"PERINGATAN BANYAK ADEGAN BRUTAL DI BAGIAN INI"
Malam itu, udara terasa tegang. Jade dan timnya bergerak dalam diam, berbaur dengan kegelapan. Mereka sudah memetakan lokasi gudang Volkov sejak berminggu-minggu, dan sekarang waktunya tiba untuk melancarkan serangan yang telah lama direncanakan. Gudang yang terletak di perbatasan negara merupakan pusat distribusi logistik Volkov, menyimpan senjata, bahan peledak, dan informasi penting.
Jalan menuju lokasi semakin sempit, dipenuhi oleh bebatuan yang berbahaya. Puncak-puncak bukit yang mengelilingi gudang menyulitkan akses, namun memberikan keuntungan strategis untuk pengawasan. Jade melirik ke arah timnya—Arman, Sasha, dan Leo—mereka tampak tegang namun fokus. Setiap dari mereka tahu bahwa kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal.
"Selalu ada penjaga di puncak-puncak bukit itu," bisik Sasha, merapatkan jaket hitamnya untuk menahan dingin. "Mereka menggunakan lampu sorot yang bergerak terus-menerus. Kita harus masuk saat cahaya bergeser."
Leo mengangguk sambil memasukkan beberapa kode terakhir ke laptopnya. "Begitu kita sampai di titik yang tepat, aku akan mematikan sistem keamanan. Kita punya lima menit sebelum sistem itu mereset sendiri, dan kita akan ketahuan."
Jade memberi isyarat dengan tangan. "Kita bergerak sekarang."
Langkah mereka cepat dan senyap, mengikuti jalur yang telah dipelajari sebelumnya. Setiap bayangan, setiap suara kecil di malam itu menjadi musuh mereka, membuat tim harus ekstra waspada. Setiap anggota tim telah dilatih untuk menghadapi situasi genting seperti ini, tetapi Jade tidak bisa menepis perasaan aneh yang terus menghantui pikirannya sejak pagi.
Saat mereka semakin dekat ke pintu masuk belakang gudang, Leo mengeluarkan alat elektronik kecil dari tasnya dan menempelkannya ke panel keamanan. Cahaya di layar laptopnya redup, menandakan bahwa sistem sedang di-bypass.
"Waktu kita mulai berjalan," kata Leo dengan suara pelan namun tegas.
Jade memberi perintah. "Arman, Sasha, tempatkan bahan peledak di titik-titik yang kita rencanakan. Aku dan Leo akan menjaga pintu masuk. Jangan lama-lama, kita tak punya banyak waktu."
Mereka berdua segera berpisah. Arman dan Sasha masuk lebih dalam ke gudang, memanfaatkan lorong-lorong sempit untuk memasang bahan peledak di titik vital. Namun sesuatu terasa tidak beres—udara terasa berat, seolah-olah ada sesuatu yang menunggu di kegelapan.
Saat Arman dan Sasha hampir selesai menempatkan bahan peledak, Jade yang berada di luar mulai merasa tidak tenang. Cahaya lampu sorot dari bukit di seberang mereka berhenti bergerak.
"Leo, ada yang tidak beres," bisik Jade sambil menajamkan pendengarannya. "Lampu sorot berhenti. Mereka mungkin sudah tahu kita di sini."
Leo segera melihat ke layar laptopnya, mengetikkan beberapa perintah cepat. "Sial, seseorang mengakses sistem keamanan dari jarak jauh. Mereka sudah memperbaiki kerusakannya."
Jade mendengar derap langkah kaki mendekat. Bukan hanya satu atau dua orang—ini adalah suara puluhan pasukan yang datang. Tanpa ragu, dia segera menarik Leo masuk ke dalam gudang, menyembunyikan diri di balik tumpukan peti kayu besar.
"Kita masuk ke dalam perangkap," gumamnya pelan, penuh ketegangan.
Arman yang berada di dalam mulai menyadari hal yang sama. Suara langkah berat mendekati mereka dari berbagai arah. Sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, sirene di seluruh gudang mulai berbunyi keras, membelah keheningan malam. Pintu-pintu otomatis mulai tertutup dengan suara gemuruh.
"Mundur! Kita harus keluar dari sini!" teriak Jade melalui alat komunikasinya. Tetapi tepat saat itu, pintu utama di gudang terkunci, dan sistem keamanan telah aktif sepenuhnya.
