Chereads / The Black Syndicate / Chapter 12 - Bab 12: Serangan Tengah Malam

Chapter 12 - Bab 12: Serangan Tengah Malam

Malam itu dingin dan gelap ketika Jade, Leo, dan Sasha bersiap di sekitar gedung pemerintahan tua. Bangunan besar itu telah lama tidak digunakan secara resmi, tapi malam ini gedung tersebut menjadi lokasi pertemuan rahasia antara salah satu pejabat tinggi dan Volkov. Informasi yang mereka dapatkan dari Kucing Hitam mengatakan bahwa Volkov sedang merencanakan sesuatu yang besar—dan malam ini, mereka berencana menghentikan langkahnya.

"Apakah kalian siap?" tanya Jade dengan suara rendah. Dia memeriksa peralatan komunikasinya untuk memastikan semuanya bekerja dengan baik.

Leo mengangguk dari posisinya di belakang tembok batu. "Siap. Aku akan masuk lewat sisi utara. Begitu di dalam, aku akan mencoba memutus sinyal komunikasi mereka."

Sasha, yang bersembunyi di belakang sebuah mobil tua di luar gedung, juga mengangguk. "Aku akan tetap di luar untuk mengawasi. Jika ada yang mencurigakan, aku akan memberi tahu kalian."

Jade menatap gedung tua itu, merasakan ketegangan yang meningkat. Mereka telah berlatih selama berhari-hari untuk misi ini, dan sekarang saatnya tiba. Mereka harus masuk, mendapatkan bukti keterlibatan pejabat itu dengan Volkov, dan keluar dengan selamat sebelum semuanya berantakan.

"Kita bergerak sekarang," kata Jade tegas.

Leo bergerak lebih dulu, menyelinap di antara bayangan dan menuju pintu samping gedung. Dengan keahliannya dalam meretas sistem keamanan, dia berhasil membuka pintu tanpa menimbulkan alarm. Dalam sekejap, dia masuk ke dalam gedung dan mulai memeriksa area sekitarnya.

Jade mengikuti setelah Leo memastikan jalur aman. Begitu masuk, mereka bergerak tanpa suara melalui lorong-lorong gelap gedung itu. Suasana di dalam terasa menekan—setiap langkah mereka bergema, membuat mereka semakin waspada.

"Kau mendengar itu?" bisik Leo di headset.

Jade berhenti sejenak dan mendengarkan dengan seksama. Dari kejauhan, dia bisa mendengar suara percakapan samar-samar, seolah-olah ada sekelompok orang sedang berdiskusi.

"Ya, mereka ada di sini," jawab Jade pelan. "Cari tahu dari mana asal suara itu."

Dengan hati-hati, mereka mengikuti suara tersebut, memastikan untuk tidak menimbulkan suara yang dapat menarik perhatian. Mereka berhenti di depan sebuah pintu kayu tua, dari mana suara percakapan terdengar semakin jelas.

Leo merapatkan tubuhnya ke dinding, mencoba mendengarkan lebih baik. "Aku mendengar suara dua orang… salah satunya pejabat yang kita cari. Yang lain, aku rasa itu Volkov."

Jade mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka berhenti. "Oke, kita perlu mendapatkan bukti bahwa mereka terlibat. Kita tidak bisa menyerang tanpa itu. Gunakan alat penyadapmu."

Leo mengeluarkan alat kecil dari sakunya—alat yang akan merekam percakapan di dalam ruangan itu. Dengan hati-hati, dia memasangnya di bawah pintu, lalu menyambungkannya ke perangkatnya.

"Rekaman mulai," bisik Leo.

Jade menarik napas dalam-dalam dan menunggu. Mereka tidak bisa masuk secara langsung tanpa mengetahui situasi di dalam. Misi ini sangat penting—bukan hanya untuk menghentikan rencana Volkov, tapi juga untuk membuktikan bahwa pejabat tinggi tersebut terlibat dalam kejahatan besar. Jika mereka gagal, mereka tidak hanya akan kehilangan kesempatan ini, tapi juga akan menarik perhatian Volkov dan pasukannya.

Dari dalam ruangan, suara percakapan mulai terdengar lebih jelas melalui alat penyadap.

"Kami membutuhkan dukungan penuh, dan ini adalah kesempatan besar bagi kalian untuk terlibat dalam sesuatu yang besar," suara itu terdengar berat dan tegas. Volkov, tanpa ragu.

"Kami sudah menyediakan apa yang kalian minta," jawab suara lain yang tidak asing lagi. Itu adalah suara pejabat yang mereka incar, seorang tokoh penting di pemerintahan kota. "Senjata, akses, dan keamanan. Tapi aku butuh jaminan bahwa kami akan mendapatkan bagian yang adil."

"Bagian kalian sudah diatur. Kami hanya butuh kesetiaan dan komitmen untuk melanjutkan rencana ini. Dengan kekuatan di belakang kita, tidak ada yang bisa menghentikan kita. Kota ini akan berada di bawah kendali kita sepenuhnya."

Jade mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami apa yang sebenarnya mereka rencanakan. Ini lebih besar dari sekadar perdagangan senjata atau kekuasaan lokal. Volkov dan pejabat ini sedang merencanakan sesuatu yang jauh lebih dalam—sesuatu yang akan mengancam seluruh kota dan bahkan negara.

"Apa yang kita lakukan selanjutnya?" bisik Leo.

Jade berpikir sejenak, lalu menjawab dengan tegas. "Kita harus mendapatkan bukti yang cukup dan pergi dari sini sebelum mereka menyadari kehadiran kita. Kita tidak bisa membuat kesalahan."

