Chereads / UNWANTED BOND [SASUHINA | 21+] / Chapter 2 - Unwanted Bond SasuHina 02

Chapter 2 - Unwanted Bond SasuHina 02

Unwanted Bond (SasuHina) 02

by

acyanokouji

All Naruto's characters are belong to Masashi Kishimoto.

Saya cuma pinjem doang, kok. Selamat membaca.

Warning: Super OOC, gaje, typo(s), crack couple, bosenin, alkohol dan lemon!

.

.

"Kalian benar-benar memakamkannya tanpa menungguku." Hinata bergumam di hadapan saudara-saudaranya.

"Untuk apa menunggumu? Palingan kau tak akan peduli meski dihubungi berkali-kali." Hanabi menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ucapannya membuat Hinata mengeraskan rahangnya. Bagus, hatinya tercubit karena dia memang mengabaikan semua panggilan dan pesan dari Sasuke ataupun Neji kemarin.

"Aku masih bagian dari Hyuuga, Hanabi!"

"Benarkah? Tapi menurutku kau sudah memilih tak terlibat dengan Hyuuga sejak kau ke Okinawa sialan itu!"

Hinata dan Hanabi saling memandang sengit. Kembar putri Hyuuga itu menguarkan aura membunuh satu sama lain. Bahkan ketiga pria yang ada di ruangan itu tidak bisa menengahi.

"Padahal Okinawa adalah tempat ibu berasal." Hinata berbisik pelan untuk dirinya sendiri.

"Apa? Kalau bicara itu yang benar sialan!" Hanabi menyulut pertikaian lagi.

"Berhenti memanggilku sialan! Kalau aku bukan bagian dari Hyuuga, lalu kenapa ada pria ini?!" Hinata ikut berteriak sambil memandang Sasuke.

"Kau lebih suka dia yang jadi saudaramu ya, Hanabi?!"

"Jangan bercanda! Uchiha tidak akan pernah menjadi bagian Hyuuga!"

Bagus, sekarang kedua orang itu ikut menyeret-nyeret Sasuke.

"Bisakah kalian berhenti? Setidaknya jaga nama baik Hyuuga di depan orang lain." Neji akhirnya bicara yang membuat Hinata menoleh pada pria berambut merah. Ia bergidik ngeri, mata pandanya terlihat mengintimidasi.

"Jika sudah tenang, izinkan aku melakukan bagianku." panda merah, begitulah panggilan dari Hinata, itu mulai bicara.

"Perkenalkan, namaku Gaara Sabaku. Aku adalah seorang pengacara yang akan memaparkan isi surat wasiat Tuan Hiashi Hyuuga."

Sudah dimulai, ya?

"Sebagai mana yang tertera dalam surat wasiat, kepemimpinan Hyuuga Corp akan diserahkan pada Neji Hyuuga sebagai putra sulung Hyuuga. Hanabi Hyuuga akan ikut mengelola perusahaan dan butik kimono Hyuuga yang ada di Tokyo. Sementara itu, operasional pabrik Kimono dan pabrik Hyuuga lain akan diberikan pada kepemimpinan saat ini."

Oke, Sasuke hanya harus melanjutkan pekerjaannya saja, 'kan?

"Mashion Hyuuga boleh ditinggali oleh putra-putri Hyuuga selama mereka belum menikah. Tapi, sebagai putra Neji Hyuuga berhak memiliki manshion Hyuuga setelah kedua adiknya membangun keluarga baru."

Cih, keuntungan lahir sebagai anak laki-laki.

"Hinata Hyuuga dibebaskan untuk tinggal dan hidup mandiri di Okinawa. Akan tetapi, semua wasiat yang tertera memiliki syarat. Selama satu tahun ke depan seluruh putra-putri Hyuuga termasuk Sasuke Uchiha harus tinggal bersama di mansion Hyuuga."

Hinata, Hanabi, Neji, dan Sasuke saling berpandangan. Yang benar saja mereka harus saling melihat wajah satu sama lain lagi? Selama satu tahun dan setiap hari.

"Terkhusus untuk Hinata Hyuuga, karena modal usaha miliknya di Okinawa seratus persen dibiayai oleh Tuan Hiashi Hyuuga, ada sebuah syarat yang harus dipenuhi. Jika tidak, kepemilikan usaha akan diambil alih oleh Hyuuga Corp dan menjadi aset perusahaan."

