Chereads / After Ta'aruf | Jung Jaehyun / Chapter 14 - Jeffry Khawatir

Chapter 14 - Jeffry Khawatir

Aku mencintaimu karena Allah, itu sebabnya aku ingin menjaga hatiku dan hatimu agar tetap mencintai-Nya…

•-----•

Sebagaimana cinta merupakan perasaan suka yang biasa dikenal emosi kasih sayang. Cinta dalam kehidupan memang terkadang luar biasa sehingga ketika mencintai dan jatuh cinta kepada seseorang, membuat lupa segalanya.

Maka ketika jatuh cinta, jatuh cintalah dengan sewajarnya. Tetap mencintai karena Allah, sehingga ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan dapat menerima dan mengerti makna mencintai karena Allah.

"Aku khawatir sama kak Fathan, mas." Itu Khuma, ia sedang bersender pada sofa yang ada di ruang tengah.

Jeffry yang ada di sisinya asik mendengarkan detak jantung Jeju menggunakan alat baru yang ia beli kemarin.

"Nabila sebenernya ke mana sih? Kamu nggak tau gitu kabarnya gimana? Dia kan bawahan kamu, mas."

Khuma masih diam melihat Jeffry yang mengabaikannya. Ia lebih asik mengajak bicara Jeju. "Jagoan Abi... cepet keluar ya biar bisa main bareng sama Abi."

Jeffry tersenyum. "Sehat terus ya, makan yang banyak biar Bundanya nggak mual kalau mau makan."

"Mas... aku lagi ngomong sama kamu ih." Khuma kesal karena diabaikan oleh suaminya itu.

Mendengar keluhan dari Khuma, membuat Jeffry mengalihkan fokusnya dari perut istrinya itu. "Kenapa sayang, hm?"

"Kamu nggak dengerin aku dari tadi?" tanya Khuma. Ibu hamil satu itu sedang merajuk.

"Mas denger kok. Mas nggak tau di mana dia. Tiba-tiba udah ada surat pengunduran diri meja mas waktu itu." Jeffry sebenarnya hanya ingin mengalihkan pembahasan topik tentang wanita bernama Nabila itu.

Khuma menyerengitkan dahinya. Ia merasa kalau Jeffry seperti menutupi sesuatu. "Nabila resign? Kok kamu nggak bilang sama aku sih mas?"

"Masa sih? Kayaknya waktu itu mas bilang deh ke kamu."

Masa sih? Itu adalah sebuah kalimat bentuk pengelakan. Atau sikap ragu-ragu atas jawaban yang ia tahu kalau itu suatu kebohongan. Dan sekarang Jeffry tertangkap basah oleh Khuma.

"Jangan bohong mas."

Mendesah pasrah, Jeffry meletakkan alat barunya di atas meja dan menghadap Khuma. "Bun, kamu pasti bisa baca kalau Abi lagi bohong ya?"

"Hm, aku nggak mau maksa mas buat ngomong jujur. Tapi kalau mas sayang sama aku, mas nggak akan menyembunyikan sesuatu hal sekecil apa pun dari aku. Apalagi sampai berbohong."

Jleb!

Ucapan Khuma sepenuhnya benar. Tapi, kalau Jeffry menceritakan semuanya apakah akan baik-baik saja bagi Khuma? Jeffry memikirkan perasaan istrinya itu, apalagi Khuma sedang mengandung.

"Sayang, mas bukannya mau nyembunyiin sesuatu dari kamu. Tapi mas nggak mau kamu sedih. Mas takut perasaan kamu terluka, apalagi kamu lagi hamil..." jawab Jeffry sambil memainkan telapak tangan Khuma dengan ekspresi wajah sedih.

Khuma menautkan kedua alis matanya. "Lebih baik jujur daripada aku sakit hatinya belakangan. Emang ada apasih mas? Kok bisa sampe bikin perasaan aku terluka?" tanyanya penasaran.

"Janji dulu sama mas, kamu nggak akan kepikiran dan sedih. Janji?" Jeffry mengacungkan jari kelingkingnya.

Dengan cepat Khuma menautkan jari kelingking kanannya. "Ih cepet, ceritain ada apa. Kasian tau kak Fathan."

"Oke, jadi begini sayang..." Jeffry mulai menceritakan bagaimana Nabila menyatakan perasaan padanya.

Selama Jeffry bercerita, ekspresi wajah Khuma benar-benar datar. Yang biasanya cemberut, atau menyerngit. Tapi sekarang, Jeffry tak bisa membacanya sama sekali.

"Oh, jadi selama ini perempuan itu suka sama suami aku? Kenapa nggak bilang dari awal?"

"Tuhkan, kamu kepikiran. Pasti sedih dan ngambek abis ini. Mas minta maaf karena nggak cerita dari awal." Jeffry berusaha membuat Khuma tenang.

"Aku nggak ngambek."

"Sedih kan? Udah janji lho tadi. Tuhkan malah mau nangis sekarang."

"Aku nggak bilang janji nggak akan nangis kan? Jadi nggak apa-apa dong aku nangis." Benar juga apa kata Ibu hamil satu itu.

"Mas kan tau, aku bisa ngatasin itu. Waktu kak Aisyah aja, aku sanggup pertahanin kamu. Harusnya kamu bilang dari awal, biar aku tunjukin ke dia kalau kamu milik aku. Dan aku nggak akan pernah nerima dia jadi kakak ipar aku!" Khuma mulai menitikkan air mata.

Ibu hamil satu itu sedang mengalami hormon yang berubah-ubah. Memang, biasanya perempuan itu sangat tegar dan kuat. Tapi tidak untuk saat ini.

