoba menjadi seseorang yang dia cintai. Tapi nggak ada satu pun usaha kamu yang dia liat...
... rasanya sakit, Nan."
Aisyah kembali berlinang air mata. Sudah dua hari dia sering melamun. Bahkan makan pun tak mau. Membuat Arnan sedikit frustasi dengan sikap wanita itu.
"Tapi yang namanya cinta itu nggak bisa dipaksain, Aisyah. Jeffry udah nentuin pendamping hidupnya. Jadi kamu harus bisa melupakan dia..."
Arnan menjeda ucapannya beberapa detik.
"... Apa kamu nggak mikirin gimana perasaan aku? Aku cuma dijadiin pelarian kamu aja. Tapi aku mencoba buat berdamai. Jadi kamu juga bisa, Aisyah."
"Nggak akan! Aku cuma mau Jeffry! Kita liat aja nanti, sejauh mana rencana pernikahan mereka bisa berjalan!" ancam Aisyah tanpa memikirkan akibatnya.
Arnan sebenarnya sedikit was-was dengan sifat dan sikap Aisyah yang tidak mau mengalah. Apalagi tak menerima kekalahan. Wanita itu bisa berbuat apa saja untuk memenuhi inginnya. Arnan khawatir dengan Khuma.
"Inget Aisyah! Kalau kamu nekat berbuat macam-macam, aku nggak akan tinggal diam! Mereka berdua akan menikah lusa." Arnan mengancam balik agar Aisyah tidak berbuat yang aneh-aneh.
Namun, kenyataannya adalah Aisyah benar-benar tidak melakukan apa pun. Sampai pada hari pernikahan Jeffry dan Khuma, Aisyah tak menunjukkan batang hidungnya di acara akad maupun resepsinya.
Akankah Aisyah sudah menyerah pada obsesinya terhadap Jeffry?
•-----•