•-----•
Kecewa itu seperlunya saja. Sebab yang rugi bukan orang lain, tapi diri sendiri.
•-----•
Pagi ini, cuaca cukup bersahabat. Matahari yang mulai bersinar, terlihat dari cahayanya menyelinap masuk memalui celah gorden kamar pasangan suami-istri —masih terlelap di atas ranjang.
Merasa terusik, sang suami mengerjapkan matanya dan terbangun. Satu tangan yang melingkar di pinggang istrinya itu dengan cepat dia tarik kembali.
"Astaghfirullah, kasian Jeju," monolognya sedikit terkejut.
Sehabis salat Shubuh, Jeffry diminta tidur kembali oleh Khuma. Katanya itu permintaan si Jeju, nama panggilan calon bayi yang tengah Khuma kandung. Alhasil, daripada nantinya Jeju ileran karena ngidamnya tak terpenuhi Jeffry pun mengiyakan.
Jeffry mengelus pelan perut Khuma yang masih rata. Jelas, sebab kehamilannya baru masuk usia dua bulan. Dan selama itu pula, mengajak Jeju bicara sudah menjadi rutinitas Jeffry setiap pagi.
"Assalamu'alaikum, Jeju. Apa kabar kamu hari ini di dalam sana? Hm?...
... kerjasama sama bunda ya. Jangan buat bunda ngejauhin abi lagi, kita kan partner."
Seperti itulah kurang lebih percakapan antara Jeffry dan calon buah hatinya itu. Ada kebahagiaan tersendiri bagi calon Ayah itu saat mengajak bicara Jeju, walau belum ada respon darinya.
Merasa terusik, Khuma mengerjapkan matanya dan tersenyum simpul kala penglihatannya menangkap sosok Jeffry —suami yang dia cintai setiap detiknya itu.
"Pagi bunsay..." sapa Jeffry dengan senyum yang terukir di wajah tampannya.
Khuma memejamkan matanya sebentar. "Pagi sayang..."
Mendengar kata sayang yang jarang Khuma ucapkan untuk dirinya, membuat pipi Jeffry bersemu merah. Sesederhana itu kebahagiaan Jeffry.
"Bunsay mau sarapan apa? Biar abi buatin," tanya Jeffry sambil mengelus pipi kanan Khuma dengan lembut.
Khuma menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mau sarapan mas. Tapi —"
Jeffry diam, menunggu kalimat lanjutan yang akan diucapkan oleh istrinya itu.
"—aku mau itu mas..."
Menautkan kedua alis mata. "Itu? Itu apa sayang?"
"Mas... aku malu bilangnya."
Hah? Apa maksud Khuma? Jujur, Jeffry tak bisa menebak inginnya sang istri. Tapi, kalau tidak dijawab yang ada Khuma akan merajuk. Pastinya lebih repot daripada ngidamnya yang aneh-aneh bin ajaib itu.
"Mau sekuteng lagi?" tebak Jeffry sekenanya.
Khuma menggelengkan kepalanya. "Mau itu mas..."
"Apa sayang? Mau apa? Mas turutin, tapi bilangnya yang jelas ya bun..."
"Aku mau sarapan sama Arnan."
Jederrr! Seperti tersambar petir. Khuma mulai lagi dengan ngidam menyebalkannya itu. Bagaimana bisa disaat ada suami yang siaga menjaganya tapi Khuma malah lebih memilih untuk bertemu dengan Arnan?
Jeffry tak menjawab ucapan Khuma. Dia terdiam lalu mengubah posisinya menjadi memunggungi Khuma. Bagi Jeffry, apa pun asal bukan itu akan dia lakukan. Ya, Jeffry cemburu.
Melihat itu, Khuma mengubah ekspresinya menjadi sedih. "Nggak boleh lagi ya? Udah dua bulan mas, tapi kamu nggak nurutin yang satu itu."
Khuma masih tak paham kalau sang suami tengah merajuk. Siapa yang tidak cemburu melihat istrinya sendiri membicarakan laki-laki lain? Walau sekali pun karena ngidam.
"Mas... boleh yaaa? Sekaliiiii ajaaaa..." rayu Khuma sambil memeluk Jeffry dari belakang.
Bukannya menjawab, Jeffry malah beranjak dari tidurnya dan otomatis pelukan Khuma terlepas. Oh astaga, Jeffry benar-benar cemburu. Entah mengapa, perasaannya kini menjadi sensitif seperti Khuma pada awal minggu diketahui hamil.
Jeffry melenggang pergi dari hadapan Khuma tanpa berkata apa-apa. Dia butuh air dingin untuk mendinginkan pikirannya. Daripada tetap di kamar, yang ada Jeffry bisa saja membentak sang istri karena tidak mengizinkan sarapan dengan Arnan.