Jeffry mulai panik dan khawatir. "Sayang, maafin mas oke. Udah ya jangan dipikirin. Mas nggak akan menggadaikan cinta mas untuk wanita lain mana pun. Cuma buat kamu, hanya untuk kamu."

Oh ayolah Jeffry, kalimat romantis yang terucap dari bibirnya tak mampu membuat Khuma tersentuh. Perempuan itu tetap sedih.

Sebenarnya Khuma memikirkan perasaan Fathan. Bagaimana kalau kakaknya itu tahu kelakuan calon istrinya? Khuma sangat tahu Fathan susah payah keluar dari kesedihannya selama ini. Saat sudah mulai bahagia, dalam sekejap Nabila menghilang.

Ditambah hilangnya wanita itu karena perasaannya untuk suaminya sendiri. Ya Allah, Khuma harus bagaimana? Penjelasan apa yang akan ia katakan pada Fathan?

"Aku kasian sama kak Fathan, mas. Kata Bunda, kak Fathan jadi lebih banyak ngelamun. Aku harus gimana?" lirih Khuma dengan air mata yang mengalir deras.

Jeffry merasa sesak melihat perempuan yang dicintainya menangis seperti itu. Dengan gerakan lambat, ia memeluk Khuma dan menepuk pelan punggung istrinya itu.

Sekiranya Khuma sudah lebih tenang, Jeffry melepaskan pelukan tersebut dan mengusap surai panjang sang istri. "Sayang, Fathan itu laki-laki kuat."

"Kamu tau itu kan? Jadi kamu harus percaya sama kakak kamu. Fathan pasti bisa ngatasin ini. Bukan maksud mas membela diri. Bukan mau mas juga dia ngutarain perasaannya ke mas."

Mendekatkan wajahnya ingin mengecup singkat dahi Khuma, tapi wanita itu malah menghindar dan beranjak dari duduknya dengan sedikit susah payah karena perutnya yang sudah membuncit.

"Nggak tau ah. Aku mau ke kamar." Khuma meninggalkan Jeffry. Ia sedang dalam mood yang tidak bagus siang ini.

Menghela napas pasrah, Jeffry hanya bisa memandangi punggung sang istri yang semakin menjauh dari pandangannya. "Ya Allah, sabar. Istri ngambek itu tandanya pengen disayang. Oke, ayo bujuk bumil," katanya.

Jeffry memutuskan untuk beranjak dari duduknya dan menyusul Khuma ke kamar. Namun, setibanya di sana ia tak melihat istrinya itu. Di mana sebenarnya Khuma berada?

Ah, terdengar suara air keran menyala dari dalam kamar mandi. Pasti Khuma di sana, pikir Jeffry. Akhirnya ia pun menghampiri dan mengetuk pelan pintu tersebut.

Tok.tok.tok.

"Bundaaa... jangan lama-lama ya." Jeffry sedikit berteriak agar Khuma mendengarnya.

Tak ada jawaban juga, Jeffry mulai berpikir yang tidak-tidak. Sekali lagi, ia mengetuk pintu kamar mandi. "Sayang, mas tau kamu ngambek. Tapi jangan diem aja... kamu ngapain sih di dalem?"

Tetap tak ada jawaban. Jeffry akhirnya mendorong pintu itu dengan tergesa-gesa. Ah, ternyata tidak dikunci. Setelah Jeffry berhasil masuk, ia terkejut bukan main melihat Khuma sudah terduduk di lantai dekat bathup.

"Innalillahi, ya Allah sayang. Kamu kenapa?" Jeffry langsung bergegas mengangkat Khuma dan membawanya ke atas ranjang, lalu ia rebahkan istrinya itu.

Panik. Jeffry bingung harus bagaimana. Tapi detik berikutnya, ia langsung menyambar kunci mobil dan memasukkannya ke saku celana lalu menggendong Khuma ala bridal style.

"Ya Allah sayang..." lirih Jeffry sambil berjalan dengan langkah yang lebar menuju mobilnya di garasi rumah.

Di dalam mobil, Jeffry tak henti-hentinya merapalkan doa agar Khuma selamat dan juga Jeju --calon bayinya. "Ya Allah, hanya pada-Mu hamba meminta pertolongan. Selamatkan istri dan calon anak hamba, ya Allah..."

"Bun, yang kuat ya." Jeffry begitu khawatir sampai perhatiannya terbagi antara fokus menyetir dan melihat keadaan istri di sampingnya.

Hampir tiba di Rumah Sakit Jakarta, Khuma siuman dari pingsannya. Jeffry menurunkan kecepatan laju mobilnya dan menggenggam tangan kiri Khuma.

"Alhamdulillah ya Allah. Sayang, gimana keadaan kamu? Kenapa kamu bisa pingsan di kamar mandi? Kamu jatoh atau gimana?" cecar Jeffry karena panik.

Khuma merasakan pusing yang teramat, dan perutnya juga keram. Alih-alih menjawab semua pertanyaan Jeffry, ia malah meringis pelan.

"Perutku sakit mas..." lirih Khuma.

Mendengar itu Jeffry langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. "Sabar sayang, sebentar lagi sampe Rumah Sakit. Istighfar ya, ya Allah Bun..."

Saat Jeffry melirik, Khuma mulai tak sadarkan diri lagi. Membuat Jeffry benar-benar kalut karena khawatir dengan istrinya itu dan juga bayinya.

Ya Allah, lindungilah Istriku dan Jeju. Tangan kiri Jeffry menggenggam erat tangan kanan Khuma.

•-----•