Pasukan Volkov masuk melalui pintu-pintu samping, bersenjata lengkap, bergerak dengan disiplin militer. Mereka segera mengepung tim Jade yang terperangkap di dalam.
Perlahan, Jade dan timnya mundur ke titik yang lebih dalam dalam gudang, mencoba mencari celah untuk melawan. Sasha, dengan gerakan cekatan, menjatuhkan dua penjaga Volkov dengan tembakan tepat di kepala, sementara Arman menahan tembakan dari arah lain, menggunakan bahan peledak kecil untuk menciptakan kekacauan.
Namun, jumlah musuh terus bertambah. Sasha mulai kehabisan amunisi, sementara Leo dengan cemas mencoba mencari celah di sistem keamanan yang telah terkunci. "Aku hampir mendapatkan akses kembali ke sistem!" teriak Leo, keringat membasahi wajahnya.
Ledakan demi ledakan terjadi saat Arman meledakkan beberapa bahan peledak yang dia pasang untuk memperlambat laju musuh. Gudang itu menjadi medan pertempuran yang kacau—dinding-dindingnya bergema oleh suara tembakan dan ledakan, sementara asap dan api mulai menyelimuti ruangan.
"Kita tak bisa bertahan di sini lebih lama!" seru Jade, mengarahkan timnya menuju pintu belakang. Namun sebelum mereka bisa sampai, sebuah tembakan langsung menghantam Arman, membuatnya terjatuh dengan keras ke lantai.
Sasha berlari untuk menolongnya, namun Jade tahu bahwa mereka kehabisan waktu. Pasukan Volkov mendekat dari segala arah, sementara api mulai menjalar ke seluruh bagian gudang.
Dalam kepanikan, Leo akhirnya berhasil mengakses kembali sistem keamanan dan membuka pintu belakang. "Pintunya terbuka! Ayo cepat keluar!"
Sasha dan Jade menarik Arman yang terluka parah, darah mengalir deras dari lukanya. Mereka bergegas keluar dari gudang, namun masih dihadang oleh pasukan Volkov yang mengejar mereka tanpa henti. Jade menembakkan senjatanya secara acak, mencoba memberi mereka waktu untuk kabur.
Mereka berhasil mencapai kendaraan, namun saat mesin mulai dinyalakan, kendaraan milik Volkov mendekat dari belakang. Tembakan-tembakan terus berdesing di sekitar mereka, dan Jade tahu mereka hanya punya sedikit waktu.
"Leo, hack sistem mereka lagi! Kita butuh waktu!" perintah Jade dengan panik.
Leo, dengan tangan gemetar, kembali membuka laptopnya, mencoba meretas sistem kontrol kendaraan Volkov. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, beberapa kendaraan musuh mulai berhenti dan meledak.
"Berhasil!" teriak Leo.
Namun sebelum mereka bisa merayakan, sebuah ledakan besar menghantam kendaraan mereka, membuatnya terlempar ke samping dan berguling beberapa kali. Jade merasakan tubuhnya terhempas keras ke dinding mobil sebelum segalanya menjadi gelap.
Saat kesadaran mulai kembali, Jade merasa seluruh tubuhnya sakit. Kepalanya berdenyut, dan ia merasakan darah mengalir dari pelipisnya. Di sampingnya, Sasha dan Leo juga terlihat terluka, sementara Arman tidak bergerak, napasnya tersengal-sengal.
"Kita harus keluar dari sini sebelum Volkov datang lagi," kata Sasha dengan suara bergetar, mencoba bangkit dengan susah payah.
Mereka mulai menyeret tubuh masing-masing keluar dari kendaraan yang hancur, terseok-seok melalui jalanan berbatu di hutan yang gelap. Mereka hampir tidak punya kekuatan tersisa, tetapi Jade tahu mereka tidak bisa berhenti sekarang. Volkov akan segera datang lagi, dan mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak.
Mereka menemukan tempat perlindungan sementara di balik tebing besar yang tersembunyi di hutan. Malam itu, mereka duduk dalam keheningan, mencoba mengatasi rasa sakit dan kelelahan. Mata Jade terpaku pada langit yang gelap, merenungi segala sesuatu yang baru saja terjadi.
"Kita gagal kali ini," kata Sasha dengan suara serak. "Tapi Volkov belum menang."
Jade hanya mengangguk, tekadnya semakin kuat. "Pertarungan ini belum selesai. Kita akan kembali, lebih kuat dari sebelumnya."