Chereads / Pembantaian Nirwana / Chapter 3 - 03. Menatap Takdir

Chapter 3 - 03. Menatap Takdir

Li Xing merasakan ketegangan yang mengalir dalam tubuhnya. Setelah pertemuannya dengan sosok misterius di lembah kabut, dunia yang ia kenal terasa semakin asing. Setiap langkah yang ia ambil seperti dipandu oleh tangan tak terlihat yang mengarahkannya ke dalam gelapnya takdir. Ia tahu, semakin jauh ia melangkah, semakin banyak yang harus ia korbankan. Namun, kematian Yi Lan kenangan yang terus menghantuinya masih terpatri dalam jiwanya seperti luka yang tak kunjung sembuh.

Setelah pertemuannya dengan pria bertopeng, Li Xing kembali ke desa tempat ia dibesarkan, Desa Lianhua. Desa ini dulunya adalah tempat yang penuh dengan kenangan manis bersama Yi Lan. Setiap sudutnya mengingatkan pada masa-masa mereka bersama, sebelum tragedi itu merenggutnya. Kini, desa itu tampak kosong dan hening, seolah ikut merasakan kehilangan yang begitu mendalam dalam hati Li Xing.

Di tengah kesunyian desa, Li Xing mendekati rumah tua keluarganya. Rumah yang dulu selalu dipenuhi tawa, kini hanya menyisakan kesepian. Hanya angin yang berhembus melewati jendela yang retak, menciptakan suara yang seolah mengingatkan pada masa lalu. Ia tahu, waktu yang telah berlalu tak akan bisa diputar kembali, tetapi ia juga sadar bahwa ia harus menghadapi masa depannya, menghadapi takdir yang menunggunya.

"Li Xing..." suara halus terdengar dari balik pintu rumah, membuat Li Xing terhenti sejenak. Ia mengenali suara itu, suara yang penuh dengan kekhawatiran dan rasa sayang. Itulah suara ibu kandungnya, Liu Mei, yang sudah lama tidak ia temui.

Li Xing memutuskan untuk memasuki rumah itu, meskipun hatinya terasa berat. Ia tahu, ibunya masih merasa kehilangan Yi Lan, dan ia sendiri merasa terjebak dalam beban yang tak bisa dibagi. Namun, ibunya adalah satu-satunya orang yang tersisa dalam hidupnya, satu-satunya keluarga yang masih ada. Li Xing tidak ingin menyakiti hati ibunya, meskipun hatinya sendiri penuh dengan luka.

"Anakku..." Liu Mei memeluk Li Xing dengan penuh kehangatan. Air mata ibu itu mengalir begitu saja, menyadari betapa banyak penderitaan yang telah dialami anaknya. "Kamu pulang... akhirnya."

Li Xing merasakan tangan ibunya yang hangat memeluknya, namun ia tidak bisa merasakan kedamaian. Ia merasakan jarak yang semakin jauh antara dirinya dan orang yang paling ia sayangi. Hatinya terasa beku, seolah segala perasaan yang ada dalam dirinya sudah mati sejak saat itu.

"Aku harus pergi, Ibu," kata Li Xing, suaranya rendah namun penuh tekad. "Aku harus menemukan jalan untuk membalas dendam, untuk menjadi yang terkuat."

Liu Mei menatapnya dengan penuh kekhawatiran, tetapi ia tahu bahwa anaknya sudah memilih jalannya sendiri. "Jangan pergi terlalu jauh, Li Xing... Dendam hanya akan merusak hidupmu. Ingatlah, ada lebih banyak hal yang berharga selain balas dendam."

Li Xing menatap ibu kandungnya dengan tatapan kosong. "Aku tidak punya pilihan, Ibu. Aku harus melakukannya. Aku harus menjadi yang terkuat, untuk melindungi diriku sendiri dan orang-orang yang aku sayangi."

Liu Mei hanya bisa menghela napas, menahan tangis di balik senyum yang dipaksakan. "Jika itu yang kamu pilih, aku tidak bisa menghentikanmu. Tapi ingat, aku akan selalu ada untukmu. Kamu adalah segalanya bagiku."