Sebenarnya Jeffry tak masalah, toh Arnan dan Aisyah sudah menikah. Jeffry juga sudah menganggap Arnan sebagai teman. Tapi, sekali lagi Jeffry tak paham dengan perasaannya yang lebih sensitif ini.
"Maaaas... kamu mau ke mana?" teriak Khuma dari dalam kamar.
"Padahal cuma mau makan bareng, kan bisa aja ajak kak Aisyah juga. Mas juga bisa ikut," gumam Khuma.
Allahuakbar! Seharusnya Khuma bilang seperti itu ke Jeffry. Lihat, suaminya itu sekarang lagi uring-uringan sendiri di dapur.
"Kok saya kesel ya? Saya nggak suka Khuma nyebut-nyebut nama Arnan. Saya cemburu?" monolognya.
Apakah Jeffry ikut kecipratan ngidamnya Khuma? Biasanya Khuma yang akan sensitif soal perasaan, tapi sekarang malah Jeffry.
Menghela napas pasrah, Jeffry menelungkupkan wajahnya di atas meja makan. Dia benar-benar harus membuang egonya kali ini. Bagaimana kalau nanti Jeju ileran karena keinginan istrinya itu tak dipenuhi?
Dengan berat hati, Jeffry beranjak dari duduknya dan kembali ke kamar. Namun saat tiba di ambang pintu, dia melihat Khuma tengah kembali tertidur dengan menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.
Jeffry menghampiri Khuma dan duduk di tepi ranjang. "Bun... ini sekali aja ya. Lain kali ngidamnya jangan yang aneh-aneh kayak gini."
Tak ada jawaban dari Khuma. Jeffry berpikir kalau istrinya itu sedang merajuk. Padahal Khuma tertidur pulas. Benar-benar ibu hamil satu itu. Ada-ada saja.
"Sayang... kamu marah sama mas?...
... maaf ya, mas nggak bermaksud egois. Tapi gimana? Mas kan cemburu."
Jeffry mencoba menekan gengsinya dengan mengatakan kalau dia cemburu. Menit berikutnya Jeffry menyadari kalau Khuma tak merespon ucapannya pun langsung menyibak selimut yang menutupi wajah istrinya itu.
"Ya Allah... pantesan anteng. Ternyata tidur lagi," gumam Jeffry sambil tersenyum simpul.
Satu tangan Jeffry ulurkan mengusap pelan pucuk kepala Khuma. Dikecupnya kening sang istri, lalu berbisik, "pas bangun nanti. Semoga kamu lupa sama ngidamnya ya sayang... aamiin."
•-----•
"Fath, kamu nggak bosen apa di kamar terus seminggu ini? Keluar cuma kalau ke kantor, terus makan," protes bunda Fatmah yang pusing dengan tingkah putranya itu.
Fathan terdiam, matanya tetap fokus pada layar komputer yang ada di atas meja kerja di kamarnya.
Bunda Fatmah menggeleng pelan melihat Fathan. Lalu menghela napas pasrah. "Bunda udah masak makanan kesukaan kamu. Kalau udah selesai sama kerjaannya, keluar kamar ya. Bunda tunggu..."
Selepas kepergian bunda Fatmah dari kamar, Fathan mengembuskan napas pelan. Lalu memijat dahinya karena pusing.
"Maafin Fathan, bun. Nggak bermaksud buat bunda pusing sama anak bunda satu ini. Tapi Fathan masih galau bun," rengek Fathan dalam diam.
Kini ekspresi Fathan sangat menyedihkan. Wajah memelas, dan terlihat pasrah itu sungguh membuat siapa pun yang melihatnya akan berpikir dia sedang mengalami patah hati. Tapi, memang benar. Sebab dia ditinggal menikah oleh Aisyah —wanita pujaan hatinya.
"Aisyah... kenapa kamu malah milih Arnan? Apa kurangnya aku buat kamu?" gumam Fathan.
Tepat minggu lalu, Arnan dan Aisyah melangsungkan pernikahan. Setelah lebaran, mereka memutuskan untuk saling melengkapi sehidup semati. Resepsi yang tak terlalu mewah, tapi sangat khusyuk sebab dihadiri oleh orang-orang terdekat dan tercinta dari mereka berdua.
Bahkan Jeffry dan Khuma datang saat itu. Momen itu pun menjadi kesempatan untuk Aisyah meminta maaf pada Khuma dan Jeffry atas sikapnya selama ini.
Lalu bagaimana dengan Fathan? Laki-laki itu hadir, tapi tak sendirian. Dia datang bersama rekan kerja Jeffry yang tempo hari sempat ingin Jeffry kenalkan pada Fathan.
