Keesokan harinya, Jade, Leo, dan Sasha berkumpul di ruang perencanaan kecil di markas mereka. Di hadapan mereka terdapat dokumen yang diberikan oleh Kaiser—detail misi pengiriman senjata ilegal yang akan berlangsung dalam waktu dekat. Mereka tahu bahwa mereka harus bertindak hati-hati jika ingin tetap hidup dan menguak rencana besar di balik jaringan kriminal ini.
Sasha, yang selama ini cenderung berhati-hati, membuka suara. "Pengiriman ini lebih dari sekadar transaksi senjata. Kita harus mempersiapkan diri untuk hal yang tidak terduga. Jika Kaiser mengawasi, mungkin juga ada pihak lain yang terlibat dalam operasi ini."
Jade mengangguk sambil membuka peta besar yang menggambarkan jalur pengiriman. "Kita tahu bahwa senjata-senjata ini akan diselundupkan melalui pelabuhan di sebelah utara. Pengiriman akan diatur oleh salah satu anak buah Kaiser, dan mereka membutuhkan kita untuk memastikan bahwa otoritas tidak mencium transaksi ini."
"Ini bukan hanya tentang meloloskan senjata," tambah Leo dengan serius. "Kita harus menemukan cara untuk mengumpulkan bukti yang cukup tanpa mengorbankan nyawa kita. Jika kita membuat kesalahan, kita tidak hanya berurusan dengan Kaiser, tapi juga pihak berwenang."
Jade diam sejenak, lalu berkata dengan tegas, "Kita harus bermain di dua sisi. Kita bantu Kaiser menjalankan misi ini tanpa hambatan, tetapi pada saat yang sama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang siapa pemasok dan pembelinya. Kita bisa gunakan informasi itu untuk memukul mereka dari dalam."
Sasha tampak ragu. "Dan jika Kaiser mencurigai kita?"
"Kita harus memastikan dia tidak akan mencurigai apa pun," jawab Jade. "Kita harus menyelesaikan ini dengan sempurna."
---
Malam operasi tiba. Pelabuhan tempat pengiriman senjata akan dilakukan tampak gelap dan sepi, dengan hanya beberapa lampu redup yang menerangi dermaga. Mereka bersembunyi di dalam salah satu gudang tua, menunggu sinyal dari orang dalam Kaiser yang akan mengawasi pengiriman.
Jade menatap jam di pergelangan tangannya. "Menurut jadwal, pengiriman akan tiba dalam waktu setengah jam. Kita harus waspada dan tetap di belakang layar. Jangan sampai kita tertangkap basah."
Mereka mengenakan pakaian hitam untuk menyamarkan diri dalam gelap, dan menyiapkan peralatan komunikasi serta kamera kecil untuk merekam segala aktivitas yang mencurigakan. Leo, dengan keahlian taktisnya, memposisikan mereka di tempat yang strategis agar mereka bisa mengawasi pelabuhan tanpa terlihat.
"Apakah kau yakin kita tidak perlu melapor pada atasan kita?" bisik Sasha. "Ini terlalu berbahaya untuk kita tangani sendiri."
"Kita tidak bisa melibatkan mereka sekarang," jawab Jade cepat. "Jika mereka ikut campur, Kaiser akan tahu ada yang tidak beres. Kita harus melakukannya sendiri untuk sementara."
Beberapa menit kemudian, Jade mendengar suara mesin kapal dari kejauhan. Sebuah kapal besar dengan lambung yang terlihat lusuh mendekati dermaga. Di atas kapal itu, tampak beberapa pria bersenjata yang berjaga di sekitar dek. Itu pasti kapal pengangkut senjata.
"Ini dia," kata Leo, memperhatikan kapal dengan seksama. "Pengiriman mulai bergerak."
Mereka tetap bersembunyi sambil mengamati para anak buah Kaiser yang mulai menurunkan peti-peti besar dari kapal. Peti-peti itu diturunkan dengan hati-hati menggunakan derek besar, sementara beberapa pria bersenjata dengan wajah dingin memantau situasi di sekitar dermaga.
Jade mengambil kamera kecil dan mulai merekam aktivitas itu. "Kita harus merekam ini sebanyak mungkin. Ini bisa menjadi bukti penting nanti."
Beberapa saat kemudian, Sasha, yang menjaga sisi lain dermaga, tiba-tiba melihat sesuatu yang tidak biasa. "Tunggu, ada sesuatu yang salah."
Jade segera mendekat. "Apa itu?"
Sasha menunjuk ke arah kapal yang sedang bersandar. "Ada satu orang di kapal yang tampaknya tidak seperti anak buah Kaiser. Lihat, dia tidak bersenjata dan tampaknya sedang memberikan instruksi kepada mereka. Siapa dia?"
Jade memperhatikan pria itu dengan cermat. Penampilannya memang berbeda—lebih rapi dan tenang dibandingkan para pria bersenjata di sekitarnya. "Kita harus mengetahui siapa dia. Dia bisa jadi kunci untuk mengungkap pemasok senjata ini."
