Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

VIOLET S2 ketika yang pertama menjadi yang kedua

Asyha_33
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.3k
Views
Synopsis
Setelah janjinya untuk membantu sang sahabat menjadi seorang istri kedua, Vio justru dihadapkan lagi dengan permintaan Almarhum Riha yang ingin mengembalikan Faiz kepadanya serta memintanya untuk mengasuh Fariha bayi kecil yang telah dilahirkannya. Akankah Vio menikah dengan suami Emil, Haris atau memenuhi permintaan terakhir Riha yakni menikah dengan Faiz.. cerita ini merupakan lanjutan dari kisah yang berjudul Violet (sebuah lilin kecil di bumi)
VIEW MORE

Chapter 1 - DILEMA

"Vi.. kamu yang benar saja.. kenapa Nda balik, bukankah kamu udah berjanji akan menikah dengan mas Haris..!!" Emil terisak ketika menghubungi Vio melalui telepon rumah Pak kyai.

"Iya Mil.. in Syaa Allah Aku akan tepati janjiku itu, tapi untuk sekarang maaf Aku masih Nda bisa pulang..!! Acaranya kan masih dua Minggu lagi, masih ada waktu.. Aku masih harus ngurus Fariha dulu di rumah sakit.." Akhwat itu memelas.

"Tapi beneran lho Vi.. Aku mohon, sekalipun Almarhumah Mba Riha ingin kamu menikah dengan ka Faiz tapi kan kamu udah Nerima lamaran Ka Haris dulu.. Aku Nda mau pas di hari Ha kamu malah berubah pikiran...!!"

Deg.... Vio kembali teringat akan sosok Riha, begitu berat hari-hari Vio untuk bisa melupakan Akhwat tersebut. Apalagi di pesantren ini keduanya selalu bersama, ia justru teringat kenangan indah dan suka duka yang sudah dilaluinya bersama Riha. Sudah dua Minggu Akhwat itu telah pergi dari dunia ini dengan usianya yang masih muda, Namun Vio justru semakin sulit melupakannya.

"Hallo Vii... kamu masih disitu kan..??" Suara Emil disebrang sana kembali menyadarkannya. Vio menghela nafas panjang, ia berusaha meyakinkan sahabatnya itu supaya tidak panik karena ia tidak ingin Emil mengalami depresi berat lagi seperti kemarin.

"Iya Mil, kamu Nda usah khawatir..!! In Syaa Allah tiga hari sebelum hari Ha Aku sudah pulang..!!"

Suara dari dalam telpon itu masih berbunyi, Sepertinya Emil masih membicarakan sesuatu dengan akhwat itu. Beberapa menit kemudian Vio menaruh gagang telepon tersebut di tempatnya karena pembicaraan keduanya sudah berakhir.

"Keluarlah nak Vi.. Abi mu ingin bicara..!!" Istri pak kyai menepuk bahu Vio pelan, meski begitu Akhwat tersebut masih saja terlihat kaget.

"NgGiihh Umi..!!" Serunya dengan menunduk.

"Maaf jika sudah mengagetkanmu.. Umi pikir nak Vi tahu kalo Umi dari tadi ada di sini."

"Nda apa-apa Umi, mungkin Vi lagi Nda konsen saja..!!"

"Jangan terlalu disimpan sendiri, jika memang Nda kuat jangan dipaksakan.. pikirkan kebahagiaan mu juga. Jangan melulu tentang orang lain.." Vio langsung mendongak. Selain Almarhumah Riha ternyata istri pak kyai juga ikut memperhatikannya, Beliau tidak egois seperti yang lainnya. Vio kembali menunduk sedang airmata justru terjun bebas di pipi mulusnya, Wanita itu pun langsung memeluk Vio.

"Menangis lah nak, Nda usah merasa kuat.. Umi tahu bahwa saat ini Nak Vi sedang Dilema." Ujarnya seraya mengelus punggung Vio, Tangis Akhwat itu pun langsung pecah dalam dekapan wanita tersebut.

Setelah hening beberapa saat, istri pak kyai melepaskan pelukannya.. ia mengusap air mata Vio dan merapikan hijabnya.

