Cahaya lampu neon berpendar di tengah malam, memantulkan kilauan biru dan merah di atas jalanan basah yang dipenuhi hujan. Di antara riuh kendaraan yang melintas, sesosok pria berdiri tenang di sudut gedung tinggi, memandang keluar jendela kaca yang menghadap ke hiruk pikuk kota. Namanya Alaric Dimitri, seorang pria dengan rambut hitam licin yang selalu tertata rapi, mengenakan setelan hitam yang tampak sangat mahal. Matanya menatap lurus, namun pikirannya jauh dari apa yang ia lihat di depan matanya.
Dia adalah pemimpin dari The Black Syndicate, sebuah organisasi kriminal yang telah mengakar kuat di dunia bawah tanah selama puluhan tahun. Namun, tak ada seorang pun dari publik yang benar-benar tahu wajahnya, siapa dia sebenarnya, atau seberapa dalam pengaruhnya. Baginya, ketidakjelasan adalah kekuatan terbesar yang dimilikinya.
"Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita perkirakan," suara seorang pria terdengar dari belakang Alaric. Itu Luca Marconi, tangan kanan dan eksekutor paling loyal dari organisasi tersebut. "Operasi mereka di Eropa semakin intens. Kita mungkin harus mempercepat rencana kita."
Alaric tidak segera menanggapi. Tatapannya tetap pada jalanan yang terus dilalui ratusan orang tanpa sadar bahwa kehidupan mereka, bahkan negara mereka, sebenarnya dikendalikan oleh orang-orang seperti dirinya. Sejenak ia berpikir, dunia ini hanyalah permainan besar, dan ia memegang kartu-kartu terbaiknya dengan hati-hati.
"Berapa banyak yang sudah kita infiltrasi?" tanya Alaric akhirnya, tanpa menoleh.
"Lima, mungkin enam orang di dalam WPF," jawab Luca cepat. "Tapi mereka semakin curiga. Jade Malinov adalah masalah terbesar kita sekarang. Dia tidak seperti agen yang lain."
Nama itu membuat Alaric akhirnya berbalik. Dia sudah mendengar nama Jade Malinov berulang kali dalam laporan Luca selama beberapa bulan terakhir. Agen yang cerdas, disiplin, dan selalu satu langkah di depan. Berbeda dari agen-agen WPF lainnya yang cenderung lamban dan mudah terjebak, Jade menjadi ancaman nyata bagi The Black Syndicate.
"Kita tidak boleh meremehkan Malinov," kata Alaric dengan nada rendah namun tegas. "Jika dia mengendus terlalu dekat, kita harus siap untuk menyingkirkannya."
Luca mengangguk. "Aku sudah menyiapkan beberapa rencana, tapi orang ini—dia terlalu tangguh. Setiap langkah kita selalu diantisipasi."
Alaric tersenyum tipis. "Itu yang membuat permainan ini semakin menarik, bukan? Biarkan dia merasa unggul untuk sementara. Kita akan lihat seberapa jauh dia bisa bertahan."
Malam itu, Alaric tak menyadari bahwa di sisi lain dunia, di sebuah markas tersembunyi yang terletak di bawah tanah, Jade Malinov tengah menatap peta global yang dipenuhi titik-titik merah. Setiap titik mewakili operasi The Black Syndicate yang berhasil ia deteksi, namun meskipun dia sudah begitu dekat, ada sesuatu yang terus menghalanginya menemukan titik pusat dari semuanya.
Di sudut ruangan markas WPF, Jade Malinov, seorang wanita dengan rambut pirang keemasan yang selalu tersisir rapi ke belakang, mengamati timnya dengan seksama. Mereka adalah agen-agen terbaik yang dipilih khusus untuk membongkar organisasi mafia terbesar di dunia. Namun, di balik ketenangan penampilannya, Jade menyimpan kegelisahan.
"Operasi Paris hampir gagal total," lapor salah satu agen. "Mereka tahu kita akan datang."
Jade menghela napas dalam. "Ini bukan pertama kalinya. Mereka selalu selangkah lebih cepat. Kita ada penghianat di dalam. Itu satu-satunya penjelasan."
Semua orang di dalam ruangan menoleh padanya. Jade menyadari bahwa kalimatnya mungkin menimbulkan kecurigaan. "Jangan salah paham," lanjutnya. "Aku tidak menuduh salah satu dari kita. Tapi kita harus realistis. The Black Syndicate punya cara untuk masuk ke dalam sistem kita. Kalau kita tidak menemukan cara untuk membalik keadaan, kita akan kehilangan semuanya."