Mereka menunggu beberapa menit lagi, mendengarkan setiap kata yang diucapkan di dalam ruangan. Setelah memastikan bahwa mereka memiliki cukup bukti, Leo mulai merapikan peralatannya. Tapi tiba-tiba, suara keras terdengar dari dalam ruangan, diikuti oleh langkah kaki yang tergesa-gesa.

"Mereka keluar!" bisik Leo.

Jade dan Leo bergerak cepat, mencari tempat untuk bersembunyi di balik dinding terdekat. Pintu kayu itu terbuka, dan Volkov, bersama pejabat itu, keluar dari ruangan dengan beberapa pengawal mereka.

"Kita harus keluar dari sini secepat mungkin," kata Volkov. "Segera susun rencana untuk pergerakan selanjutnya. Aku tidak ingin ada yang tahu tentang pertemuan ini."

Pejabat itu mengangguk. "Aku akan memastikan semuanya tertutup rapat. Tidak ada yang akan mencurigai apapun."

Jade menahan napas saat mereka berjalan melewati tempat persembunyian mereka. Dia bisa merasakan detak jantungnya meningkat, tapi mereka tidak boleh membuat suara sedikit pun. Ketika Volkov dan rombongannya akhirnya menjauh, Jade memberi isyarat kepada Leo untuk bergerak.

"Kita harus keluar sekarang," ujar Jade pelan melalui headset, memastikan Sasha juga mendengarnya dari luar.

"Sasha, bagaimana situasi di luar?" tanya Jade.

"Semua aman," jawab Sasha. "Tapi ada beberapa mobil di dekat pintu masuk utama. Mereka tampaknya menunggu seseorang."

Jade mengerutkan kening. "Mungkin Volkov akan pergi melalui pintu utama. Kita tidak bisa keluar lewat sana. Cari jalur lain."

Leo menunjuk sebuah pintu kecil di ujung lorong. "Kita bisa keluar lewat sana. Itu mengarah ke lorong bawah tanah, mungkin bisa membawa kita keluar dari sini tanpa terlihat."

Mereka bergerak cepat menuju pintu tersebut. Namun, saat mereka sampai di pintu, alarm mendadak berbunyi keras di seluruh gedung. Suara alarm itu menggema di seluruh ruangan, membuat mereka semua terkejut.

"Sial, kita ketahuan!" seru Leo.

Tanpa berpikir panjang, Jade membuka pintu dan mereka berlari menyusuri lorong bawah tanah yang sempit. Suara langkah kaki dan perintah keras terdengar di belakang mereka—pengawal Volkov pasti sudah menyadari bahwa ada penyusup.

"Kita harus lebih cepat!" seru Sasha dari headset.

Jade mempercepat langkahnya, merasakan adrenalin mengalir kencang di tubuhnya. Lorong bawah tanah itu gelap dan berkelok-kelok, tapi mereka tidak punya waktu untuk berhenti atau mempertimbangkan arah. Mereka hanya bisa berharap lorong ini membawa mereka keluar dari gedung.

Setelah beberapa menit berlari, mereka akhirnya melihat cahaya samar di ujung lorong. Mereka berlari ke arah cahaya tersebut, dan ketika mereka keluar dari lorong, mereka menemukan diri mereka di belakang gedung, di sebuah gang sempit yang gelap.

"Kita harus pergi sekarang," kata Jade, berusaha mengatur nafasnya.

Mereka bergerak cepat, menyelinap melalui gang-gang sempit untuk menghindari pengawal Volkov yang mungkin masih mencarinya. Begitu sampai di tempat aman, Sasha segera membawa mobil mereka, dan mereka melesat pergi dari lokasi itu.

---

Di dalam mobil, mereka semua terdiam sejenak, masih merasakan ketegangan dari misi tersebut. Jade menatap Leo yang memegang alat perekam di tangannya.

"Kita berhasil mendapatkan semuanya?" tanya Jade.

Leo mengangguk sambil memperlihatkan perangkatnya. "Ya, kita punya rekaman percakapan mereka. Ini cukup untuk menghancurkan pejabat itu dan mengganggu rencana Volkov."

Sasha yang duduk di depan menghela napas lega. "Kita selamat… untuk kali ini."

Jade memandang keluar jendela, melihat lampu-lampu kota yang berkelip di kejauhan. Mereka tahu bahwa ini hanya awal dari perang yang lebih besar. Volkov mungkin sudah kehilangan salah satu sekutu pentingnya, tapi dia tidak akan menyerah begitu saja. Pertarungan ini baru dimulai, dan mereka harus siap menghadapi serangan balasan yang lebih besar.

"Kita tidak bisa berhenti di sini," ujar Jade akhirnya. "Kita harus terus maju. Semakin dalam kita terlibat, semakin dekat kita untuk menghentikan Volkov."

Leo mengangguk setuju. "Ini baru awal. Tapi kita sudah mengirim pesan yang jelas."

Sasha memutar set

ir, membawa mereka menjauh dari pusat kota. "Semoga Volkov mendapatkan pesannya."

---

Sementara itu, di gedung tua yang baru saja mereka tinggalkan, Volkov berdiri di depan jendela, menatap kegelapan malam. Wajahnya terlihat tenang, tapi matanya menyiratkan kemarahan yang mendalam. Dia tahu ada sesuatu yang salah. Alarm yang berbunyi tidak mungkin terjadi tanpa sebab.

"Kita punya penyusup," katanya pelan, berbicara kepada salah satu anak buahnya.

Pria itu mengangguk dengan cemas. "Kami sedang mencari mereka, Tuan. Kami akan menemukan mereka."

Volkov tidak menjawab. Dia hanya menatap keluar jendela, pikirannya dipenuhi rencana balas dendam yang lebih besar.

"Temukan mereka," katanya dingin. "Dan hancurkan mereka."