"Sekarang keluarlah nak.. temui Abi di teras, sepertinya beliau juga ingin membicarakan masalah ini.. berterus terang saja, ungkapkan apa yang sebenarnya ada di hati nak Vi." Vio hanya mengangguk, setelah mengeluarkan tangis Hatinya sedikit tenang.

"Duduklah nak Vi.. ?!" Pinta pak kyai tatkala Vio sudah ada dihadapannya, Akhwat tersebut terlihat canggung karena ternyata sudah ada Faiz juga yang duduk bersama pak kyai.

"NgGiih Abi.."

"Sengaja Abi kumpulkan kalian berdua untuk meminta keputusan perihal amanah terakhir Almarhumah nak Riha.. menurut kalian bagaimana..??"

"Faiz setuju saja Abi.. Apalagi dari dulu Almarhum de Riha sangat ingin Faiz menikahi Vi juga..!!" Tanpa canggung Faiz justru langsung menyetujuinya, tidak memikirkan perasaan Vio sedikitpun. Akhwat itu hanya memandanginya dengan penuh kedukaan, meski sejujurnya rasa Cinta itu masih ada namun Vio masih tidak bisa lepas dengan janjinya pada sang sahabat.

"Maaf Abi.. Vi sudah menerima pinangan Ka Haris, undangan sudah di cetak.. dua Minggu lagi Acara ijab Qabul nya akan dilaksanakan."

"Vi yakin lebih memilih menjadi istri kedua mas Haris daripada menikah dengan Kakak..??" Faiz langsung menyela perkataan Vio.

"Nak Ilham.. bersabarlah, Nak Ilham harus menerima keputusan apapun yang di ambil nak Vi.. Abi yakin nak Vi juga pasti sangat tertekan dengan keadaan ini. Mengertilah nak..!!" Pak kyai berusaha menenangkan Faiz yang sepertinya tidak terima dengan penuturan Vio.

"Maaf Abi.. Faiz hanya Nda ingin ..." Ikhwan itu tidak berani meneruskan perkataannya lagi.

"Iya nak, Abi mengerti..." Ucap pak kyai sambil menepuk tangan Faiz pelan.

"Nak Vi... pikirkan sekali lagi keputusan itu, mumpung masih ada waktu..!!" kali ini pak kyai meyakinkan Vio.

Akhwat itu hanya menggelengkan kepalanya, ia sudah tidak ingin memikirkan apa-apa lagi mungkin sang maha kuasa sudah menuntun hidupnya untuk menjadi madu dalam keluarga sahabatnya itu.

"Ya sudah... Abi sangat memahami keadaan nak Vi saat ini. Apapun itu semoga yang terbaik untuk nak Vi, meski sebenarnya Abi juga menginginkan kalian berdua menikah supaya bisa merawat de Fariha dalam ikatan yang halal. Namun balik lagi ke nak Vi sendiri.. jika sudah memutuskan seperti itu Abi dan nak Ilham Nda bisa memaksa..!!"

"Vi... apa harus seperti ini ?? Vi masih dendam sama Kakak..??" Faiz tanpa malu-malu berkata seperti itu padahal masih ada pak kyai, sedang Akhwat itu seperti memelas.. ia berusaha memberi isyarat agar Faiz tidak membahas masa lalunya lagi didepan pak kyai, sungguh ia sangat malu.

"Baiklah sepertinya kalian berdua masih ada yang harus diluruskan.. diskusikan lah baik-baik, Abi akan memberikan kalian waktu sebentar.." Pak kyai kemudian pergi meninggalkan keduanya.

"Vi.. Kakak mohon.. beri kakak kesempatan, Apa Vi Nda mau punya kehidupan keluarga yang utuh daripada hanya sekedar menjadi madu..??"

"Apa kak Faiz akan meminta Vi seperti ini jika mba Riha masih ada..??" Ikhwan itu langsung terdiam.

"Bukankah Kak Faiz sendiri yang bilang dalam surat itu bahwa meski mba Riha bahagia ka Faiz menikahi Vi, tapi Kakak Nda akan membahagiakan Mba Riha dengan cara seperti itu..!!"

"Tapi sekarang berbeda Vi, mba Riha sudah Nda ada dan dia ingin kita menikah.."

"Iya mba Riha udah Nda ada.. Makanya Kak Faiz bersikap begini, jika masih ada.. Apa kakak akan sekhawatir ini untuk ikut campur dengan urusan Vi yang ingin menjadi istri kedua Ka Haris..??"

