Udara pegunungan yang dingin menyelimuti tubuh mereka saat Jade, Sasha, Leo, dan Arman memeriksa bangunan tua yang akan menjadi tempat perlindungan sementara mereka. Bangunan itu dulunya adalah bekas markas militer yang sudah tidak terpakai selama bertahun-tahun. Dinding-dindingnya yang kusam dan berdebu menceritakan cerita tentang masa lalu yang keras, namun tempat ini masih kokoh, dan lebih penting lagi, jauh dari jangkauan Volkov dan anak buahnya.
"Ini cukup terpencil," kata Sasha sambil menendang salah satu pintu yang sudah lapuk. "Tak ada yang akan menemui kita di sini kecuali mereka benar-benar tahu di mana mencari."
"Dan itu yang kita butuhkan," jawab Jade sambil melihat sekeliling ruangan yang mereka masuki. Bangunan ini terdiri dari beberapa kamar kecil yang tersambung ke satu ruangan besar di tengahnya, kemungkinan bekas pusat komando. Ada beberapa pintu darurat di sisi belakang yang langsung mengarah ke luar, memudahkan mereka untuk melarikan diri jika keadaan semakin buruk.
Arman mengangguk, "Ini bukan tempat terburuk yang pernah aku tinggali. Kita bisa membuatnya bekerja untuk sementara waktu."
Leo, yang masih memegang laptopnya dengan erat, segera menuju meja yang paling bersih yang bisa dia temukan dan mulai menyiapkan peralatan komputernya. "Aku akan mencoba menyiapkan sistem komunikasi yang aman. Jika kita beruntung, kita masih bisa terhubung dengan beberapa kontak tanpa terdeteksi."
Jade menghampiri Leo, mengawasi saat dia mulai mengaktifkan laptopnya. "Kita butuh lebih dari itu, Leo. Aku ingin tahu siapa saja yang masih setia pada Volkov dan siapa yang sudah mulai berpaling. Media sudah mulai memuat rekaman yang kita sebarkan, dan tekanan publik pada pemerintah semakin besar. Tapi kita belum tahu apakah itu cukup untuk menggoyang posisi Volkov."
Leo mengangguk. "Aku mengerti. Beri aku waktu beberapa jam untuk mengakses jaringan yang tersisa dan melihat siapa yang masih beroperasi. Kalau ada peluang untuk menyerang balik, aku akan menemukannya."
Jade menepuk bahu Leo sebelum berbalik ke arah Sasha dan Arman. "Kita akan memeriksa perbatasan pegunungan ini. Tempat ini aman untuk sekarang, tapi kita harus siap jika ada yang mendekat. Pastikan pintu darurat tidak rusak dan persenjataan kita terdistribusi dengan baik."
Arman mengangguk setuju, dan tanpa membuang waktu, mereka mulai mempersiapkan tempat itu untuk bertahan lebih lama.
---
Beberapa jam kemudian, Leo akhirnya menemukan sesuatu. "Jade, Sasha, kalian harus lihat ini," katanya dengan nada yang menunjukkan bahwa dia baru saja menemukan sesuatu yang besar.
Jade dan Sasha segera berkumpul di sekitar laptop Leo. "Apa yang kau temukan?" tanya Jade, matanya memperhatikan layar.
Leo menunjukkan kepada mereka sebuah peta digital yang dia hack dari salah satu jaringan rahasia milik Volkov. "Ini adalah jalur distribusi baru yang Volkov kembangkan beberapa bulan terakhir. Sebagian besar merupakan operasi penyelundupan senjata, dan tampaknya, dia masih bergantung pada dua rute utama untuk mengangkut barang-barangnya."
Sasha menatap peta dengan tajam. "Rute-rute ini melewati wilayah yang cukup terbuka. Jika kita bisa menghancurkan salah satunya, kita bisa memutus jalur suplai Volkov."
"Benar," jawab Leo. "Dan yang lebih penting, informasi ini menunjukkan bahwa salah satu titik transit utama Volkov terletak di sebuah gudang bawah tanah di perbatasan timur. Jika kita bisa menyerang di sana, kita bukan hanya memutus suplai, tapi juga melemahkan logistiknya secara keseluruhan."
Jade merenung sejenak, menimbang risiko dan keuntungan dari serangan semacam itu. "Ini peluang yang tidak bisa kita lewatkan. Jika kita berhasil menyerang gudang itu, Volkov akan semakin terpojok."
"Tapi itu tidak akan mudah," sambung Arman yang baru saja kembali dari memeriksa perimeter. "Gudang di perbatasan itu pasti dijaga ketat, apalagi jika itu merupakan titik utama dari operasi Volkov. Kita akan berhadapan dengan pasukan bersenjata lengkap."
Jade tersenyum kecil, meski ketegangan masih terpancar dari wajahnya. "Kita tidak pernah memilih jalan yang mudah, bukan? Kita akan menyerang gudang itu malam ini."
Sasha mengangguk setuju. "Ini mungkin satu-satunya kesempatan kita untuk benar-benar menggoyang posisinya. Kita harus bertindak cepat sebelum Volkov sadar bahwa kita telah menemukan jalur logistiknya."
