Di sebuah desa terpencil yang terletak di kaki pegunungan, di ujung dunia yang seakan terlupakan oleh peradaban besar, Li Xing menghabiskan hari-harinya. Desa Xianhua, dengan ladang-ladang yang menghampar luas, rumah-rumah kayu yang sederhana, dan kehidupan yang tenang, adalah tempat di mana Li Xing lahir dan dibesarkan. Desa ini, meskipun jauh dari kemewahan dunia luar, memiliki kedamaian yang tak ternilai. Udara segar dari pegunungan yang mengelilingi desa, serta hijaunya ladang padi yang melambai, menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya.
Li Xing adalah anak bungsu dari keluarga Li, sebuah keluarga petani yang hidup sederhana namun penuh dengan kebahagiaan. Ayahnya, Li Zhi, adalah seorang lelaki berotot dan tangguh, dikenal karena kegigihannya dalam bekerja di ladang. Meskipun tanah mereka tidak terlalu subur dan hasil pertanian seringkali terbatas, Li Zhi tidak pernah mengeluh. Ia mengajarkan kepada Li Xing tentang pentingnya kerja keras dan kemudahan. "Bekerjalah dengan tanganmu, dan hatimu akan penuh dengan ketenangan," adalah nasehat yang selalu diberikan ayahnya setiap kali mereka bekerja bersama di sawah.
Ibu Li Xing, Mei Lan, adalah seorang wanita yang lembut dan penyayang. Dari pagi hingga malam, ia disibukkan dengan urusan rumah tangga memasak, membersihkan, dan merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Di matanya, Li Xing selalu menjadi kebanggaan, meskipun dia tahu bahwa hidup anak lelakinya penuh dengan mimpi yang lebih besar dari sekedar bertani. Mei Lan selalu mendukung keputusan-keputusan Li Xing, meskipun dia tahu bahwa dunia luar yang diimpikan putranya penuh dengan tantangan dan perlindungan.
Li Xing memiliki dua kakak perempuan, Li Hua dan Li Mei, yang lebih dewasa darinya. Keduanya adalah sosok yang sangat penting dalam hidupnya. Li Hua adalah yang tertua, seorang wanita yang bijaksana dan penuh perhatian. Sejak kecil, Li Hua selalu melindungi Li Xing dan mengajarkan hal-hal yang lebih praktis dalam hidup. Sementara Li Mei, yang lebih muda, lebih ceria dan bersemangat, namun tetap memiliki sifat penyayang seperti kakak perempuannya. Keduanya merupakan tiang penyangga utama bagi Li Xing. Mereka mendukung impian Li Xing untuk lebih dari sekedar menjadi petani. "Suatu hari, kamu akan menjadi lebih dari ini," kata Li Hua, "dunia ini lebih luas dari sekadar sawah dan ladang."
Meski hidup dalam kekurangan, keluarga Li tidak kekurangan cinta. Kehidupan mereka mungkin tidak seberuntung keluarga kaya atau terpandang, tetapi mereka memiliki satu hal yang sangat berharga: kebersamaan. Tidak ada yang lebih penting bagi Li Xing selain keluarganya. Namun, di dalam hatinya, Li Xing merasa ada sesuatu yang lebih besar yang menunggunya. Sejak kecil, ia sering mendengar kisah-kisah dari kakeknya, Li Hong, yang sering bercerita tentang dunia di luar desa mereka.
Kakek Li Hong adalah sosok yang penuh misteri. Seorang pria tua yang telah melihat banyak hal dalam hidupnya. Li Hong dulunya seorang petualang yang pernah menjelajahi berbagai belahan dunia, sebelum akhirnya memutuskan untuk menetap di desa ini. Ia bukan hanya seorang petani, tetapi juga seorang pria yang sangat paham akan dunia luar, sebuah dunia yang jauh lebih besar dari yang bisa dibayangkan oleh Li Xing. Kakek Li Hong sering bercerita tentang kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh para petarung legendaris, tentang dunia kekuatan yang dipenuhi dengan teknik-teknik spiritual yang bisa mengubah nasib seseorang. Ia sering kali menggambarkan bagaimana para ahli dapat mengendalikan alam semesta, memanipulasi energi dan bahkan mengalahkan musuh-musuh yang jauh lebih kuat dari mereka.
