Cahaya matahari mulai terbit di ufuk timur, tetapi suasana di gudang kosong yang menjadi markas sementara Jade, Leo, dan Sasha masih penuh ketegangan. Mereka telah sampai di sana setelah meninggalkan apartemen Clara beberapa jam lalu, dan sekarang, mereka merancang langkah selanjutnya. Meskipun rekaman sudah dikirim ke media internasional oleh Clara, mereka tahu bahwa serangan balasan dari Volkov hanya masalah waktu.
"Berapa lama waktu yang kita miliki sebelum Volkov menemukan kita?" tanya Sasha sambil menatap peta yang terbentang di atas meja. Peta itu memperlihatkan jalan-jalan di sekitar kota, dengan berbagai tanda merah yang menunjukkan area yang dikendalikan oleh Volkov dan sekutunya.
"Sulit dikatakan," jawab Jade, yang sibuk memeriksa senjata dan peralatan tempur mereka. "Dia pasti sudah menyadari bahwa rekamannya bocor. Itu berarti dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan kita. Tapi yang lebih penting, kita harus bersiap untuk menghadapi apa pun yang dia kirimkan kepada kita."
Leo, yang duduk di sudut ruangan dengan laptopnya, memberikan laporan terbaru. "Media internasional mulai memuat berita itu. Beberapa outlet besar sudah mengambil rekaman yang Clara kirim, dan sekarang dunia mulai tahu tentang keterlibatan Volkov dengan pejabat korup itu. Reaksi publik akan segera terjadi, dan itu bisa memberi tekanan pada pemerintah untuk bertindak."
"Bagus," ujar Sasha sambil tersenyum tipis. "Tapi itu juga berarti Volkov akan semakin marah. Dan kita tahu apa yang dia lakukan ketika dia marah."
Jade mengangguk. "Dia tidak akan tinggal diam. Volkov tidak pernah membiarkan musuhnya bebas begitu saja. Aku yakin dia sudah mengerahkan pasukannya untuk mencari kita."
"Apa rencanamu?" tanya Leo sambil melirik Jade, yang masih terlihat tenang di tengah situasi yang semakin memburuk.
"Kita tidak bisa hanya menunggu serangan mereka," jawab Jade tegas. "Kita harus mengalihkan perhatian mereka, membuat mereka berpikir bahwa kita berada di tempat lain, sementara kita melanjutkan dengan langkah berikutnya."
Sasha tertarik dengan ide itu. "Maksudmu, semacam operasi pengalihan?"
"Benar," kata Jade. "Kita akan menciptakan kekacauan kecil di salah satu wilayah kontrol Volkov, membuat mereka fokus di sana, sementara kita merencanakan serangan terhadap sumber daya utamanya. Kita tahu bahwa dia sangat bergantung pada dua hal: jaringan komunikasi rahasia dan gudang senjata bawah tanah yang dia gunakan untuk mendukung operasi kriminalnya. Jika kita bisa menghancurkan salah satu dari itu, kita bisa melemahkannya."
Leo menatap Jade dengan takjub. "Itu ide yang berani. Tapi kita butuh lebih dari sekedar keberanian. Kita butuh orang dan sumber daya untuk itu."
Jade memutar otak, memikirkan sekutu yang bisa mereka percayai dalam situasi ini. "Ada satu orang lagi yang bisa kita hubungi. Seorang mantan militer yang sekarang bekerja sebagai tentara bayaran independen. Namanya Arman. Aku pernah bekerja dengannya beberapa tahun lalu. Dia punya tim kecil yang terlatih dan cukup gila untuk membantu kita menyerang Volkov."
Sasha menatap Jade dengan skeptis. "Tentara bayaran? Kau yakin kita bisa mempercayainya?"
Jade tersenyum samar. "Dia mungkin bekerja untuk uang, tapi dia punya prinsip. Dan dalam situasi seperti ini, dia akan senang menghancurkan seseorang seperti Volkov, selama bayarannya sesuai."
"Kalau begitu, kita harus segera menghubunginya," kata Leo sambil menghela napas. "Semakin lama kita di sini, semakin besar peluang Volkov menemukan kita."
---
Beberapa jam kemudian, setelah perjalanan yang penuh kehati-hatian, Jade berhasil menghubungi Arman dan mengatur pertemuan di sebuah lokasi rahasia. Arman, seorang pria dengan tubuh tegap dan bekas luka di wajahnya, tiba bersama beberapa anggota timnya. Mereka berkumpul di sebuah gudang tua di luar kota, tempat yang jauh dari jangkauan Volkov.
"Kau akhirnya mencariku lagi, Jade," kata Arman sambil menyeringai. "Kukira kau sudah meninggalkan permainan ini."
"Aku belum selesai," jawab Jade singkat. "Dan kali ini, aku butuh bantuanmu."
Arman mendengarkan dengan seksama ketika Jade menjelaskan situasi mereka, tentang Volkov, rekaman yang bocor, dan rencana mereka untuk melumpuhkan operasinya. Tim Arman tampak tertarik, tetapi Arman tetap tenang, menilai setiap detail.
"Aku pernah mendengar tentang Volkov," kata Arman setelah Jade selesai berbicara. "Orang itu licik dan tidak segan-segan membunuh siapa pun yang menghalangi jalannya. Kau ingin menghancurkan dia? Kau harus benar-benar siap untuk mati."