---
Malam itu, setelah persiapan matang, tim Jade bersiap untuk bergerak. Mereka berempat berangkat dalam dua kendaraan menuju titik perbatasan di mana gudang Volkov berada. Di perjalanan, suasana di dalam mobil terasa tegang namun penuh determinasi.
Arman, yang mengendarai kendaraan depan bersama Jade, memeriksa peta digital yang mereka dapatkan dari Leo. "Kita akan sampai di lokasi dalam 30 menit. Aku sudah menyiapkan semua bahan peledak yang kita butuhkan. Begitu kita sampai di sana, kita harus bekerja cepat. Volkov pasti akan segera tahu jika ada masalah."
Jade menatap ke luar jendela, memikirkan langkah yang akan mereka ambil. Serangan ini bukan hanya soal menghancurkan satu gudang; ini adalah langkah besar untuk memperlemah Volkov dan meruntuhkan cengkeramannya di dunia kriminal. Jika mereka berhasil, kekuatan Volkov akan berkurang drastis, dan dia tidak akan punya banyak pilihan selain mundur.
"Kita akan menunggu di luar perimeter sampai ada tanda dari Leo," kata Jade akhirnya. "Begitu dia memastikan bahwa sistem keamanan di gudang sudah dibobol, kita masuk, hancurkan tempat itu, dan keluar sebelum mereka tahu apa yang terjadi."
Sasha, yang mengendarai kendaraan kedua bersama Leo, menepuk bahu Leo. "Kau yakin bisa memutuskan sistem keamanannya dari jarak jauh?"
Leo, yang sibuk dengan perangkat kecil di tangannya, mengangguk. "Ini bukan pertama kalinya aku melakukan ini. Aku sudah meretas sebagian besar jaringan mereka. Begitu kita berada dalam jangkauan yang cukup dekat, aku bisa mematikan semua alarm dan sistem keamanan elektronik di sana."
"Bagus," sahut Sasha. "Kita akan melakukannya dengan cepat dan bersih."
---
Setelah mencapai titik perbatasan, tim Jade bergerak diam-diam mendekati gudang. Tempat itu terletak di antara dua tebing tinggi, dengan hanya satu jalan masuk utama yang dijaga ketat oleh beberapa penjaga bersenjata. Dari kejauhan, mereka bisa melihat bahwa gudang itu bukan bangunan biasa. Tampaknya tempat ini dirancang dengan perlindungan ekstra, lengkap dengan menara pengawas di kedua sisinya.
"Ini lebih besar dari yang kita kira," kata Arman sambil memeriksa area itu melalui teropong. "Mereka benar-benar tidak main-main dalam melindungi tempat ini."
Jade merapatkan diri di belakang sebuah batu besar, memeriksa situasi dengan hati-hati. "Kita harus melumpuhkan penjaga-penjaga itu sebelum mereka bisa memberikan peringatan. Leo, kau siap dengan sistem keamanannya?"
Leo, yang bersembunyi di samping Sasha, mengangguk. "Aku hampir mendapatkan akses penuh. Beri aku lima menit lagi."
"Bagus. Begitu kau mematikan sistem keamanan, kita akan bergerak," kata Jade sambil memberi isyarat kepada Sasha dan Arman untuk bersiap.
Saat Leo bekerja dengan cepat di laptopnya, ketegangan di udara semakin terasa. Waktu seakan berjalan lambat saat mereka menunggu, namun tiba-tiba, suara Leo terdengar. "Sistem keamanan berhasil dimatikan. Alarm mereka tidak akan berbunyi."
"Sekarang saatnya," kata Jade dengan tegas. "Kita bergerak."
Dengan senyap, mereka menyelinap mendekati gudang. Arman yang berada di depan segera melumpuhkan dua penjaga pertama dengan pisau yang dilemparnya secara presisi. Sementara Sasha bergerak ke arah menara pengawas untuk memastikan tidak ada ancaman dari atas.
Jade dan Leo, yang berada di belakang, mulai memasuki bagian dalam gudang. Di dalam, mereka melihat berbagai kontainer besar yang penuh dengan senjata dan amunisi, menandakan betapa pentingnya tempat ini bagi operasi Volkov.
"Kita akan meledakkan tempat ini," kata Jade sambil mengeluarkan bahan peledak dari ranselnya. "Pastikan setiap sudut terisi dengan bahan peledak. Kita akan membuat Volkov merasakan kehilangan yang sangat besar."
Arman dan Sasha bekerja dengan cepat, menempatkan bahan peledak di berbagai titik strategis. Sementara itu, Jade memastikan waktu detik-detik ledakan disetel dengan baik, memberi mereka cukup waktu untuk melarikan diri.
"Tiga menit," kata Arman sambil memeriksa detik penghitung yang baru saja dia setel. "Begitu bahan peledak ini aktif, kita harus segera keluar dari sini."
"Siapkan kendaraan," jawab Jade. "Kita tidak boleh terjebak di sini ketika ledakan terjadi."
Mereka semua bergegas keluar dari gudang dan kembali ke kendaraan mereka. Namun, saat mereka hampir mencapai pintu keluar, suara sirine tiba-tiba terdengar di kejauhan.