Cerita-cerita itu membakar semangat Li Xing. Meskipun dia tidak tahu seberapa banyak yang bisa dia capai, dia tahu satu hal pasti: dia ingin menjadi lebih dari sekadar seorang petani. Ia ingin merasakan dunia yang penuh dengan kekuatan, dunia yang penuh dengan kemungkinan tak terbatas. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mencapai itu semua, ia harus keluar dari desa ini dan meninggalkan kenyamanan hidupnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Li Xing bertemu dengan Yi Lan, seorang gadis yang menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Yi Lan berasal dari keluarga Yi, keluarga terpandang yang memiliki pengaruh besar di desa Xianhua dan sekitarnya. Keluarga Yi adalah keluarga kaya yang memiliki tanah luas, berbagai bisnis, dan kekuatan politik yang mempengaruhi banyak orang. Yi Lan adalah anak tunggal dari keluarga tersebut, dan meskipun lahir dalam kemewahan, ia selalu menampilkan sikap rendah hati yang jarang ditemukan pada orang sebayanya. Ia tidak seperti kebanyakan anak-anak kaya yang sombong dan angkuh. Yi Lan adalah sosok yang lembut, penuh perhatian, dan selalu peduli pada orang lain, tidak peduli seberapa kecil atau besar masalah mereka.
Pertemuan pertama mereka terjadi saat Li Xing berusia enam belas tahun, ketika ia pertama kali bekerja di kebun buah milik keluarga Yi. Meskipun berasal dari keluarga yang sangat berbeda, Li Xing dan Yi Lan merasa saling tertarik satu sama lain. Mereka sering berbicara tentang banyak hal, mulai dari dunia luar hingga impian mereka yang jauh dari kenyataan. Li Xing merasa ada sesuatu yang istimewa tentang Yi Lan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Yi Lan tidak hanya cantik, tapi juga cerdas dan penuh kebijaksanaan yang melebihi usianya.
Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berbicara tentang masa depan dan impian mereka. Li Xing, yang selalu merasa terkekang oleh status sosialnya, merasa bebas ketika berbicara dengan Yi Lan. Begitu pula Yi Lan, yang meskipun hidup dalam kekayaa , merasa terhubung dengan Li Xing yang sederhana dan tulus. Mereka berdua tahu bahwa dunia mereka tidak akan pernah bisa menyatu sepenuhnya, tetapi cinta mereka tumbuh dengan cepat, melampaui segala batasan yang ada di sekitar mereka.
Namun, meskipun mereka memiliki cinta yang tulus, kenyataan tetap tidak berpihak pada mereka. Keluarga Yi tidak pernah setuju dengan hubungan mereka. Keluarga Yi, yang berkuasa dan kaya, memandang Li Xing sebagai orang yang tidak sebanding dengan Yi Lan, baik dari segi status sosial maupun kekayaan. Mereka berharap Yi Lan akan menikah dengan seseorang yang lebih tinggi derajatnya, seseorang yang akan menjaga dan meningkatkan nama baik keluarga Yi. Tetapi bagi Yi Lan, tidak ada yang lebih penting dari cinta. "Aku tidak peduli apa yang mereka katakan," katanya kepada Li Xing. "Selama kita bersama, kita bisa menghadapinya."
Namun, ketika Li Xing dan Yi Lan akhirnya mengambil keputusan untuk melawan segala halangan dan hidup bersama, takdir memperkenalkan dirinya dengan cara yang paling menyakitkan.