Awalnya Fathan menolak, tapi atas bujukan wanita hamil —Khuma, Fathan tak bisa menolak. Dia tak ingin keponakannya nanti ileran. The power of ibu hamil, memang.
Ternyata tak hanya sampai disitu peretemuan Fathan dengan wanita yang Jeffry kenalkan. Seperti sekarang, perkenalkan Nabila Ariyani Salsabila.
Wanita berparas manis, dengan lesung di pipi kanannya itu sedang bertamu ke kediaman keluarga Fathan. Nabila sudah menunggu Fathan sejak tiga puluh menit lalu. Maka dari itu bunda Fatmah sampai menghampiri putranya. Alasannya untuk menemui Nabila sebentar.
Nabila bukanlah wanita pemaksa apalagi yang suka mencari-cari perhatian laki-laki. Tapi, kunjungan dia ini adalah atas permintaan Ibu boss di mana dia bekerja.
Siapa lagi kalau bukan Khumayroh —istri Bapak boss Jeffry.
Khuma sengaja meminta Nabila untuk ke rumahnya, dengan alasan menyerahkan proposal penting yang harus ditandatangani oleh Fathan selaku rekan bisnis Jeffry.
Mau tak mau Nabila ada di sini sekarang. Di rumah Fathan dengan perasaan gelisah dan juga tak enak hati. Sebab, dia sudah menunggu lama.
"Maaf ya nak, Nabila. Fathannya masih sibuk sama kerjaannya. Susah diganggu..." ucap bunda Fatmah.
Nabila mengangguk dan berusaha tersenyum. "Iya nggak apa-apa, bu. Saya bisa menunggu."
"Kalau boleh bunda tau, atas permintaan siapa nak Nabila ke sini?"
"Tadi pagi, saya mendapat telepon dari ibu boss —ah maksud saya ibu Khuma untuk mendapatkan tandatangan pak Fathan di rumah ini. Karena pak Fathan sudah dua hari nggak ke kantor kata bu Khuma," jawab Nabila.
Bunda Fatmah langsung tersenyum. Ia sudah bisa menebak, pasti ini hanya akal-akalan Khuma saja. Agar Fathan dan Nabila menjadi dekat.
"Ya udah, nak Nabila tunggu aja ya. Bunda tinggal ke dapur sebentar," ucap bunda Fatmah lalu meninggalkan Nabila sendirian di ruang tamu.
Beberapa menit kemudian.
"Ada apa kamu ke sini?" tanya Fathan tiba-tiba.
Tak terdengar suara langkah kaki, Fathan muncul dari balik dinding dekat tangga menuju kamarnya. Tentu saja membuat Nabila terkejut.
"Astaghfirullah," ucapnya lalu menoleh membuat hijab syar'inya bergerak-gerak.
Nabila beranjak dari duduknya. "Maaf pak, saya menganggu. Ini ada proposal yang harus ditandatangani." Wanita itu menyodorkan map berwarna biru pada Fathan.
Fathan menerimanya lalu duduk di sofa seberang Nabila dengan menyilangkan satu kakinya. Dia membuka map tersebut dan terkejut dengan isinya. Ternyata bukan proposal melainkan tulisan tangan Khuma.
Ya Allah, ada-ada saja perbuatan ibu hamil satu itu. Tulisan tersebut; kak Fathan pasti bisa baca kan? Inget kak, ini Khuma lagi ngidam. Jangan marah ya... Khuma mau kak Fathan makan siang di rumah Khuma sama Nabila! Khuma tunggu, nggak mau tau! Tapi sebelumnya tolong beliin Khuma rendang yang ada di rumah makan padang deket komplek ya. Makasih kakakku sayang...
Nabila yang melihat ekspresi Fathan berubah-ubah, dari menautkan kedua alis mata sampai menggeleng-gelengkan kepala menjadi was-was. Dia takut kalau ada kesalahan dalam isi proposal tersebut.
"Kamu udah baca proposal ini?" tanya Fathan pada akhirnya.
Nabila menggelengkan kepalanya. "Ibu Khuma berpesan agar tidak membuka map tersebut. Dan harus sampai ke tangan pak Fathan."
"Pantesan..." sahut Fathan.
Wanita dengan hijab warna cokelat susu itu langsung panik. "Memangnya ada apa ya pak? Apa ada yang salah? Bisa saya perbaiki kalau itu..."
"Ah, nggak. Ini udah cukup, biar saya yang ngembaliin ke kantor Jeffry nanti."
Fathan berpikir keras bagaimana caranya mengajak Nabila untuk makan siang bersama di rumah Khuma? Haruskah dia to the point?
"Hhh, ibu hamil satu itu ada-ada aja ngidamnya," batin Fathan.
•-----•