Chereads / After Ta'aruf | Jung Jaehyun / Chapter 8 - Kamu; Diksiku

Chapter 8 - Kamu; Diksiku

•-----•

Assalamu'alaikum.

Saya, Jeffry Ibnu Bukhari.

Diantara kalian, pasti ada yang mengenal saya kan? Ya, saya pemain utama di cerita ini. Season satu hingga tiga.

Semoga kalian tidak bosan dengan saya.

Saya tahu, mungkin sebagian dari kalian menganggap saya cinta setengah mati kepada istri saya sendiri. Yaitu Siti Khumayroh Bilqis.

Ya Allah, mengucapkan nama lengkapnya saja membuat saya bahagia. Sesederhana itu memang.

Sebab apa? Istri saya kelak akan menemani saya di masa tua. Jadi, sebisa mungkin saya akan mencurahkan seluruh hati saya untuknya.

Si Bunsay alias bunda Khuma —iya, kan sebentar lagi Jeju alias Jeffry Junior akan lahir. Eh, masih lama sih karena baru menginjak usia dua minggu dalam kandungan istri saya.

Oke kembali lagi ke topik. Bunsay itu mulai mengalami yang namanya morning sick. Muntah-muntah sering sih tidak, tapi ya begitu...

Kenapa?

Ya, ada saja yang diinginkan olehnya. Mulai dari —sebut saja ngidam ya, ingin makan sekuteng di pagi buta. Lho, saya bingung harus mencarinya di mana. Atau, tiba-tiba Bunsay pakai masker dan tidak mau dekat-dekat dengan saya. Kan aneh...

"Bisay, kamu bau banget sih!"

Nah kan!

Bi —Bisay alias Abi sayang. Itu sih Bunsay yang ingin manggil begitu. Saya mah iya-iya saja, asal Bunsay bahagia dan tidak menolak saat saya ingin menengok si Jeju (͡° ͜ʖ ͡°)

Hayooo, jangan berpikir yang iya-iya ya. Maksud saya itu, saya kan suka penasaran ingin mengelus perut Bunsay. Jeju sudah bisa menendang-nendang atau belum.

Ya belum lah, kan baru dua minggu!

Sutradaranya sirik tuh! Ya kan bisa saja. Bibit unggul seorang Jeffry terkadang bisa melakukan hal diluar nalar manusia. Astaghfirullah maaf, saya khilaf mengatakan itu.

"Ya Allah, bunsay kamu kenapa lagi? Mas udah mandi, udah pake parfume sebotol malahan."

Terlihat Bunsay semakin mengerutkan dahinya, lalu mundur menjauh dari saya. Hhhh... saya hanya bisa pasrah kalau sudah begini.

"Iya bunsay. Mas nggak akan deket-deket kamu dulu deh. Janji, jangan nangis ya. Ya udah mas keluar kamar dulu..."

"Mas... jangan marah," lirih Bunsay.

Nah kan. Sebentar lagi nangis deh.

Saya serba salah, ingin rasanya menghampiri Bunsay dan memeluknya. Tapi bagaimana? Hasilnya akan membuatnya muntah-muntah dan saya tidak tega akan hal itu.

"Bunsay... mas pengen meluk. Gimana dong?" Pasrah saya.

Bunsay mengubah ekspresi wajahnya. Yang tadinya seperti ingin mewek, sekarang berubah tersipu malu. Ya Allah saya bahagia bisa melihat berbagai raut wajahnya dalam satu waktu.

"Itu kenapa malu-malu gitu? Mas boleh meluk nih?"

Posisi kami saling berjauhan. Bunsay ada di tepi ranjang, dan saya di ambang pintu kamar.

Astaghfirullah. Godaan apalagi ini? Lihat saja, Bunsay alias Khuma malah bertingkah seperti kucing meong-meong. Dia membuka maskernya dan tersenyum sangat manis.

Ini masih pagi, Jeff. Sabar... tahan. Kata Dokter jangan terlalu sering melakukan itu diusia kandungan yang masih awal.

"Nggak usah kerja ya mas? Eh bisay... abi sayaaaang~," ucapnya dengan nada menggoda.

Bunsay! Jangan salahkan saya ya!

"Nggak bisa sayang... mas ada rapat penting pagi ini." Memang benar adanya.

Biasanya Bunsay akan mencak-mencak atau menggerutu sebal kalau keinginannya tidak terpenuhi. Tapi sekarang dia malah bertingkah semakin liar.

"Bisay. Abi sayang..."

Bunsay menghampiri saya.

Ya Allah, saya panik! Nggak boleh tergoda. Inget! Kasian Jeju nanti!

"Kalau mas tetep berangkat kerja...

... jangan salahin aku ya, minta pisah ranjang sampe Jeju lahir!" ucapnya sambil menyunggingkan senyuman mautnya.

Allahuakbar!

Cobaan apalagi ini ya Allah... pisah ranjang selama kurang lebih delapan bulan? Mana kuat saya tuh!

"Hhhh... ya udah iya. Mas nggak kerja hari ini. Tapi, kamu harus mau ke rumah sakit buat cek kehamilan kamu."

Mengangguk. Lalu dia kembali menjauh dari saya. Lah? Tadi aja mepet-mepet.

"Kok ngejauh lagi? Terus kenapa pake masker lagi?"

