Chapter 3 - ARGUMEN

"Mas.. Ana harap Mas Nda egois untuk meminta Vi menjadi istri Mas yang kedua, Bukankah dari dulu Mas Haris tahu bahwa Ana mencintai Vi..!!"

"Ini bukan lagi tentang keegoisan Iz.. Maaf kami sudah lebih dulu meminang Vio, bahkan Vio juga sudah setuju untuk hal itu..!!"

"Tapi Ana yakin Vi Hanya terpaksa menerima itu Mas...!! Faktanya dari dulu Vi itu sudah mencintai Ana..!!"

"Jangan bahas tentang Masalah dulu Iz, Fakta yang sebenarnya itu Anta sudah menikah dengan Akhwat lain, bahkan Akhwat tersebut sangat dekat dengannya. Apa Anta masih belum sadar bahwa selama ini Anta sudah menyakitinya..??"

"Tapi kan sekarang de Riha sudah tenang di Alam sana Mas, Ana mohon jangan bahas itu lagi.." Laki-laki itu tidak merespon perkataan Faiz. Keduanya saling terdiam, tak berapa lama kemudian Haris pun angkat bicara.

"Maaf Iz, sejujurnya Mas Juga Nda ingin egois. Jika saja dari kemarin Mas bisa membujuk Vio untuk membatalkan undangan itu sudah Mas batalkan, Tapi Vio justru Nda mau karena Bukan itu yang ia inginkan Iz. Jika Anta selalu memaksanya untuk bisa Nerima Anta Apalagi berkaitan dengan perihal amanah terakhir Almarhumah Riha itu, yang ada Vio semakin merasa dirinya terhina. Ia mengaggap dirinya seperti barang yang hidupnya ditentukan oleh orang lain..!!" Faiz masih terdiam.

"Mas sudah sering meminta untuk membatalkan rencana pernikahan itu juga, tapi baik Vio atau Emil keduanya sangat keras kepala. Apalagi Emil saat ini sedang mengidap Depresi situasional, dimana keadaan emosinya akan meletup-letup dan semakin buruk jika mengalami keadaan yang Nda ia inginkan. Bahkan Bulan kemarin saja ia sudah berhalusinasi, dia menganggap sebuah boneka sebagai bayi. Bayangkan jika kami membatalkan pernikahan tersebut Iz, akan separah apa kondisi Emil.. mungkin Itu juga yang menyebabkan Vio memutuskan untuk menerima permintaan Emil menjadi madu di keluarga kami."

Mendengar ucapan Haris seperti itu Raut wajah Faiz dipenuhi dengan tanda tanya besar.

"Jika Anta menganggap kami hanya memanfaatkan kebaikan Vio.. iya Iz Kami akui.. tapi itu dulu, dan Sekarang.. Semenjak kejadian itu mas mulai menyadari bahwa Vio sangat baik, Mas menyukai nya dan Mas juga mencintainya Iz.. maaf..!!"

"MAS !!" Bentak Faiz lantang. Ia tidak terima jika ternyata Haris hanya ingin memanfaatkan kebaikan Vio saja, meski sekarang Haris juga sudah mulai mencintai Akhwat tersebut.

"Mas harus sadar.. jika mas tetap ingin menikahi Vi justru mas hanya akan menyakitinya.. Nda akan ada akhwat yang mau menjadi istri kedua Mas...!!" Imbuhnya lagi.

"Mas tahu Iz.. tapi Vio begitu sangat sempurna.. ia berakhlak mulia. Mas yakin Vio akan mengerti dengan keadaan itu.. ia adalah bidadari penyelamat dalam keluarga kami Iz.. dibanding Anta, Kami lebih membutuhkannya. Mas mohon Iz.. ikhlaskan Vio menikah dengan Mas..!!"

"Sesempurnanya dia.. Vi tetaplah seorang Akhwat yang lemah Mas, hatinya akan tetap rapuh meski bibirnya berkata Iya. Fariha juga membutuhkannya, begitu juga Ana.. Ana ingin menebus semua kesalahan Ana padanya, mohon Mas juga mengerti..!!"

"Mas akan berusaha adil untuk keduanya Iz dan Mas berjanji akan membahagiakannya juga..!!"

"Apa Mas harus Setega itu pada Ana dan Vi Mas, Karena Ana yakin Vi pasti masih mencintai Ana dan ia pasti terluka menjalani itu semua ??!" Faiz memelas.

Keduanya masih terlibat argumen tentang siapa yang seharusnya menikahi Akhwat tersebut.

Di sisi lain ruang kamar bayi, Fariha tengah menangis.

"Di ambil aja mba.. tidak apa-apa ko, Fariha sekarang sudah tidak harus di inkubator lagi.." Seorang perawat mempersilahkan Vio untuk menggendong bayi tersebut.

"Beneran tidak apa-apa Sus..??" perawat itu hanya mengangguk, dengan begitu antusias Vio langsung mengambil Fariha dalam inkubator tersebut. Maklum karena semenjak bayi tersebut dilahirkan dua Minggu yang lalu itu, pihak keluarga belum ada yang di izinkan untuk menggendongnya kecuali ketika bayi itu didekap kan pada Dada Riha sebelum wafatnya.

"Mungkin dia juga lapar, akan saya buatkan susunya dulu..!!" Vio balas mengangguk sedang perawat itu langsung keluar untuk mengambil susu.

"Sayang....!!" Panggil Vio pada sang bayi dengan pelan, mata bayi itu seperti memandanginya dan tersenyum merespon panggilan Vio.