Setelah pertemuan itu, Li Xing meninggalkan rumah dan desa yang pernah menjadi rumahnya. Perasaannya semakin terpecah, antara kecintaan yang mendalam terhadap ibunya dan keinginan yang tak terbendung untuk membalaskan dendamnya. Namun, ia tahu bahwa jalan yang ia pilih ini akan membawa banyak pengorbanan. Setiap kekuatan yang ia peroleh, setiap musuh yang ia hadapi, akan menjadi ujian bagi jiwanya.

Li Xing bertekad untuk menemukan jalannya menuju puncak, menuju kekuatan yang tak terbendung. Ia tahu bahwa dunia kultivasi ini penuh dengan misteri, dan untuk bisa mengungkapnya, ia harus menghadapi setiap tantangan yang ada di depannya. Ia harus menjadi lebih kuat dari siapa pun, dan membuktikan bahwa ia bisa mengatasi segala rintangan yang datang.

Namun, di dalam hatinya, ada satu pertanyaan yang terus mengganggu pikirannya. Apakah kekuatan yang ia cari benar-benar akan membawanya pada kedamaian, atau justru akan menghancurkan apa yang tersisa dari dirinya? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Dengan langkah yang tegap, Li Xing memulai perjalanan barunya, meninggalkan desa Lianhua dan melangkah menuju dunia yang lebih luas.

Li Xing melanjutkan perjalanan yang tak terhindarkan, meninggalkan jejak kaki yang semakin jauh dari rumahnya, dari semua yang pernah ia kenal. Desa Lianhua semakin menghilang di balik kabut pagi, dan dengan setiap langkah, ketegangan di tubuhnya semakin terasa. Setiap suara alam, dari gemerisik daun hingga desiran angin yang berhembus, mengingatkannya pada kekosongan dalam dirinya. Kehilangan Yi Lan, kenangan akan kebahagiaan yang pernah mereka bagikan, terasa semakin jauh, seperti bayangan yang semakin pudar.

Namun, di balik rasa kehilangan itu, muncul tekad yang lebih kuat. Ia harus menjadi yang terkuat, melampaui segala batas yang ada, untuk bisa membalaskan dendamnya dan menemukan arti sejati dari kekuatan. Semua yang ia lakukan, setiap gerakan yang ia buat, adalah bagian dari perjalanan menuju takdir yang lebih besar.

Setelah beberapa hari perjalanan tanpa henti, Li Xing akhirnya tiba di sebuah kota besar yang dikenal dengan nama Lingyun. Kota ini terkenal sebagai pusat perdagangan dan pelatihan bagi para kultivator dari seluruh penjuru dunia. Berbeda dengan desa Lianhua yang tenang, Lingyun adalah kota yang hidup, dipenuhi dengan berbagai macam orang, dari pedagang hingga para ahli kultivasi yang berusaha untuk mencapai puncak kemampuan mereka.

Li Xing merasa tidak asing dengan hiruk-pikuk kota ini, meskipun baru pertama kali mengunjunginya. Di sini, di tengah keramaian, ia merasa ada sesuatu yang menarik perhatian. Aura kekuatan yang berbeda menyelimuti udara. Setiap orang yang ditemui seolah menyembunyikan kekuatan luar biasa di balik penampilan mereka. Di kota ini, siapa pun yang lemah akan hancur. Hanya yang kuat yang bertahan.

Ia melangkah lebih dalam ke kota, menuju ke tempat yang disebut dengan "Taman Langit", sebuah tempat terkenal di Lingyun yang digunakan oleh para kultivator untuk mengasah kekuatan mereka. Di sana, Li Xing berharap bisa menemukan petunjuk tentang cara meningkatkan kemampuannya dan mengatasi musuh-musuh yang ia hadapi.

Namun, tidak seperti yang ia harapkan, Taman Langit tidaklah seperti tempat pelatihan biasa. Begitu ia memasuki gerbang taman tersebut, ia merasakan tekanan yang luar biasa, seperti ada sesuatu yang mengintai di balik pepohonan yang rindang. Suasana di sana terasa mencekam, seolah ada sesuatu yang sedang mengamati setiap gerakan yang dilakukannya. Li Xing tidak merasa cemas, namun instingnya memberitahunya bahwa ada bahaya yang tersembunyi.