Sambil membenarkan ikatan masker. "Aku tetep enek nyium bau badan kamu mas... maaf ya, tapi ini kemauan Jeju. Aku sebenernya kangen kamu, pengen dapet morning kiss kayak biasa. Sedih aku mas..."

Mulai lagi deh. Drama melownya.

"Tenang, bunsay masih bisa dapet kecupan ringan kok." Saya menghampiri istri tercinta dan mengecup bibirnya yang terhalang oleh masker. Secepat kilat.

Lalu saya langsung lari dan keluar kamar. Sebelum Bunsay mencium aroma tubuh saya terlalu lama. Bisa gawat!

"Maaaaas... makasih!" teriaknya dari dalam kamar.

MasyaAllah. Bagaimana saya tidak semakin gemas dengan tingkah Ibu hamil satu itu. Saya semakin semangat dan menunggu-nunggu apa saja yang akan terjadi padanya nanti selama delapan bulan ke depannya.

Semoga ngidamnya hanya sebatas itu. Nggak lebih.

Ah, iya. Saya lupa menceritakan bagaimana terkejutnya Fathan saat mengetahui adiknya hamil pada percobaan kedua. Laki-laki yang masih jomblo itu tidak mau mengakui kebolehan saya.

"Ya Allah. Seriusan dek? Kamu hamil anaknya Jeffry?" ucap Fathan yang masih tak percaya atas kabar tersebut.

Sehari setelah Khuma memeriksa keadaannya ke dokter, dia dan Jeffry sepakat memberitahu semua keluarga atas kabar bahagia ini.

Dan di sinilah mereka berdua sekarang. Di rumah ayah Adnan, di ruang tamu dengan bunda Fatmah dan Fathan. Sebab ayah Adnan sedang ada tugas luar kota.

"Iyalah kak! Masa anak orang! Kan suami Khuma cuma mas Jeffry," sahut Khuma sambil mendengus sebal.

Jeffry hanya tersenyum mengejek ke arah sahabatnya itu. "Fath, kamu meragukan kebolehan saya?"

"Ya nggak gitu juga. Perasaan baru kemaren kalian nikah, eh Khuma udah berbadan dua aja."

"Yang namanya sudah berumah tangga, hal seperti ini wajar Fath. Kan ada suaminya, jadi bukan hal aneh kalo sang istri hamil." Itu bunda Fatmah yang bicara.

Fathan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. "Iya sih bener juga. Waaaah saya sebentar lagi jadi om!"

"Iya, om-om kesepian ya kak?" ledek Khuma.

"Awas aja kamu dek. Nanti kakak bisa dapetin yang lebih dari Aisyah!"

Ah, mengenai Aisyah. Semalam Aisyah baru saja memberitahu Fathan, bahwa dia akan segera menikah dengan Arnan. Lalu bagaimana reaksi Fathan?

Mulut mengaga, diam tak bergeming dan menjatuhkan ponselnya. Lalu berteriak merengek sampai bunda Fatmah dibuat pusing olehnya.

"Fath, kamu mau saya kenalin ke rekan kerja saya? Kebetulan dia juga masih sendiri seperti kamu. Soal pribadinya, saya rasa dia wanita baik-baik..."

Tanpa Jeffry sadari, Khuma mengubah ekspresinya menjadi cemberut. Bisa-bisanya disaat ada istrinya, Jeffry malah membicarakan perempuan lain. Salahkan saja hormon wanita hamil yang membuat mood suka berubah-ubah.

"Bun, Khuma mau ke kamar ya."

Tanpa mengatakan hal lain lagi, Khuma beranjak dari duduknya dan melenggang pergi begitu saja. Membuat orang di sekitarnya bertanya-tanya dan menautkan kedua alis mata.

"Kenapa sama dia?" tanya Fathan bingung.

Jeffry menggedikkan kedua bahunya. "Akhir-akhir ini Khuma sering bete tiba-tiba. Saya juga bingung."

"Kamu susul sana Jeff. Wajar aja wanita hamil kayak gitu. Karena perubahan hormon, perasaannya jadi sensitif. Barusan kamu ngomongin perempuan lain, mungkin dia cemburu." Bunda Fatmah mencoba menjelaskan keadaan Khuma.

Mendengar itu pun malah membuat Jeffry tersenyum. Dia senang kalau Khuma cemburu. Entah kenapa dia suka menggoda istrinya itu.

"Iya bun, Jeffry ke kamar dulu ya."

Bunda Fatmah dan Fathan mengangguk sebagai jawabannya.

Setelah kepergian Jeffry, bunda Fatmah menepuk pelan pundak Fathan sebelum kembali ke dapur. "Coba aja sama rekan kerjanya Jeffry. Siapa tau jodoh kan?"

Setelah mengatakan itu, bunda Fatmah meninggalkan Fathan yang termenung sendirian. Apa harus dia move on secepat ini dari Aisyah? Wanita yang dia cintai dari zaman sekolah menengah atas. Fathan pikir itu sulit.

"Mas... aku mau minta tolong boleh?"

Saya terkejut, sebab saya sedang sarapan sambil melamun tadi. "Iya sayang kenapa?"

"Aku mau ketemu sama Arnan. Boleh?"

Astaghfirullah. Apalagi ini? Ngidamnya kenapa begitu? Hhhh....

•-----•