"Umi Riha Nda bisa menemani mu nak.. begitu juga Umi Vi, Umi Vi Lusa harus pulang sayang..!!" Akhwat itu langsung menitikkan airmata seraya mengelus pipi Fariha, seakan mengerti dengan perkataan sang Umi bayi itu pun langsung menangis.

"Sayang... uussshhh ccup cuupp..cuupp..!!" ucapnya berusaha menenangkan bayi tersebut.

"Mba.. Vi harus bagaimana..?? jika Vi sudah menikah dengan Ka Haris Vi pasti Nda bisa merawat Dede bayi lagi..!!" Batin Vio kembali tertekan, Ia kemudian kembali menatap mata sang bayi yang kali ini sudah mulai tenang.

"Maaf sayang... De Fariha harus jadi Akhwat yang kuat.. jadi anak yang tegar seperti Umi Riha ya nak.. karena Umi Riha juga seorang yatim piatu namun berjiwa tangguh. Ikuti jejak Umi Riha yang sangat shalihah, pintar dan berwibawa ya nak..!!" Fariha kembali tersenyum.

"Ya Allah.. Apa Aku akan kuat meninggalkan Fariha bersama keluarga Ka Faiz sedang mba Riha ingin sekali Aku yang merawat putrinya.. Mba Riha sudah pergi meninggalkan ku, apa aku harus setega itu meninggalkan bayinya. Aku harus bagaimana ya Robb..!!" Melihat wajah Fariha yang begitu menggemaskan Vio semakin tertekan, ia tak kuasa jika harus berpisah dengan Bayi yang sedang di gendongnya itu.

"Bantu Umi Vi melewati ini semua sayang, Umi Vi Nda ingin berpisah dengan Fariha.. Umi Vi Nda mungkin menikah dengan Abi Faiz, kasihan Ante Emil nya sayang... karena beliau sangat membutuhkan Umi Vi.." Mulut bayi itu bergerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu.

"Iya sayang... Umi Vi tahu.. memang sangat menyakitkan. Tapi... Meski begitu Umi Vi bisa apa sayang... Suatu saat Fariha pasti mengerti dengan keputusan Umi Vi ini." Sekalipun Vio tahu bahwa bayi itu hanya asal merespon, namun setidaknya Vio merasa sedikit lebih tenang karena sudah mengeluarkan unek-unek nya. Anggap aja sebagai penghibur hatinya yang sekarang sedang dilema.

"De Fariha baik-baik ya sayang bersama Abi Faiz, In Sya Allah Umi Vi akan sering berkunjung menengok De Fariha di rumah Opa..!!" Bayi itu malah meringis seperti ingin menangis.

"Sayang..."

"Maaf mba lama.. Fariha nangis terus ya..??" perawat itu langsung memberikan botol susu kepada Vio.

"Tidak ko Sus, hanya mewek-mewek sedikit saja..!!" Vio langsung menyusui Fariha dengan sangat hati-hati, ia nampak begitu bahagia.. Seketika saja ia lupa dengan beban berat yang tertumpuk dipundaknya tersebut.

Sementara itu di rumah Haris,

"Umi maaf... Emil mau nanya boleh..??"

Emil bertanya kepada ibunda Vio yang saat ini tengah mengusap-usap kepalanya yang berada di pangkuan wanita tua itu. Ibunda Vio benar-benar sudah menganggap Emil seperti anak kandungnya sendiri, bahkan ia berkesan seperti lebih menyayangi Akhwat itu dibandingkan dengan putrinya sendiri. Apalagi saat ini Emil tengah mengidap Depresi berat, yang mana sangat membutuhkan perhatian dan pengertian orang sekitar.

"Nak Emil mau tanya apa..??"

"Apa sekarang Umi menyesal sudah menyetujui permintaan Emil kepada Vi.. Setelah mengetahui kebenaran dari Almarhumah Mba Riha ??"

Ibunda Vio langsung menghentikan usapannya pada kepala Emil, ia tengah berpikir keras untuk bisa menjawab pertanyaan Akhwat tersebut tanpa harus membuat hatinya terguncang. Karena tidak mendapat respon, Emil pun buru-buru bangkit dari posisinya dan kemudian duduk menghadap sang Bunda.

"Apa saat ini hanya perasaan Emil saja...!!"

"Jangan terlalu banyak pikiran nak..!!" Wanita tua itu berusaha untuk tidak membuat Emil berpikiran terlalu berat.

"Emil merasa bahwa kalian semua sebenarnya menyembunyikan kesedihan dari Emil.. itu seperti hanya demi menjaga perasaan Emil saja, Apa itu benar Umi..??"

"Nda seperti itu sayang, Emil harus tenang..!!" Ibunda Vio sudah mulai panik.

"Apa Emil sejahat itu pada Vi, Umi..?? Emil lihat Umi sedih, Emil juga lihat Ka Haris sedih.. di telepon juga Emil denger suara Vi sedih. Kenapa Emil jahat kepada kalian semua..!!" Akhwat itu langsung berdiri dan kemudian berjalan menjauhi sang bunda.

"Astaghfirullah.. nak Emil mau kemana..?? Ayo duduk lagi..!!"

"Nda Umi.. Emil sudah jahat pada kalian, lebih baik Emil pergi. Emil ingin minta maaf pada Vi..!!" Akhwat tersebut sudah mulai terisak dengan tubuhnya yang bergetar hebat.

"Ya Allah nak...!!" Ibunda Vio berusaha menahan Emil supaya tidak pergi.

"Bi Inah.. hubungi dokter Fadli segera..!!" Lanjutnya lagi.

"Baik Umi..!!" Sedang wanita tua itu langsung menghubungi Haris.