Pagi itu, Jade, Sasha, Leo, dan Arman yang terluka parah berhasil menemukan tempat persembunyian sementara di sebuah gubuk kecil yang ditinggalkan di pinggiran hutan. Udara pagi yang dingin menusuk tulang, namun suasana terasa lebih berat karena kegagalan mereka semalam. Mereka harus berhadapan dengan kenyataan pahit: misi penyusupan ke gudang Volkov gagal total. Arman, yang terluka, hanya bisa berbaring dengan napas berat, sementara Leo sedang mengakses komunikasi darurat untuk menghubungi kontak-kontak mereka yang tersebar di beberapa kota terdekat.
Sasha, dengan wajah cemas, merawat luka Arman. "Kita harus segera bawa dia ke rumah sakit, atau dia akan kehilangan banyak darah."
Jade menatap peta di tangan Leo. "Tidak ada rumah sakit yang aman bagi kita sekarang. Volkov sudah memperketat jaringan pengawasannya. Satu-satunya pilihan adalah menghubungi Vanya."
"Vanya?" tanya Sasha sambil menoleh. "Kontak kita di bawah tanah? Kita tidak bisa mempercayainya sepenuhnya."
"Tidak ada pilihan lain," jawab Jade tegas. "Dia satu-satunya yang bisa membantu kita keluar dari situasi ini. Selain itu, dia tahu cara mengakses markas tersembunyi Volkov."
Leo, yang mendengar pembicaraan itu, langsung menghubungi Vanya. "Jika kita bisa mencapai tempat Vanya, kita mungkin bisa menyusun serangan balasan."
Beberapa jam kemudian, setelah perjalanan panjang dan sulit melalui jalanan hutan yang tersembunyi, mereka akhirnya bertemu dengan Vanya, seorang wanita tangguh berambut pendek dan sikap dingin, di sebuah bunker tua di luar kota. Tatapan Vanya tajam saat melihat kondisi Arman, namun dia tidak menunjukkan rasa simpati.
"Jadi, kalian gagal," katanya sambil menyalakan rokok. "Volkov tahu kalian datang, dan sekarang dia akan semakin memperketat kontrolnya. Tapi… aku punya cara untuk membantu kalian. Ada jalan lain menuju markas rahasianya di bawah tanah, tempat dia menyimpan eksperimen paling berbahaya."
Jade mengangguk. "Kita butuh akses. Secepatnya."
Vanya menghembuskan asap rokoknya. "Kalian masuk, aku dapat bagian yang kita sepakati."
Jade setuju, meskipun merasa tidak nyaman dengan sikap Vanya yang licik. Tidak ada pilihan lain selain mengambil risiko ini.
Malam tiba dengan cepat saat mereka bersiap untuk perjalanan ke terowongan bawah tanah yang akan membawa mereka ke markas Volkov. Vanya membawa mereka melalui pintu masuk tersembunyi di sebuah bangunan industri tua yang tampak sudah ditinggalkan. Lorong-lorong di bawah tanah berbau lembab dan sesekali terdengar suara air yang menetes dari dinding batu yang retak.
"Mereka tidak akan mengira kalian akan masuk dari sini," kata Vanya dengan senyum tipis. "Ini salah satu terowongan tua yang dulu dipakai untuk transportasi ilegal. Sekarang, hanya sedikit yang tahu tentang jalan ini."
Namun, semakin jauh mereka berjalan, semakin Jade merasa bahwa ada sesuatu yang salah. Lorong terasa terlalu tenang, dan Vanya berjalan dengan langkah yang terlalu percaya diri. Kecurigaannya semakin tumbuh, namun belum ada bukti yang cukup untuk menahannya.
Saat mereka sampai di sebuah ruangan besar yang gelap, Jade berhenti sejenak. "Leo, cek peta," bisiknya.
Leo segera membuka peta digital yang mereka bawa. "Kita seharusnya sudah dekat. Markas Volkov berada tepat di bawah kita, sekitar 300 meter ke selatan."
Namun sebelum mereka sempat melanjutkan perjalanan, suara derit keras terdengar dari balik dinding terdekat. Pintu besi raksasa terbuka perlahan, dan beberapa detik kemudian, lampu-lampu di sekitar mereka menyala terang. Volkov sudah menunggu mereka.
"Kalian datang lebih cepat dari yang kuduga," suara berat Volkov menggema dari pengeras suara di dinding. Di depannya, pasukan bersenjata lengkap mulai bergerak ke arah tim Jade. Mereka terjebak di ruang bawah tanah yang terbatas, tanpa jalan keluar yang jelas.
Vanya tersenyum licik. "Aku sudah mendapatkan bagianku. Sisanya terserah kalian."
Tanpa menunggu lebih lama, Jade mengeluarkan senjatanya dan memberi aba-aba. "Sasha, Arman, berlindung di balik pilar! Leo, matikan sistem keamanan mereka!" teriaknya.
Pertempuran brutal pun pecah di dalam ruangan sempit itu. Sasha, dengan keterampilan tempurnya, mengalahkan dua musuh dengan pukulan cepat dan tembakan akurat. Sementara itu, Arman yang terluka memaksakan diri untuk menembak, meskipun gerakannya lebih lambat dan canggung.
