Sang Bocah Malang
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, langit berubah jingga kemerahan, menandakan hari sudah hampir berakhir.
Di sebuah jalan kecil yang sepi, seorang pemuda berjalan dengan langkah gontai. Seragam SMA-nya sudah lusuh dan sedikit sobek, tasnya yang usang ia gendong di punggung dengan lelah.
Pemuda itu adalah Raka Pradipta, bocah malang yang seakan telah ditinggalkan oleh dunia.
Sejak kecil, hidupnya sudah dipenuhi penderitaan. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan tragis, meninggalkannya seorang diri tanpa keluarga atau sanak saudara.
Untuk bertahan hidup, ia harus bekerja paruh waktu, mulai dari mencuci piring di warung hingga mengantar koran di pagi hari. Bahkan untuk makan pun, ia harus menghitung setiap receh yang tersisa di sakunya.
Di sekolah, nasibnya tak jauh berbeda. Ia menjadi bahan hinaan dan cemoohan. Para murid memandangnya dengan jijik, seakan ia hanyalah debu yang tak berharga.
Tak jarang ia menjadi sasaran bully, dipukul, ditendang, atau bahkan dijebak hingga dimusuhi oleh seluruh sekolah. Tak ada yang peduli padanya. Tak ada yang ingin berteman dengannya. Ia hanyalah seorang bocah miskin yang tak punya tempat di dunia ini.
Namun, meski dihina, dipukul, dan diperlakukan seperti sampah, Raka tetap bertahan. Ia tidak punya pilihan lain. Hidupnya sudah cukup sulit, dan ia tahu menangis tak akan mengubah apa pun. Jadi, ia terus berjalan, meski dunia terasa begitu kejam padanya.
Malam semakin larut saat ia akhirnya berjalan pulang menuju rumah kecilnya di pinggiran kota. Jalanan itu sepi, hanya diterangi lampu jalan yang berkedip-kedip. Raka menarik napas panjang, mencoba mengabaikan rasa lelah yang menjalar di tubuhnya.
Namun, saat ia hendak menyeberang jalan, suara klakson keras tiba-tiba menggema di udara.
TIIIIIIIIINNNN!!
Sebuah truk besar melaju kencang ke arahnya, remnya blong! Raka hanya bisa membelalakkan mata, tubuhnya kaku tak mampu bergerak.
Dalam sekejap, dunia terasa melambat. Ia melihat cahaya lampu truk semakin dekat, mendengar suara jeritan seseorang di kejauhan, dan kemudian...
BRUKK!!
Rasa sakit yang luar biasa menusuk tubuhnya.
Pandangannya menjadi kabur, suara di sekitarnya memudar, dan kesadarannya perlahan menghilang.
Gelap.
Sepi.
Dingin.
Namun, di tengah kegelapan itu, sebuah suara mekanis tiba-tiba terdengar.
[Sistem Aktif… Selamat Datang, Host!]
Kesadaran Raka perlahan kembali. Ia merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya tidak lagi terasa berat dan lemah seperti sebelumnya. Justru, ada energi yang mengalir di dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Apa... yang terjadi?" gumamnya pelan.
Di hadapannya, layar transparan melayang dengan tulisan yang asing namun entah kenapa ia bisa memahaminya.
[Selamat datang, Host! Anda telah diintegrasikan dengan Sistem Pemula. Mulai saat ini, kehidupan Anda akan berubah.]
Raka mengerjap, mencoba memahami kata-kata itu. Sistem? Apa maksudnya?
[Misi Awal: Bertahan Hidup. Hadiah: Pemulihan Tubuh, Peningkatan Fisik Dasar.]
Tubuhnya tiba-tiba diselimuti cahaya hangat. Luka-luka yang harusnya ia derita dari kecelakaan itu menghilang. Pakaiannya masih sama, tapi tubuhnya terasa berbeda—lebih ringan, lebih kuat.
Raka menelan ludah. "Ini... nyata?"
Sistem kembali menampilkan tulisan lain.
[Konfirmasi Misi: Bertahan Hidup. Status: Berhasil. Hadiah telah diberikan.]
Ia mengepalkan tangannya, merasakan tenaga baru yang mengalir. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar beban. Tapi pertanyaannya, apa yang harus ia lakukan selanjutnya?
[Misi Baru: Balas Dendam kepada Orang yang Menindasmu. Hadiah: Peningkatan Atribut Kekuatan +5, Kharisma +2.]
Mata Raka melebar. Ini bukan sekadar keberuntungan. Ini adalah kesempatan.
Senyuman samar terbentuk di wajahnya. Dunia telah menindasnya cukup lama.
Kini, ia memiliki sesuatu yang bisa mengubah semuanya.
Raka duduk diam, mencoba mencerna semuanya. Ini bukan mimpi. Ia benar-benar mendapatkan sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang hanya pernah ia lihat di film dan novel.