Faiz tidak bisa berkata-kata lagi, ia memang sudah salah karena dulu ia terlalu menekankan Vio untuk tidak berharap lagi padanya. Karna Faiz menegaskan Cintanya hanya untuk akhwat yang dinikahinya itu, rasa khawatirnya sangat berlebihan ia tidak ingin Vio akan berbuat yang tidak-tidak terhadap Riha. Meski itu sebuah kenyataan namun tetap saja Vio merasa terluka atas penegasan Faiz tersebut. Dan sekarang setelah Riha tiada, dengan mudahnya Faiz meminta seperti itu padanya.

"Jadi.. Nda ada bedanya kan ka..?? baik Vi menikah dengan ka Haris atau dengan ka Faiz, pernikahan itu semua Nda ada yang didasari dengan Cinta..!!" Akhwat itu kembali menitikkan airmata, sebenarnya ia sadar mereka ingin menikahinya karena hanya ada alasannya masing-masing. Jika Haris hanya ingin mendapatkan keturunan dalam keluarganya sedangkan Faiz demi memenuhi permintaan terakhir Almarhumah sang istri, meski Vio merasa Faiz peduli padanya namun ia merasa Rasa kepedulian itu semata-mata hanya demi Riha.

"Nda seperti itu Vi.. dari dulu kak Faiz memang mencintai Vi, namun.." Ikhwan itu kembali diam.

"Jika Ka Faiz memang mencintai Vi.. maka ikhlaskan lah Vi menikah dengan ka Haris, seperti Vi mengikhlaskan Ka Faiz menikahi mba Riha dulu..!!"

Faiz menggelengkan kepalanya karena tidak setuju.

"Vi masuk dulu Ka.. maaf, Assalamualaikum..!!" Vio buru-buru pergi.

"Vi...!!" Panggil Faiz Lirih. Namun Akhwat itu tetap melangkahkan kakinya, ia sedikitpun tidak ingin mendengar penjelasan Faiz lagi.

"Wa Alaikumussalam.."

Sementara itu di rumah Haris..

"Bagaimana pun caranya Ka Haris tetap harus menikah dengan Vi, tolong ka Haris turun tangan.. jangan sampai Vi berubah pikiran..!!" Emil masih terlihat khawatir meski ditelepon Vio sudah panjang lebar meyakinkannya.

"Sayang... sudahlah jangan terlalu dipikirkan, bukankah Vio tadi sudah menjelaskan.. Vio pasti akan menepati janjinya !!"

"Vio iya ka... tapi bagaimana dengan Ka Faiz, apa dia semudah itu melepaskan Vi ?? sedang Kakak tahu sendiri kata Umi.. Almarhumah Mba Riha berpesan agar mereka berdua menikah. Apalagi Vi sangat mencintai Ka Faiz, dan Emil rasa ka Faiz juga pasti mencintainya."

"Emil.. tolong jangan terlalu menekan Vio, Kasihan sayang.. selama ini dia sudah sangat terluka..!!"

"Makanya Kakak harus bicara dengan ka Faiz untuk Nda masuk kedalam kehidupan Vi lagi. Selama ini dia dan mba Riha kan yang sudah menyakiti Vi..!!"

"Astaghfirullah sayang.. Nda baik bicara seperti itu..!!" Haris terlihat kecewa, semenjak istrinya itu mengalami depresi berat dan suka berhalusinasi keadaan emosi Emil memang kadang suka berlebihan. Ia suka meledak-ledak tanpa alasan bahkan cenderung Emosional dan terlalu Egois. Hingga sampai saat ini Haris tidak menghentikan pengobatan Emil kepada dokter psikiater, Akhwat itu selalu menjalani terapi rutin setiap Minggu.

"Ka Haris sayang kan sama Emil..?? tolong bicara dengan kak Faiz..??" Emil kembali memelas, kali ini tubuhnya sudah gemetar yang menandakan rasa khawatirnya semakin meningkat.

"Iya sayang.. sekarang Emil tenang, jangan panik. Tarik nafas pelan-pelan kemudian hembuskan..!!" Haris menuntun sang istri supaya mengikutinya, dengan demikian emosional Emil dapat terkontrol.