Leo dengan cepat meretas sistem di laptopnya, mencoba membuka pintu lain yang bisa menjadi jalan keluar mereka. "Aku butuh waktu! Sistemnya lebih rumit dari yang kuduga!" seru Leo sambil mengetik dengan cepat.
Di sisi lain ruangan, Jade bertarung melawan tiga penjaga Volkov yang bergerak bersamaan. Mereka memiliki perisai dan senjata otomatis, namun Jade dengan sigap menghindari setiap tembakan, bergerak lincah di antara pilar-pilar beton. Ia berhasil menjatuhkan satu musuh dengan tembakan tepat di kakinya, sementara dua lainnya berusaha mendekat. Pertarungan tangan kosong pun tak terelakkan—Jade menggunakan teknik tempur jarak dekat untuk menangkis serangan brutal mereka.
Leo akhirnya berhasil membuka pintu belakang, namun situasi semakin memburuk. Volkov, yang menyadari tim Jade mulai mundur, memerintahkan pasukan elitnya untuk memblokir pintu keluar. Sebuah ledakan besar menghantam sisi ruangan, melemparkan mereka semua ke lantai.
"Tidak ada jalan keluar yang mudah," Volkov berbicara lagi melalui pengeras suara. "Kalian pikir bisa kabur? Kalian sudah berjalan langsung ke perangkapku."
Arman, yang mulai kehabisan darah, tiba-tiba berdiri dengan susah payah. "Kita tidak bisa terus bertahan di sini. Kita butuh sesuatu yang lebih besar untuk membuka jalan keluar." Dengan sisa tenaganya, dia melemparkan granat yang dia simpan ke arah tembok samping. Ledakan hebat menghancurkan dinding itu, membuka celah yang cukup besar untuk pelarian mereka.
"Cepat, keluar sekarang!" teriak Jade sambil menarik Arman yang hampir pingsan.
Mereka berlari melewati reruntuhan beton dan debu, sementara pasukan Volkov terus mengejar di belakang. Meski terluka dan kelelahan, tekad mereka tetap kuat. Jade memimpin tim keluar dari terowongan bawah tanah yang semakin runtuh, dengan suara ledakan kecil dan gemuruh tanah di belakang mereka.
Namun sebelum mereka bisa merasa aman, saat mereka mencapai pintu keluar di permukaan tanah, Volkov sudah menunggu dengan senjata berat. Di belakangnya, helikopter dan pasukan tambahan berkumpul, siap untuk memburu mereka sampai ke ujung dunia.
"Ini sudah cukup jauh, Jade," kata Volkov dengan nada dingin. "Kalian telah membuat hidupku lebih sulit dari yang kuperkirakan. Tapi semua ini akan berakhir di sini."
Tanpa berpikir panjang, Jade dan timnya berlari ke arah hutan yang terdekat, menghindari hujan peluru yang ditembakkan oleh pasukan Volkov. Namun kekuatan mereka sudah hampir habis, dan jumlah musuh jauh lebih banyak dari yang mereka duga. Mereka bersembunyi di balik pohon-pohon besar, mencoba bertahan.
"Jika kita tidak menemukan cara untuk keluar dari sini, kita akan mati," kata Sasha sambil mengisi ulang senjatanya. "Kita butuh keajaiban."
Leo yang kelelahan tiba-tiba mendapat ide. "Ada cara lain. Aku bisa menggunakan perangkat hacking untuk mengambil alih helikopter mereka. Tapi aku butuh waktu, dan kita harus mendekat ke salah satu dari mereka."
Jade berpikir cepat, menimbang risiko. "Baik, kita lakukan itu. Sasha, bantu Leo mendekat. Aku dan Arman akan menahan mereka di sini."
Sementara Jade dan Arman menahan pasukan Volkov dengan tembakan balasan, Sasha dan Leo menyelinap lebih dekat ke salah satu helikopter musuh. Leo berjongkok di belakang beberapa semak-semak sambil dengan cepat memprogram perangkat hacking-nya. Waktu berjalan cepat, dan mereka hanya punya beberapa menit sebelum Volkov menyadari rencana mereka.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Leo berhasil mengambil alih sistem kontrol helikopter. Mesin helikopter tiba-tiba menyala, dan baling-balingnya mulai berputar. "Cepat, kita harus ke helikopter itu sekarang!" teriak Leo.
Mereka semua berlari secepat mungkin menuju helikopter, menghind
ari tembakan yang masih berdesingan di udara. Jade, yang paling terakhir naik, melihat Volkov berdiri dengan marah di kejauhan, memerintah pasukannya untuk terus menembak.
Dengan semua orang aman di dalam helikopter, Leo segera menerbangkannya menjauh dari tempat pertempuran. Mereka terbang tinggi di atas hutan yang mulai tampak kecil di bawah. Meski mereka berhasil lolos kali ini, Jade tahu bahwa ini belum berakhir. Volkov masih hidup, dan dia pasti akan kembali untuk menuntut balas.