Di tengah taman, Li Xing menemukan sebuah danau besar yang airnya tenang, namun di dalamnya, ada sesuatu yang tampak bergerak. Air itu tampak berkilauan dengan cahaya aneh yang memancar dari dasar danau, seolah menyimpan rahasia besar. Namun, di tepi danau, ada seorang pria tua yang duduk bersila, matanya tertutup rapat. Kehadirannya begitu kuat, dan aura spiritualnya mengalir seperti ombak yang menenangkan, namun di baliknya, ada sesuatu yang sangat kuat, jauh melebihi apa yang Li Xing bisa rasakan.

Pria tua itu membuka matanya perlahan, menatap Li Xing dengan tatapan tajam yang penuh dengan kebijaksanaan. "Kau datang untuk kekuatan, bukan?" suaranya dalam dan berat, seolah bisa menembus langsung ke dalam jiwa Li Xing.

Li Xing tidak ragu, meskipun ia tahu bahwa pria tua ini pasti memiliki kekuatan yang luar biasa. "Ya, aku mencari kekuatan. Aku ingin menjadi yang terkuat, dan aku akan melakukan apa saja untuk mencapainya."

Pria itu tersenyum tipis, namun senyumnya itu tidak memberi rasa nyaman. "Kekuatan... adalah ujian yang sangat berat. Kekuatan sejati bukan hanya soal mengalahkan musuh, tetapi tentang memahami diri sendiri. Dunia ini penuh dengan godaan, dan hanya mereka yang sanggup menahan cobaan yang bisa mencapai puncaknya."

Li Xing merasa terprovokasi dengan kata-kata pria tua itu. "Aku tidak peduli dengan kata-kata bijak. Aku hanya ingin membalaskan dendamku. Tidak ada yang lebih penting dari itu."

Pria itu memandang Li Xing dengan tatapan yang dalam. "Dendam akan membakar jiwamu, pemuda. Ia akan mengubahmu menjadi sesuatu yang lebih gelap. Apa yang kau cari bukan hanya kekuatan, tetapi kebebasan dari rasa sakit. Tetapi kebebasan itu datang dengan harga yang sangat mahal."

Li Xing merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata pria tua itu. Ia tahu, semakin dalam ia menyelami dunia kultivasi ini, semakin besar tantangan yang harus ia hadapi. Namun, rasa sakit yang ia rasakan, kehilangan Yi Lan, itu adalah api yang membakar jiwanya, yang tidak bisa ia padamkan.

"Aku tidak takut dengan harga itu," jawab Li Xing dengan suara yang penuh tekad. "Aku akan membayar apa saja untuk mendapatkan kekuatan yang kubutuhkan."

Pria itu hanya mengangguk pelan, lalu berdiri. "Jika itu yang kau inginkan, maka aku akan memberimu tantangan pertama. Tunjukkan kepadaku apakah kau benar-benar siap untuk perjalanan yang akan datang."

Dengan gerakan cepat, pria tua itu mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, sebuah pusaran angin besar muncul di sekitar mereka. Li Xing merasa tubuhnya terhimpit oleh kekuatan yang luar biasa, namun ia tidak mundur. Dengan kekuatan Dao yang mengalir dalam tubuhnya, ia menahan angin itu, berusaha menghadapinya.

"Tunjukkan dirimu," pria tua itu berkata, matanya berkilat tajam, menantang Li Xing untuk membuktikan dirinya.

Li Xing menarik napas dalam-dalam, memusatkan semua energi Dao yang ia miliki. Ia merasakan setiap sel dalam tubuhnya terhubung dengan alam, seolah alam semesta mengalir melalui dirinya. Ia melepaskan serangan energi yang dahsyat, sebuah gelombang kekuatan yang mengalir melalui udara, menantang angin yang datang dengan kecepatan luar biasa.

Namun, pusaran angin itu tidak goyah sedikit pun. Justru, angin itu mulai berputar lebih cepat, menekan Li Xing dengan kekuatan yang lebih besar. Tubuhnya terasa seperti ditarik oleh arus yang tak terlihat, tetapi ia tidak menyerah. Ia fokus, melepaskan kekuatan yang lebih besar, menambah intensitas serangannya.

"Tunjukkan dirimu, Li Xing," pria tua itu berkata lagi, suaranya sekarang terdengar lebih menantang, "Hanya mereka yang bisa bertahan dalam tekanan yang bisa mengerti sejati dari kekuatan."

Dengan setiap serangan, Li Xing merasakan tubuhnya semakin terkuras, namun di dalam dirinya, ada suara yang mengingatkannya ini adalah ujiannya, dan ia tidak bisa mundur.