Seorang agen bernama Peter, yang telah bekerja dengan Jade selama bertahun-tahun, bertanya dengan nada was-was, "Bagaimana kalau kita tak pernah bisa menghentikan mereka? Maksudku, organisasi ini berbeda dari apa yang pernah kita hadapi sebelumnya."
Jade menatap Peter tajam, "Kita tidak punya pilihan selain menang. Dunia ini tidak bisa dibiarkan jatuh ke tangan mereka."
Jade kembali menatap peta global di hadapannya. Pikirannya berkecamuk, mencoba menghubungkan semua titik-titik yang tampaknya acak, mencari pola yang bisa mengungkap keberadaan The Black Syndicate. Dia tahu mereka ada di mana-mana—di balik perusahaan multinasional, lembaga keuangan, bahkan dalam pemerintahan. Tapi siapa pemimpin mereka? Mengapa tidak ada yang pernah melihat wajahnya?
Alaric Dimitri adalah nama yang terus muncul dalam bisikan-bisikan di dunia kriminal, tetapi tak ada bukti nyata tentang siapa dia. Bahkan, beberapa anggota sindikat yang telah ditangkap pun tak pernah bisa memberikan informasi pasti. Alaric adalah bayangan, sosok tak terjamah, namun dia yang menarik semua tali.
"Besok pagi kita mulai dari awal lagi," ujar Jade akhirnya. "Periksa ulang semua data. Kita harus menemukan celah di perisai mereka. Mereka mungkin kuat, tapi tidak ada yang sempurna."
Peter mengangguk, namun ekspresinya masih dipenuhi kekhawatiran. Semua orang tahu bahwa Jade adalah salah satu agen terbaik di WPF, namun bahkan agen terbaik pun bisa gagal jika berhadapan dengan musuh yang tak terlihat.
Di tempat lain, di sebuah villa tersembunyi di pegunungan, Alaric sedang berbincang dengan Ethan Ross. Ethan adalah hacker berbakat yang menjadi salah satu aset paling berharga bagi The Black Syndicate, namun Alaric tahu bahwa Ethan tidak sepenuhnya loyal. Pria itu lebih tertarik pada uang dan kesempatan daripada prinsip organisasi.
"Aku dapat laporan dari salah satu sumber kita di WPF," kata Ethan sambil menyerahkan sebuah tablet kepada Alaric. "Mereka semakin dekat. Mereka mulai mencium sesuatu."
Alaric memeriksa data di tablet itu dengan teliti. "Mereka memang cerdas, tapi kita lebih unggul. Semua ini sudah kita rencanakan jauh sebelumnya."
Ethan menggelengkan kepalanya. "Tapi mereka punya Jade. Aku sudah mempelajari pola kerjanya. Dia lebih berbahaya daripada yang kau kira."
Alaric menatap Ethan dengan tenang. "Setiap rencana punya risiko, Ethan. Jika Jade Malinov benar-benar menjadi ancaman, kita akan menangani dia dengan cara kita."
Ethan tampak ragu, tapi dia tahu bahwa berdebat dengan Alaric tak akan membawa hasil. Dia juga tahu betapa dingin dan terukurnya pria itu dalam mengambil keputusan. Bagi Alaric, orang-orang hanyalah bidak catur dalam permainan besar ini, dan siapa pun yang menghalanginya akan segera tersingkir.
Malam itu, Jade Malinov duduk di ruangannya yang sepi. Dia memandangi laporan-laporan yang menumpuk di mejanya, berusaha merangkai teka-teki yang tampaknya tak terpecahkan. Dia tahu betapa besarnya taruhan dalam misi ini. Jika dia gagal, The Black Syndicate akan terus tumbuh, memperluas cengkeramannya di dunia. Namun, dalam hati kecilnya, dia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar organisasi kriminal. Ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bahkan mungkin melampaui batas-batas logika.
Dia memandang ke luar jendela, hujan masih turun dengan derasnya. Di balik kelam malam, dia merasa ada mata yang mengawasinya, mata yang selalu berada satu langkah di depannya.
Bersambung di Bab 2…
Bab pertama ini memperkenalkan dua tokoh utama, yaitu Alaric Dimitri sebagai pemimpin mafia yang cerdas dan penuh perhitungan, serta Jade Malinov, agen pemerintah yang memiliki tekad kuat untuk menghancurkan organisasi tersebut. Interaksi pertama antara kedua belah pihak memperlihatkan bahwa meskipun mereka belum bertemu langsung, mereka sudah saling mengetahui dan waspada terhadap satu sama lain.