Namun, sebelum mereka bisa melakukan lebih banyak pengamatan, Leo yang mengawasi pintu masuk gudang tiba-tiba berbisik, "Masalah besar. Polisi."
Jade terkejut. "Polisi? Bagaimana bisa mereka tahu?"
Leo melirik ke arah jalan masuk dermaga. "Ada beberapa mobil polisi yang bergerak cepat ke arah dermaga. Sepertinya mereka juga mengawasi pengiriman ini. Ini bisa berbahaya, Jade. Jika terjadi baku tembak, kita bisa terjebak di antara dua kubu."
Sasha menatap Jade dengan cemas. "Apa yang kita lakukan sekarang? Apakah kita tetap di sini atau pergi sebelum situasi meledak?"
Jade memikirkan cepat, mempertimbangkan semua opsi. Mereka butuh lebih banyak bukti, tapi jika mereka tetap di sini dan polisi menyerbu, mereka akan terjebak di tengah konflik. Di sisi lain, jika mereka pergi sekarang, mereka mungkin kehilangan kesempatan besar untuk mendapatkan informasi tentang pria misterius di kapal itu.
"Kita tidak bisa pergi sekarang," kata Jade akhirnya. "Kita tetap di sini dan melihat bagaimana ini berjalan. Kita bisa mendapatkan lebih banyak bukti."
Leo mengangguk, meskipun dengan ekspresi waspada. "Baiklah, tapi kita harus siap untuk melarikan diri kapan saja."
Polisi mulai merapat di sekitar pelabuhan, tapi tampaknya mereka tidak segera bergerak. Mereka juga tidak menggunakan sirene, yang menunjukkan bahwa mereka sedang mengawasi dengan diam-diam. Namun, ini membuat situasi semakin tegang, karena ada kemungkinan besar bahwa akan terjadi baku tembak antara polisi dan anak buah Kaiser.
Sementara itu, pria misterius di kapal tampaknya menyadari sesuatu. Dia bergerak cepat ke dalam kapal, seolah-olah ingin menghindari sesuatu. Jade mencatat ini dalam pikirannya.
"Siapa dia? Dan kenapa dia terlihat begitu panik?" bisik Sasha.
"Aku tidak tahu, tapi kita harus mencari tahu," jawab Jade dengan serius.
Beberapa saat kemudian, ketegangan mencapai puncaknya. Tiba-tiba, suara tembakan terdengar di kejauhan. Polisi telah memulai penyerbuan mereka. Anak buah Kaiser yang sedang menurunkan peti-peti senjata segera merespons dengan menembaki arah polisi.
"Tembakannya mulai!" seru Leo.
Jade, Leo, dan Sasha segera mencari perlindungan di balik peti-peti besar di dekat mereka, sementara tembakan dari kedua belah pihak semakin intens. Mereka terjebak di antara baku tembak yang tidak terhindarkan, dan situasinya dengan cepat menjadi kacau.
"Kita harus keluar dari sini!" teriak Sasha, suaranya hampir tenggelam oleh suara tembakan.
Jade setuju. "Cepat, kita mundur ke belakang gudang!"
Mereka bertiga bergerak dengan hati-hati, menghindari peluru yang berdesing di udara. Suasana di dermaga berubah menjadi kekacauan total—anak buah Kaiser dan polisi saling menembak, sementara kapal mulai menghidupkan mesinnya, berusaha untuk melarikan diri dari dermaga.
Namun, di tengah kepanikan itu, Jade melihat sesuatu yang penting—pria misterius tadi melarikan diri dari kapal dengan bantuan salah satu anak buahnya. Mereka menuju ke sebuah mobil hitam yang terparkir di belakang dermaga.
"Kita harus ikuti dia," kata Jade dengan tegas. "Dia adalah kunci. Jika kita kehilangan dia, kita mungkin tidak akan pernah tahu siapa yang ada di balik semua ini."
Leo dan Sasha ragu sejenak, tapi akhirnya setuju. "Baiklah, ayo cepat!" jawab Leo.
Mereka bergerak cepat keluar dari area baku tembak dan mulai mengikuti mobil hitam tersebut dari jarak yang aman. Jade menyadari bahwa pria misterius itu lebih penting dari sekadar pengiriman senjata ini—dia adalah bagian dari teka-teki yang lebih besar.
Saat mobil hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi keluar dari dermaga, Jade tahu bahwa mereka telah memasuki tahap baru dalam misi mereka. Kini mereka bukan hanya harus menyelesaikan tugas mereka dengan Kaiser, tetapi juga mengungkap kebenaran yang lebih dalam tentang siapa sebenarnya yang menarik tali di balik jaringan kriminal ini.
Dan sekarang, dengan jejak baru yang mereka temukan, perburuan mereka terhadap kebenaran semakin berbahaya.