Ketika kehidupan Li Xing dan Yi Lan mulai berjalan di jalur yang lebih gelap, sebuah tragedi besar menghancurkan segalanya. Meskipun mereka berusaha mempertahankan hubungan mereka, dunia yang penuh dengan batasan dan ketidakadilan akhirnya datang untuk menuntut harga yang tak terbayarkan.
Pada suatu malam yang dingin, saat langit gelap diselimuti awan hitam, tragedi itu datang tanpa peringatan. Desa Xianhua yang biasa tenang dan damai tiba-tiba diguncang dengan suara-suara teriakan yang mengerikan. Orang-orang berlari panik di jalan-jalan sempit, rumah-rumah terbakar, dan suasana menjadi kacau balau. Li Xing yang tengah bekerja di ladang pada saat itu merasa ada sesuatu yang tidak beres. Jantungnya berdetak kencang, dan tubuhnya yang penuh peluh mendadak merasa dingin.
Dengan hati yang penuh kecemasan, Li Xing berlari menuju rumah Yi Lan, tempat di mana ia dan Yi Lan sering bertemu. Tetapi ketika ia tiba di depan gerbang rumah keluarga Yi, yang ia lihat bukanlah pemandangan yang biasanya menyenangkan. Rumah itu telah dihancurkan, api berkobar di mana-mana, dan bau asap membakar hidungnya. Tak peduli seberapa cepat ia berlari, hatinya sudah merasakan firasat buruk yang tak bisa ia hindari.
Masuk ke dalam, Li Xing mendapati dirinya disambut oleh kekacauan yang belum pernah ia bayangkan. Keluarga Yi yang dulu tampak perkasa kini terkapar. Yi Lan, satu-satunya orang yang ia cintai, tergeletak tak bernyawa di tengah-tengah reruntuhan rumahnya, dengan mata yang terbuka lebar, kosong, dan penuh dengan keputusasaan. Darah mengalir deras dari tubuhnya, membasahi tanah yang seharusnya menjadi saksi kebahagiaan mereka.
Li Xing merasakan dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Tubuhnya gemetar, tangannya merasa kaku, dan hatinya dipenuhi dengan kemarahan yang begitu mendalam hingga ia hampir tak bisa bernapas. "Yi Lan! Yi Lan!" teriaknya, namun suaranya tak lebih dari bisikan di antara kerusuhan yang terjadi di sekitar. Dunia yang dulunya penuh dengan harapan dan impian kini terbalik, tak ada lagi cinta yang bisa ia berikan, tak ada lagi harapan yang bisa ia raih.
Yang membuatnya semakin hancur adalah kenyataan bahwa dia tahu siapa yang bertanggung jawab atas pembantaian itu. Sebuah kelompok yang dikenal dengan nama "Tangan Kegelapan," sebuah organisasi terlarang yang telah lama beroperasi di balik bayang-bayang, terlibat dalam penghancuran keluarga Yi. Mereka adalah orang-orang yang memanipulasi dan mengendalikan kehidupan para bangsawan dan kekuasaan dari bayang-bayang. Mereka bukan hanya membunuh Yi Lan dan keluarganya, tetapi juga menghancurkan seluruh sistem yang ada, mengguncang fondasi dunia mereka.
Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan rasa sakit yang Li Xing rasakan. Tetapi satu hal yang jelas dalam pikirannya: Pembalasan. Dia tidak akan membiarkan pembunuh-pembunuh itu lolos begitu saja. Dia akan melacak mereka, menemukan setiap anggota Tangan Kegelapan, dan mengalahkan mereka satu per satu. Dalam hatinya yang gelap dan penuh dendam, Li Xing berjanji untuk membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan rasa kehilangan yang tak terukur, rasa sakit yang tiada akhir.
Pada malam itu juga, setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai, Li Xing memutuskan untuk meninggalkan segala sesuatu yang ada di desanya. Tidak ada lagi yang bisa ia pertahankan di tempat ini. Hanya satu tujuan yang membara di dalam dirinya membalaskan kematian Yi Lan dan menuntut keadilan untuk keluarganya. Namun, dalam perjalanan ini, ia tahu bahwa harga yang harus ia bayar akan sangat mahal. Setiap langkah akan penuh dengan bahaya, setiap keputusan akan membawa konsekuensi yang sulit, tetapi ia sudah memutuskan untuk menghadapinya.