"Yang benar saja!" Hinata menyela. "Usaha itu aku sendiri yang mengembangkan!"

"Biarkan Tuan Sabaku melanjutkan ucapannya, Hinata." Neji berkata tegas. Sebagai penerus keluarga Hyuuga mungkin ia harus lebih mendisiplinkan adiknya.

"Baik, akan saya teruskan." Gaara berdeham sebentar. "Hinata Hyuuga dan Sasuke Uchiha harus bertunangan dan memutuskan untuk menikahi satu sama lain dalam waktu satu tahun."

"Apa kau gila?!" Hinata berdiri, matanya melotot pada ketidakadilan yang terimanya. "Jangan mentang-mentang aku anak bungsu dan seorang perempuan, ayah bisa berlaku tidak adil begini!"

"Lalu bagaimana, hah?!" Hanabi ikut berdiri. "Kau pikir, setelah kau kabur dulu siapa yang mengurusi ayah? Siapa yang mengurusi Hyuuga Corp dan seluruh keluarga Hyuuga di saat kondisi tengah terpuruk? Kutanya, siapa, Hinata?!"

"Hanabi, cukup!" Neji berteriak.

Keadaan menjadi hening. Sasuke tetap tidak bicara sejak tadi. Perasaannya sedang kalang kabut sekarang. Hanya terdengar suara deru napas Hinata dan Hanabi yang terengah.

"Baiklah, kurasa aku sudah selesai dengan tugasku. Selanjutnya kalian diberi waktu satu minggu untuk memutuskan menerima persyaratan ini atau tidak." Gaara merapikan surat-surat yang tadi dibawanya.

"Aku harap apapun hasilnya nanti, semoga kalian lebih bisa mengendalikan diri. Aku permisi." Gaara bangkit, ia membungkuk sebentar sebelum pergi meninggalkan kediaman Hyuuga. Menyisakan keempat orang yang terdiam sambil merenung.

.

.

'TOK TOK'

"Hinata, boleh aku masuk?" Hinata yang sedang berbaring di sofa menoleh pada pintu kamarnya.

"Ya, masuklah." dari balik pintu Neji masuk. Ia mendekat dan duduk di samping Hinata yang bersantai pada sofa setengah berdiri.

"Kau sudah makan siang? Matsuri masak di dapur kalau kau mau."

"Nanti saja. Aku belum lapar." Hinata menimpali seadanya.

"Aku senang bisa melihatmu lagi, Hinata. Di sini, di dalam kamarmu dulu." mata Neji memutari kamar Hinata. Warnanya ungu cerah. Barang-barangnya juga hampir semua berwarna senada. Dibandingkan dengan Hanabi, Hinata memang lebih girly dan suka barang-barang yang lucu.

"Aku menyayangimu, Hinata. Sama seperti aku menyayangi Hanabi. Tidak bisakah kalian lebih akur?" Hinata menatap Neji yang juga menatapnya.

"Dia yang sering mengajakku kelahi!" Hinata mendengus.

"Hanabi memang berwatak keras. Tolong lebih memahaminya. Dia telah berjuang sekuat tenaga untuk membuktikan bahwa perempuan Hyuuga juga mampu memimpin perusahaan seperti laki-laki Hyuuga."

Itu lagi. Hinata makin diingatkan kenyataan jika ia tak bertanggung jawab dan melarikan diri sebagai perempuan Hyuuga.

"Kau tahu? Hanabi sangat mengkhawatirkanmu. Dia takut kau akan kesepian di Okinawa. Bahkan, dia hampir ingin ikut menyusulmu dulu. Tapi yah, kau juga tahu, Hanabi harus tetap di Tokyo."

"Benarkah?"

"Ya. Bahkan dia sudah menyeret koper sampai ke depan rumah." Hinata ikut terkekeh melihat Neji yang tertawa. Membayangkan anak berusia lima belas tahun bertingkah akan kabur sambil menangis.

"Dia memang bodoh!" Neji tersenyum melihat Hinata tertawa kian lebar.

"Ya. Karena itu, aku ingin melihat kalian berdua lebih lama lagi. Tinggallah di sini selama setahun, Hinata."

"Tidak semudah itu, Kak. Ada syarat lain untukku." Hinata menunduk.

