[ Note; 19+ ]
•-----•
Di rumah baru Khuma dan Jeffry, keduanya malah saling diam sejak tiba beberapa menit lalu. Jeffry dibuat bingung dengan sikap Khuma yang tiba-tiba begitu.
"Sayang... mas punya salah sama kamu? Maafin mas ya..."
Khuma tersentak dari lamunannya. "H-hm? Nggak kok mas. Kamu nggak ada salah. Kenapa?"
"Terus kenapa manyun terus? Masih pengen nginep ya? Ya udah nggak apa-apa, ayo balik ke rumah bunda lagi?"
"Nggak kok mas. Aku cuma lagi kepikiran sesuatu aja. Maaf ya mas..." jawab Khuma sekenanya.
Memang benar, Khuma sedang memikirkan ucapan Aisyah saat di kamar Khuma tadi sebelum sholat Maghrib.
Jeffry yang daritadi duduk di sisi ranjang, kini berusaha untuk mendekati istrinya itu. Dia tak ingin Khuma bersedih apalagi karena keinginannya.
Dirangkulnya pundak Khuma dengan satu tangan kanan Jeffry, lalu didekapnya istrinya itu. "Sayang... mas mau diantara kita kalau ada apa-apa dibicarakan ya? Hm?... jangan dipendem sendirian...
... karena kamu tau kenapa? Kita berdua udah menjadi satu. Kamu sedih, mas lebih sedih. Kamu bahagia pun mas jauh lebih bahagia melihat kamu bahagia..." Jeffry mengusap punggung perempuan yang sudah sah menjadi pasangan hidupnya itu.
Khuma mengangguk pelan, bukannya menjawab justru dia malah menenggelamkan dirinya semakin dalam ke pelukan suaminya itu. Khuma menumpahkan segala kekhawatirannya tentang perasaan Aisyah pada laki-laki yang tengah memeluknya mesra ini.
"Aku cuma nggak mau kehilangan kamu, mas. Aku udah bener-bener mencintai kamu... dan sekarang aku takut..." batin Khuma yang mempererat rengkuhannya.
Jeffry dibuat bingung dengan tingkah istrinya. Tak biasanya Khuma seagresif ini. Hingga dia berpikir yang aneh-aneh.
"Sayang... kalau emang permintaan mas buat kamu terpaksa ngejalaninnya. Mas nggak masalah, jangan lakuin ya..."
Khuma malah melepaskan pelukannya dan menatap Jeffry dengan tatapan lembut yang dia punya.
Mata itu.
Tatapan itu.
Hanya Khuma yang punya, dan sudah menjadi kesukaan Jeffry sejak mereka berdua sudah 'bersatu' di malam pertama pernikahan mereka.
"Mas, insyaAllah aku melakukannya dengan ikhlas. Ini udah kewajibanku sebagai istri. Lakukanlah sesuka hatimu, mas. Aku udah sepenuhnya milikmu," sahut Khuma yang membuat Jeffry mengembangkan senyum dibibirnya.
Khuma memutuskan akan membuat Jeffry tak lagi bisa berpaling darinya. Biar bagaimana pun, ikatan suci yang dia miliki dengan Jeffry akan selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT. Walau misalkan ada dorongan masalah dari luar, insyaAllah dengan adanya buah hati semuanya akan bisa terselesaikan.
Dengan mengucap basmalah, dan mengikuti aturan islam. Jeffry untuk kedua kalinya kembali menyatukan jiwa, pikiran bahkan tubuhnya pada sang istri tercinta. Mereka berdua melakukan itu dengan cara yang benar.
Berhubung besok sudah mulai berpuasa, mereka akan berhenti melakukan hubungan suami-istri selama satu bulan penuh. Jadi, malam inilah Khuma mengikhlaskan segalanya dan berdoa agar usahanya dengan Jeffry membuahkan hasil. Ditambah, Khuma dalam masa suburnya.
"Mas mencintaimu karena Allah."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Jeffry memulai ritualnya yaitu berdoa sebelum melakukan hubungan suami-istri. Khuma pun diam dan mengikuti kata hatinya serta Jeffry.