Pagi-pagi setelah tragedi itu, Li Xing mengumpulkan barang-barang miliknya yang paling berharga. Beberapa pakaian yang ia bawa, sebuah buku catatan yang diwariskan oleh kakeknya, dan senjata sederhana yang terbuat dari logam kasar semua yang ia butuhkan untuk bertahan hidup di dunia yang keras dan penuh dengan kekuatan tak terbayangkan. Ia tak punya banyak waktu untuk meratap, karena dunia ini tidak akan menunggu untuk memberi belas kasihan.
Dengan hati yang penuh kebencian dan tekad yang bulat, Li Xing meninggalkan desa Xianhua untuk pertama kalinya. Meskipun hatinya penuh dengan rasa sakit, ada juga secercah cahaya dalam dirinya keinginan untuk membuktikan bahwa ia tidak akan pernah tunduk pada dunia yang tak adil ini. Setiap langkahnya menjadi lebih cepat, lebih penuh dengan tujuan, seolah-olah dunia ini hanya menunggu untuk dilakukannya sesuatu yang besar.
Di sepanjang perjalanan, Li Xing belajar banyak tentang dunia yang lebih luas di luar desanya. Ia melihat kota-kota besar yang dipenuhi dengan kekuatan, sekte-sekte kultivasi yang berkuasa, dan orang-orang yang memiliki kemampuan luar biasa untuk mengendalikan alam semesta. Namun, meskipun ia terpesona oleh kehebatan dunia ini, ia juga tahu bahwa setiap kekuatan ada harga yang harus dibayar. Kekuatan tidak datang tanpa pengorbanan, dan jalan yang ia tempuh penuh dengan bahaya yang lebih besar dari apa yang ia bayangkan.
Saat berkelana, Li Xing bertemu dengan berbagai orang yang memberikan petunjuk, namun juga yang mempersulit perjalanannya. Sebagian ada yang membantunya dengan pelatihan spiritual, mengajarkan kepadanya beberapa teknik dasar kultivasi, dan sebagian lagi hanya melihatnya sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Namun, tidak ada yang bisa menghentikannya setiap kali ia terjatuh, ia bangkit lagi, lebih kuat, lebih keras, dan lebih cerdik.
Suatu malam, saat ia bermeditasi di hutan terpencil, sebuah suara misterius memanggil namanya. Dari bayang-bayang, muncul seorang pria tua dengan jubah hitam yang penuh dengan simbol kuno yang berkilauan. Pria ini memperkenalkan dirinya sebagai Jian Feng, seorang kultivator yang telah lama mengembara di dunia ini untuk mencari kekuatan dan pengetahuan. Jian Feng melihat potensi besar dalam diri Li Xing dan menawarkan untuk melatihnya.
"Dendammu adalah api yang membakar hatimu, tetapi ingat, api juga bisa membakar jiwa jika tidak dikendalikan. Jika kau ingin menjadi yang terkuat, kau harus belajar mengendalikan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kemarahan dan kebencian," ujar Jian Feng dengan suara berat namun penuh kebijaksanaan.
Li Xing, meskipun dipenuhi amarah dan keinginan untuk membalas dendam, tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tidak bisa ia sia-siakan. Dengan sedikit ragu namun penuh tekad, ia memutuskan untuk mengikuti ajaran Jian Feng dan belajar lebih dalam tentang dunia kultivasi. Namun, ia tahu bahwa meskipun ia belajar dari yang terbaik, dunia yang ia hadapi tidak akan memberikan apa pun dengan mudah. Setiap pelajaran yang ia terima, setiap kekuatan yang ia kuasai, akan membawa konsekuensi yang tak terhindarkan.