Hentakan langkah kaki pasukan Volkov semakin mendekat, menggetarkan lantai bunker. Tembakan pertama menghantam dinding bunker, memecahkan kesunyian dengan suara peluru yang memantul dan menciptakan percikan api di beberapa sudut ruangan. Jade, Arman, Sasha, dan tim mereka tahu bahwa mereka harus bertahan, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk menghentikan Volkov sebelum jaringan komunikasinya pulih.
"Leo, cepat! Waktu kita tidak banyak," teriak Jade dari balik meja tempat dia berlindung, menembakkan beberapa peluru ke arah pintu yang mulai retak karena serangan pasukan Volkov.
Leo, yang masih berkutat di depan konsol, meneteskan keringat dingin. Tangannya bergerak cepat di atas keyboard, memutus jaringan komunikasi satu per satu. "Aku butuh beberapa menit lagi, Jade! Sistem ini jauh lebih kompleks dari yang kuduga!"
Arman mengarahkan senjatanya ke arah pintu yang mulai terbuka perlahan. "Tidak ada waktu lagi! Kita harus memotong akses mereka di sini dan sekarang, atau kita semua mati!"
Serbuan pasukan Volkov mulai memasuki bunker. Anggota pertama yang menerobos segera ditembak mati oleh Sasha yang sudah bersiap di sisi kanan pintu. Namun, pasukan musuh terus datang, mengalir seperti air banjir tanpa henti. Mereka membawa senjata otomatis dan granat tangan, siap untuk menghancurkan apa pun yang ada di depan mereka.
"Bersiap!" teriak Arman sambil melemparkan granat ke arah pasukan Volkov yang mencoba menerobos lebih dalam.
Ledakan itu mengguncang ruangan, menghamburkan beberapa musuh keluar pintu dan menciptakan asap tebal yang menutupi sebagian pandangan. Namun, tak lama kemudian, pasukan Volkov yang tersisa mulai menembakkan tembakan tanpa pandang bulu ke dalam bunker.
"Ada terlalu banyak dari mereka!" teriak Sasha sambil berlindung di balik meja. Dia menembak balik, tetapi dengan setiap detik yang berlalu, jumlah musuh semakin bertambah.
"Kita harus menahan mereka sampai Leo menyelesaikan tugasnya!" Jade memutar otak dengan cepat, mencari cara untuk memperlambat laju musuh. Namun, jumlah mereka terus meningkat. Pasukan Volkov berusaha keras untuk merebut kembali kontrol komunikasi, menyadari bahwa kekalahan di sini berarti kehancuran mereka.
Di tengah kekacauan, Leo akhirnya berbicara dengan nada tegang, "Aku hampir selesai! Sepuluh detik lagi!"
Waktu terasa begitu lambat. Jade, Arman, dan Sasha menembakkan peluru demi peluru, berusaha mempertahankan posisi mereka. Tiba-tiba, pintu bunker terbuka sepenuhnya, dan pasukan Volkov yang tersisa bergegas masuk dengan kekuatan penuh.
"LEO! CEPAT!" teriak Jade, matanya terfokus pada musuh yang kini semakin dekat.
Dan saat itulah, layar di depan Leo menyala hijau. "Selesai!" Leo memotong aliran listrik utama yang mengendalikan jaringan komunikasi Volkov. Seluruh sistem di bunker mati, layar-layar padam, dan bunyi bising dari komputer yang bekerja tiba-tiba berhenti.
"Kita berhasil!" seru Leo sambil mengangkat tangannya dengan penuh kemenangan.
Namun, perayaan mereka tak berlangsung lama. Meski jaringan Volkov telah lumpuh, pasukan musuh yang tersisa tidak menunjukkan tanda-tanda mundur. Mereka masih bersikeras untuk menghancurkan tim Jade. Dengan semakin banyaknya musuh yang masuk, Jade tahu bahwa mereka harus segera meninggalkan bunker.
"Kita tidak bisa bertahan lebih lama di sini!" kata Jade, tatapannya penuh ketegangan. "Kita harus pergi sekarang!"
"Setuju!" sahut Arman sambil menembakkan peluru terakhirnya ke arah musuh. "Kita tidak punya waktu lagi!"
Mereka dengan cepat merancang rencana pelarian. Jade mengambil beberapa granat asap dari ranselnya dan melemparkannya ke arah pintu, menciptakan dinding asap tebal yang akan mengaburkan pandangan musuh.
"Sekarang!" teriak Jade.
Tim Jade bergerak cepat menuju pintu keluar bunker. Mereka menyelinap di tengah-tengah asap, sementara tembakan dari pasukan Volkov terus terdengar di belakang mereka. Mereka berhasil keluar dari bunker dan berlari ke arah mobil yang diparkir di luar gedung tua.
Begitu mereka masuk ke dalam mobil, Arman yang duduk di kursi pengemudi segera menyalakan mesin dan melaju kencang. Jalanan gelap di luar kota terbentang di depan mereka, dan suara ledakan serta tembakan yang semakin menjauh dari bunker menandakan bahwa mereka berhasil lolos, setidaknya untuk sementara waktu.