"Tidak papa, kau tidak harus menerimanya, Hinata. Kau tidak perlu khawatir. Meskipun club-mu diambil alih perusahaan, aku akan menunjukmu sebagai pengelolanya."

Hinata mendongak. Ia melihat Neji yang sedang menatapnya dengan lembut. Kapan ya terakhir kali mereka bertatapan seperti ini?

"Kau memang pandai merayuku, Kak." Hinata duduk dan menghamburkan dirinya pada Neji. Untuk sesaat Neji sempat terkejut tapi tak lama ia tersenyum dan balas memeluk Hinata. Membelai surai adiknya yang berbeda dengannya ataupun Hanabi. Neji mencoba mengingat-ingat, kapan terakhir kali ia bisa menghirup aroma lavender dari Hinata, yang sama seperti mendiang ibu mereka.

.

.

"Maaf, aku sedikit terlambat." Gaara segera duduk. Ia bergerak sedikit gusar melihat tatapan orang-orang padanya.

Neji dan Hanabi menatap Gaara tajam, tipikal Hyuuga yang tidak suka pada orang yang tidak taat aturan. Sasuke memberinya tatapan tidak peduli, entah kenapa pria Uchiha itu sedikit terlihat berantakan. Sementara si bungsu Hinata Hyuuga memberikan tatapan mengejek. Gaara si pengacara terlambat saat melakukan pekerjaannya, untuk keluarga Hyuuga lagi.

"Baik, kita bisa mulai sekarang." Gaara berhasil menenangkan diri. "Bagaimana dengan keputusan kalian?"

"Aku, adik-adikku dan Sasuke memutuskan untuk menerima persyaratan tinggal bersama di manshion Hyuuga." Neji berujar tanpa basa-basi.

"Begitukah?" jujur sebenarnya Gaara sudah memprediksi ini. "Bagus kalau begitu. Tapi kalian harus bertahan tepat satu tahun setelah pertama kali tinggal bersama. Tidak boleh ada yang pindah selama waktu tersebut. Untuk itu, mungkin aku akan berkunjung beberapa kali untuk memastikan."

"Tidak ada kalimat yang menyuruhmu untuk mengontrol kami, Tuan Sabaku." Neji mengernyit.

"Ya tapi aku menafsirkannya begitu sebagai seorang pengacara."

"Haha kau bekerja pasa tafsiranmu, ya? Pengacara macam apa?" Hinata tertawa mengejek. Gaara mengernyitkan alisnya yang nyaris tak terlihat. Ia harus membalasnya.

"Untuk persyaratanmu yang lain, apa kau sudah memutuskannya, Hinata-san?" Gaara balik menyerang.

"Ya."

"Jadi, bagaimana?"

"Aku akan bertunangan dengan Sasuke."

Ucapan Hinata membuat Gaara, Neji, dan Hanabi terkejut. Terlebih Hanabi yang kini sudah mengernyit bingung. Ada apa dengan Hinata? Setelah lima hari tak bertemu kembarannya itu terlihat sedikit berbeda.

"Sasuke-san, apa itu benar?" Gaara menatap Sasuke sekarang.

"Ya, kami sudah sepakat." jawab Sasuke.

"Benarkah? Kalian setuju untuk menikahi satu sama lain?"

"Kubilang aku akan bertunangan dengannya." Hinata berdecak. "Keputusan untuk menikah masih satu tahun lagi, 'kan?"

Gaara bingung. Bukannya tunangan dan menikah sama saja? Sama-sama mengikatmu dengan orang lain.

"Benar. Kalau begitu tahun depan adalah batas waktu untuk menentukan semuanya. Aku akan kembali dengan surat-surat yang diperlukan tahun depan."

Neji mengantarkan Gaara ke depan rumah. Pertemuan kali ini berjalan tanpa ada drama pertikaian seperti minggu lalu.

"Heee kalian pasti punya kesepakatan, ya?" Hanabi menatap Hinata dan Sasuke bergantian. "Beruntungnya. Kini kau semakin merasa jadi bagian keluarga, Kak Sasuke."

Hanabi berdiri. Ia memilih masuk kamarnya untuk beres-beres. Meskipun kepalanya sedang berpikir keras karena penasaran dengan tindakan Hinata. Perempuan itu tidak akan terlibat masalah lagi, 'kan?