"Kalau memang ini nyata... aku harus mencobanya," gumamnya.
Ia menatap tangannya, merasakan kekuatan yang kini mengalir dalam dirinya. Perlahan, ia mengepalkan tangan dan mengayunkannya ke udara.
[Status: Kekuatan +5 telah diterapkan.]
Raka merasakan otot-ototnya menegang.
Ia tidak lagi merasa lemah seperti sebelumnya. Dengan semangat yang baru, ia berdiri dan melangkah ke depan.
Di layar sistem, muncul peta kecil yang menunjukkan sekolahnya. Sebuah tanda merah berkedip di atas nama seseorang.
[Target Misi: Bram Santoso.]
Raka tersenyum dingin. Ini adalah awal dari segalanya. Tidak ada lagi Raka yang lemah. Tidak ada lagi Raka yang hanya bisa diam saat diinjak-injak.
Ia akan membalas semua perlakuan yang pernah ia terima.
Dan ini baru permulaan.
Raka melangkah keluar dari sekolah dengan langkah mantap, matanya tertuju pada lorong sepi yang biasanya dijadikan tempat berkumpul para anak-anak sombong. Malam itu udara terasa dingin, namun setiap helaan napasnya dipenuhi oleh kehangatan tekad yang baru.
Ingatan tentang segala hinaan dan perbuatan kejam yang pernah ia terima berputar dalam pikirannya, namun kini semua itu menjadi bahan bakar untuk melangkah ke depan.
Di sudut lapangan, terdengar gelak tawa Bram Santoso bersama gengnya. Wajah Bram yang sombong terpampang jelas di bawah cahaya lampu jalan, membuat jantung Raka berdegup kencang.
Tanpa menunggu lagi, Raka mendekati kerumunan itu dengan langkah pasti. Kekuatan yang baru mengalir dalam setiap ototnya seolah menghapus rasa takut yang pernah menghantuinya.
Ketika Raka tiba, Bram yang sedang berbicara dengan teman-temannya berhenti dan menatap dengan sinis.
"Hei, Raka. Mau ikutan lelucon kita lagi?" ejek Bram, berusaha menyembunyikan kegelisahannya di balik tawa. Namun, kali ini nada ejekan itu terdengar berbeda. Ada getar ketakutan yang tidak bisa disembunyikan.
Raka membiarkan senyum tipis menghiasi wajahnya.
Tanpa sepatah kata pun, ia mengayunkan tangannya, dan dalam hitungan detik, suasana pun berubah. Pukulan dan tendangan mengalir dengan kecepatan dan presisi yang tak terduga, membuat teman-teman Bram terkejut.
Kekuatan baru yang dimiliki Raka bukanlah sekadar fisik; kecerdasannya dalam membaca gerak lawan membuat setiap serangannya terasa seperti pertunjukan seni beladiri yang mematikan.
Bram tersungkur, tidak mampu lagi mempertahankan posisinya di antara para pengikutnya. Teman-teman yang dulu dengan mudah mengejek dan menindasnya kini lari ketakutan, meninggalkan Bram yang terbaring lemah di tengah lapangan.
Suara bisik-bisik mulai terdengar dari sekeliling, mengungkapkan kekaguman sekaligus ketakutan terhadap sosok yang selama ini dianggap lemah itu.
Di tengah keheningan yang menyusul, Raka berdiri dengan dada membusung, napasnya kembali teratur.
Pandangannya menyapu sekeliling, menangkap setiap detil dari malam yang baru saja menjadi saksi perubahan hidupnya. Dalam hatinya, ia tahu bahwa setiap tantangan yang telah ia hadapi hanyalah pemanasan untuk pertarungan yang lebih besar.
Kini, ia bukan lagi anak yang bisa diabaikan atau diinjak-injak.
Dengan lembut, ia mengeluarkan kata-kata pada dirinya sendiri, "Ini baru permulaan. Aku akan terus bangkit, lebih kuat dari sebelumnya."
Di balik keremangan malam, di bawah bintang-bintang yang mulai bermunculan, tekad Raka menyala terang. Setiap luka masa lalu yang dulu menggoresnya kini telah berubah menjadi bekas kemenangan, tanda bahwa ia telah mengubah nasibnya sendiri.
Langkahnya pun kembali mantap, membawa dirinya menuju masa depan yang penuh dengan tantangan dan kemungkinan. Raka tahu bahwa jalan yang ia pilih tidak akan mudah, namun dengan sistem yang terus memberinya misi dan kekuatan, ia siap menghadapi segala rintangan yang ada di depan.
Dunia yang pernah menindasnya kini akan menyaksikan kebangkitan seorang pria yang tak lagi siapapun, melainkan diri yang ia ciptakan sendiri.