"Ke mana kita sekarang?" tanya Sasha sambil melihat ke arah Jade dari kursi belakang.
Jade menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu. "Kita tidak bisa kembali ke kota. Volkov pasti akan segera menyadari apa yang terjadi, dan dia akan mengerahkan seluruh pasukannya untuk memburu kita."
"Kita harus menuju tempat yang aman," sambung Leo, yang masih terengah-engah setelah perjuangan di bunker. "Aku punya beberapa kontak di perbatasan. Mereka bisa membantu kita keluar dari wilayah ini, setidaknya sampai situasi mereda."
Arman mengangguk sambil menatap jalan di depan. "Setuju. Kita harus menghilang untuk sementara waktu. Tapi jangan berpikir kita sudah aman. Volkov pasti akan menggunakan segala cara untuk melacak kita."
---
Di markas Volkov, suasana tegang. Salah satu anak buahnya yang selamat dari serangan bunker melapor dengan wajah pucat. "Tuan Volkov, mereka berhasil memutus jaringan komunikasi utama kita. Sistem kita lumpuh sementara."
Volkov, yang duduk di kursi besar di ruangannya, hanya menatap layar komputer yang menampilkan kekacauan di bunker. Matanya menyala penuh kemarahan. Dia menggenggam erat tangannya di atas meja, dan suara retakan dari jari-jarinya terdengar jelas.
"Jadi mereka berhasil memutus aliran komunikasi kita?" tanyanya dengan nada rendah namun penuh ancaman.
"Ya, Tuan. Mereka... mereka kabur sebelum kami bisa menangkap mereka. Tetapi kami sedang melacak kendaraan yang mereka gunakan. Kami tidak akan membiarkan mereka lolos."
Volkov berdiri perlahan dari kursinya. "Temukan mereka. Aku tidak peduli apa yang kalian harus lakukan. Bawa aku kepala mereka. Aku tidak ingin mendengar alasan lagi."
Anak buahnya menelan ludah dan segera keluar dari ruangan, meninggalkan Volkov sendirian dengan kemarahan yang membara. Dia tahu bahwa kekalahannya di bunker ini bukan hanya pukulan kecil. Ini adalah awal dari kehancurannya jika dia tidak segera bertindak.
Volkov berjalan menuju jendela besar di belakang mejanya, menatap ke luar kota yang kini terasa semakin jauh dari genggamannya. "Jade, kau membuat kesalahan besar dengan menantangku," gumamnya pelan. "Aku akan memastikan kau dan timmu hancur."
---
Di jalanan sepi yang menuju perbatasan, mobil yang dikendarai Arman melaju cepat. Jade, Sasha, dan Leo duduk di dalam mobil dengan tatapan penuh kewaspadaan. Mereka tahu bahwa pelarian ini belum berakhir. Volkov masih berada di belakang mereka, dan ancaman itu semakin nyata.
"Kita butuh tempat untuk bersembunyi," kata Jade sambil memandang peta di layar tablet di tangannya. "Ada satu tempat yang bisa kita tuju. Ini markas lama yang tidak terpakai lagi, terletak di pegunungan. Tempat itu cukup terpencil, dan kita bisa berlindung di sana sampai kita merencanakan langkah selanjutnya."
"Bagaimana dengan pasukan Volkov?" tanya Leo, khawatir. "Dia pasti akan mengerahkan semua sumber dayanya untuk melacak kita."
Jade tersenyum kecil. "Kita tidak akan bersembunyi selamanya. Setelah kita sampai di tempat aman, kita akan berbalik menyerang."
Sasha yang duduk di sebelah Jade mengangguk. "Volkov mungkin punya kekuatan dan orang-orang, tapi kita punya informasi yang bisa menghancurkannya. Begitu kita siap, kita akan menyerang kembali dan memastikan dia tidak akan pernah bangkit lagi."
Arman melirik ke kaca spion, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. "Kalau begitu, mari kita bersiap. Volkov pasti akan segera menemukan kita, tapi kali ini, kita akan membuatnya menyesal telah mengejar kita."
Malam semakin larut, dan jalanan semakin sepi. Namun, bagi Jade dan timnya, malam ini hanyalah awal dari pertempuran yang lebih besar. Pertarungan mereka melawan Volkov belum selesai, dan mereka tahu bahwa kemenangan hanya bisa diraih jika mereka terus bergerak, terus bertarung, dan terus melawan sampai akhir.
---
Di tengah pegunungan terpencil, mobil itu akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan tua yang sudah lama tidak digunakan. Udara dingin pegunungan menusuk tulang, tetapi tempat ini memberikan rasa aman yang mereka butuhkan untuk sementara.
"Ini dia," kata Jade saat mereka keluar dari mobil. "Kita akan berlindung di sini sampai kita siap untuk langkah selanjutnya."