Sekiranya sudah cukup lama, Jeffry menghentikan segala aktifitasnya dan memeluk Khuma di balik selimut. Jam menunjukkan pukul dua pagi.
"Makasih sayang..." ucap Jeffry pada akhirnya sambil mengecup kening Khuma.
Khuma hanya mengangguk dan semakin menelusupkan kepalanya di dada bidang milik suaminya itu.
Menit berikutnya, Khuma mendongakkan kepalanya. "Mas..."
"Hm? Kenapa sayang?" sahut Jeffry lalu menatap Khuma.
"Aku mau tanya... tapi mas jangan marah ya..."
"Ada apa sayang? Marahnya mas, merupakan ketidak-berkahan dalam rumah tangga kita. Mas nggak mau itu terjadi." Jeffry kembali mengecup kening sang istri.
Khuma melingkarkan satu tangannya pada pinggang suaminya itu. "Apa mas pernah mencintai seorang perempuan sebelum aku?"
Terkejut dengan pertanyaan Khuma, Jeffry menautkan kedua alis matanya. Apa ini yang membuat istrinya itu melamun sedaritadi. Pikiran-pikiran itu memang seringkali terjadi pada pasangan suami-istri yang baru menikah menurut buku bacaan yang Jeffry baca.
Dengan hati tenang, dan senyuman yang terpatri di wajah tampan Jeffry. Laki-laki itu mengelus pipi kanan Khuma menggunakan tangan kirinya.
"Kalau mas bilang nggak pernah, pasti kamu nggak percaya kan?"
"Jadi... pernah ya mas?" Khuma mulai khawatir.
Jeffry tersenyum lembut. "Waktu mas masih sekolah, mas pernah menyukai seseorang... tapi rasa itu hanya sekedar kagum bukan cinta."
"Mas bohong ya?"
"Tuhkan, kamu nggak percaya," sahut Jeffry sambil terkekeh.
Khuma mencubit pelan pinggang Jeffry dan membuat sang empunya meringis dengan tawa khasnya.
"Mainnya cubitan ya sekarang..."
"Sayang... apa yang mas ucapkan tadi bener adanya. Kamu bisa tanya sama kakakmu, Fathan. Dia selalu menempel sama mas dari jaman sekolah kan," lanjutnya kembali terkekeh.
Khuma mulai percaya, sebab benar juga apa yang dikatakan Jeffry. Sejak sekolah menengah pertama, Fathan dan Jeffry tak pernah terpisahkan. Bahkan kemunculan Aisyah pun saat mereka menduduki SMA.
"Tapi..."
Jeffry menjeda ucapannya dan membuat Khuma pensaran setengah mati.
"Pas mas lulus SMA, mas mulai menaruh hati sama seseorang. Padahal mas belum pernah ketemu langsung sama orang itu. Cuma denger cerita dari sahabat mas aja..." lanjut Jeffry.
Khuma bergerak gelisah. Perasaan takut mulai menyelimuti hatinya. Sebenarnya ini bukan seperti Khuma, dia tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
Jeffry melanjutkan ceritanya. "Sampai mas dewasa, dan udah kerja pun malah makin jatuh cinta sama orang itu. Bahkan sampe buat mas selalu mikirin dia tiap malem..."
"Siapa mas? Kak Aisyah ya?" Khuma sudah tak tahan lagi, dia tak sabar dengan kesimpulannya sendiri.
Awalnya Jeffry terkejut dengan ucapan Khuma. Bagaimana bisa istrinya itu berpikir orang yang tengah dia ceritakan adalah Aisyah.
Jeffry pun menggelengkan kepalanya. "Kenapa bisa ngambil kesimpulan kayak gitu, hm?"
"Soalnya tadi pas di rumah bunda, kak Aisyah bilang kalau dia suka bahkan mencintai kamu mas. Aku kan kaget dan juga takut. Aku nggak mau kehilangan kamu, bukan berarti aku pengecut. Aku mau kalau kita pisah nanti itu karena maut, bukan orang ketiga," cerocos Khuma tanpa sadar.
Begitulah Khuma yang tak pernah bisa menahan apa yang hatinya rasakan. Secara otomatis dia akan menceritakan semua kekhawatirannya.