Jade menatap mata Arman tanpa gentar. "Kami tahu risikonya. Kami tidak mencari jalan mudah."
Arman tersenyum. "Baiklah. Tapi ini tidak akan murah. Kau tahu itu."
"Kami bisa menyesuaikan bayaranmu setelah ini selesai," kata Jade. "Setelah rekaman itu sepenuhnya tersebar dan Volkov kehilangan pijakannya, aku punya cara untuk memastikan kau mendapatkan kompensasi yang layak."
Arman menatap Jade selama beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. "Baik. Aku dan timku akan membantu. Kita akan mulai dengan operasi pengalihan, lalu menyerang salah satu aset utama Volkov. Kau sudah tahu di mana kita akan menyerang?"
Jade mengangguk. "Kita akan menghancurkan pusat komunikasi rahasianya. Itu terletak di luar kota, di sebuah bunker bawah tanah yang dijaga ketat. Jika kita bisa menghancurkannya, Volkov akan kehilangan kontrol atas sebagian besar operasi kriminalnya."
Arman berpikir sejenak sebelum memberi isyarat kepada anak buahnya. "Kita bergerak malam ini. Aku akan menyiapkan peralatan dan transportasi. Kau pastikan timmu siap."
Jade, Leo, dan Sasha kembali ke markas mereka untuk mempersiapkan segalanya. Mereka tahu bahwa operasi ini akan menjadi salah satu yang paling berbahaya yang pernah mereka lakukan, tetapi jika mereka berhasil, itu akan memberi mereka keunggulan besar atas Volkov.
---
Malam itu, rencana mereka dimulai. Tim Jade dan Arman bergerak diam-diam menuju wilayah kontrol Volkov. Di salah satu distrik yang dikenal sebagai pusat kegiatan ilegalnya, mereka menanam beberapa bahan peledak kecil untuk menciptakan gangguan. Tujuannya sederhana: memaksa pasukan Volkov untuk fokus pada serangan palsu, sementara tim utama menuju bunker komunikasi.
Saat ledakan pertama terjadi, seperti yang mereka harapkan, seluruh pasukan Volkov di wilayah itu bergerak menuju lokasi ledakan. Tembakan terdengar di kejauhan, dan kepanikan mulai menyebar di antara anak buah Volkov.
"Bagian pertama rencana kita berjalan lancar," bisik Arman sambil memandang ke arah kejadian itu dari jarak jauh.
"Sekarang saatnya kita bergerak menuju target utama," jawab Jade sambil memberi isyarat kepada timnya untuk bergerak.
Mereka menyelinap melalui jalan-jalan gelap, menghindari patroli yang tersisa, dan akhirnya sampai di dekat bunker bawah tanah. Bunker itu tersembunyi dengan baik di bawah sebuah gedung tua yang tampaknya tidak mencolok, tetapi Jade tahu betul apa yang ada di bawahnya.
"Dua penjaga di depan pintu," bisik Leo sambil memeriksa sekeliling. "Ini mungkin tidak semudah yang kita kira."
"Kita harus bekerja cepat sebelum mereka menyadari apa yang sedang kita lakukan," kata Sasha, yang sudah bersiap dengan senjatanya.
Arman memberi isyarat kepada dua anggota timnya untuk maju. Dengan gerakan cepat dan terlatih, mereka melumpuhkan kedua penjaga tanpa suara. Pintu menuju bunker terbuka, dan mereka bergerak masuk ke dalam.
Di dalam bunker, suasana sangat tenang. Hanya ada beberapa teknisi yang bekerja di depan konsol besar, mengawasi aliran komunikasi yang menghubungkan berbagai bagian dari jaringan kriminal Volkov. Mereka tidak menyadari kehadiran Jade dan timnya sampai semuanya terlambat.
Sasha bergerak dengan cepat, menodongkan senjatanya kepada salah satu teknisi, sementara yang lain mengamankan ruangan. Leo segera bekerja meretas sistem, mencoba memutus semua aliran komunikasi Volkov.
"Berapa lama waktu yang kita punya?" tanya Jade dengan nada tegang.
Leo mengerutkan kening sambil bekerja cepat di depan konsol. "Aku butuh beberapa menit lagi untuk memutus semua sistem ini. Jika kita berhasil, Volkov akan buta selama beberapa waktu. Tapi kita harus bertindak cepat sebelum mereka menyadari apa yang kita lakukan."
Saat Leo bekerja dengan keras, suara sirene tiba-tiba berbunyi. Jade langsung sadar bahwa mereka telah kehabisan waktu. Salah satu teknisi mungkin sempat memicu alarm sebelum mereka berhasil mengamankannya.
"Volkov tahu kita di sini," bisik Arman. "Kita harus bersiap untuk perlawanan."
Jade mengangkat senjatanya dan memberi isyarat kepada Sasha dan anggota tim lainnya untuk bersiap. "Bertahan sampai Leo selesai. Kita tidak boleh membiarkan mereka masuk."
Dalam hitungan detik, langkah kaki terdengar di luar bunker. Pasukan Volkov telah tiba
, dan mereka datang dengan kekuatan penuh.
Pintu bunker mulai terbuka paksa, dan tembakan pertama pun dilepaskan. Jade, Arman, dan Sasha segera membalas serangan, melindungi Leo yang masih bekerja untuk memutus semua sistem komunikasi.
Pertarungan sengit pun dimulai.