Jeffry dibuat senang sekaligus mulai khawatir sebab Aisyah sudah berani terang-terangan pada istrinya itu. Dia takut kalau Khuma terpancing oleh omongan wanita itu.
Menyadari kalau dirinya sudah mengatakan semua pada Jeffry, Khuma membungkam mulutnya dengan kedua tangan. "Aku nggak bermaksud ember kok mas. Serius deh... aku cuma kelepasan ngomong."
"Ya Allah... istriku, cintaku, bidadari surgaku..." Jeffry memeluk Khuma gemas. "Justru mas makasih sama kamu. Sudah seharusnya kamu mengatakan semuanya sama mas. Biar nggak ada kesalahpahaman diantara kita."
Jeffry menghujani kecupan ringan di wajah Khuma. "Mas makin sayang sama kamu."
"Inget ya, kamu tau siapa orang yang mas ceritakan tadi?"
Khuma menggelengkan kepalanya.
"Orang itu kamu, Siti Khumayroh Bilqis...
... mas selalu mendapatkan cerita tentang kamu dari Fathan. Dan dari sanalah, mas mulai tertarik sama kamu. Sampai akhirnya kita ketemu di Edinburgh. Walau sebenernya mas udah beberapa kali sekilas ngeliat kamu kalau lagi ke rumah bunda tapi mas nggak berani natap kamu lama, takut khilaf."
Khuma yang mendengar ucapan suaminya itu, tak bisa menutupi rasa bahagianya. Hatinya pun terasa lega dan kekhawatiran yang sempat menghantuinya itu kini berganti dengan perasaan berbunga-bunga.
"Dan untuk ucapan Aisyah itu. Mas yakin, kamu bisa menilai bagaimana diri mas ini. Insya Allah mas hanya akan mencintai satu perempuan setelah Ibu yang melahirkan mas. Yaitu kamu, Khuma..."
Jeffry memeluk erat Khuma dan mencium pipinya gemas. "Cie cemburu ya..." godanya.
"Maaas...." protes Khuma. Tapi detik berikutnya dia mengangguk dan menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Jeffry.
Jeffry pun tersenyum. "Pasti mukanya merah deh, mana coba sini mas liat."
"Nggak mau.. maluuuu..."
Sebuah kejujuran diwajibkan apalagi bagi mereka yang baru saja membangun rumah tangga. Bukan hanya itu, sebuah kejujuran adalah pondasi dimana hubungan itu kokoh berdiri.
Khuma tipekal perempuan yang tidak bisa menyembunyikan sesuatu, dan Jeffry tipekal laki-laki penyabar dalam menghadapi sesuatu. Mereka berdua saling mengisi, melengkapi dan itulah pondasi yang mereka miliki.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam tiga pagi.
"Sayang, mandi yuk. Abis itu sahur. Jangan lupa baca doa mandi wajibnya ya," ucap Jeffry mengingatkan Khuma.
"Iya mas..."
"Apa mau berdua?" goda Jeffry yang sudah turun dari ranjang.
Khuma dibuat malu seketika dan pipinya memerah. "Mas iiih..."
"Bercanda sayang, kamu duluan sana. Mas mau minum dulu haus."
Tenang, Jeffry sudah mengenakan pakaian tidurnya. Sedangkan Khuma tengah duduk di tepi ranjang.
"Oh iya sayang, masakannya dipanasin lagi ya?" tanya Jeffry.
"Udah mas, biar aku aja nanti setelah mandi."
"Nggak apa-apa, biar sekalian ke dapur. Manasin masakan doang mah mas bisa kok," sahut Jeffry.
Khuma tersenyum. "Ya udah iya. Makasih banyak ya suamiku..."
"Sama-sama bidadariku..." sahut Jeffry lalu melangkahkan tungkainya keluar kamar.
Masih tersenyum, Khuma bersyukur memiliki Jeffry sebagai imam dalam hidupnya. "Makasih ya Allah, atas suamiku yang sholeh. Tolong jaga pernikahan kami untuk selalu berada dijalan-Mu, aamiin Allahumma aamiin..."
Sahur pertama pun, dilalui oleh pasangan pengantin baru itu.
•-----•