Tiga hari kemudian..
"Alhamdulillah.. terimakasih Ukhty, sekarang Ana bisa lebih dekat dengan de Fariha..!!" Zalwa berterima kasih kepada Vio di sela-sela kesibukannya menggendong Fariha yang sekarang sudah tidak rewel lagi di tangannya.
Sesuai kesepakatan bersama dalam tiga hari ini Vio memang lebih menekankan pada saran-sarannya ketimbang menggendong langsung bayi tersebut, ia tidak ingin disalahkan lagi oleh keluarga Faiz yang nantinya Fariha akan semakin sulit ditinggalkan jika ia sendiri yang merawatnya secara langsung.
Meski harus menepiskan semua rasa rindunya pada Fariha, setidaknya ia bisa menorehkan senyum bahagia itu kepada ibunda Faiz dan Zalwa yang sekarang sudah merasa mampu mengendalikan bayi tersebut.
"Apa harus sekarang nak Vio..?? ini sudah malam lho..!!"
Ibunda Faiz bertanya di sela kesibukan Vio membereskan barang-barangnya.
"Kalo pulangnya besok waktunya mepet Umi, Akadnya kan sekitar jam 09:00.."
"Apa Nda sebaiknya habis subuh aja berangkatnya..!! toh ini bukan di pesantren yang jaraknya jauh dan terpelosok Nak..!! Kalian bisa sampai dalam waktu 2 jam.."
"Iya Ukhty, yang dikatakan Umi itu benar.. lebih baik Ukhty pulangnya besok saja..!!"
Zalwa ikut menimpali.
"Iya Mas.. Besok Ana yang langsung antarkan.. kalo sekarang kasihan sudah malam.." Faiz Tengah menerima panggilan telepon dari seseorang, dari nada bicara Ikhwan tersebut Sepertinya ia sedang berdebat tentang sesuatu.
"Iya Ana tahu dan mengerti, tapi tolonglah Mas.. Masa iya istri Mas itu masih Nda mau bersabar !!"
"Nda seperti itu mas, kami Nda sedang merencanakan sesuatu.. Astaghfirullah, ini murni karena de Fariha Mas..!!"
Mendengar percakapan itu semakin pelik, Vio langsung menghampiri Faiz. Ia mengangguk mengisyaratkan dirinya yang harus bicara pada seseorang di telepon tersebut, Faiz pun memberikan handphone itu kepada Vio.
"Assalamualaikum Ka, ini Vi.."
"Wa Alaikumussalam Vi, maaf jika kakak terlalu menekan.. masalahnya Emil.."
"Itu Vi Ka..?? sini Emil aja yang bicara..!!" Emil memotong perkataan sang suami dan langsung merebut handphone nya tersebut.
"Mil.. jangan seperti itu..!!" Haris terlihat prustasi.
"Hallo Vi, kamu gimana siihh.. besok kamu udah harus akad lho.. kenapa masih belum pulang..??" Akhwat itu nampak emosi.
"Assalamualaikum Mil, kita istighfar ya.. Astaghfirullah Al Adziim.." ucap Vio selembut mungkin, ia tidak ingin sahabatnya itu semakin emosi. Ia mengulangi kalimat itu sebanyak tiga kali, Alhamdulillah akhirnya emosi Emil teredam.
"Wa Alaikumussalam, Vi.. maaf..!!" Kali ini Emil terisak, Akhir-akhir ini Akhwat itu sangat sensitif.
"Nda pa-pa Mil.. Aku ngerti ko. Kamu yang sabar ya, bentar lagi juga Aku pulang.. ini lagi beres-beres."
"Tapi ini udah malem Mil, apa Nda besok aja subuh-subuh..??" tiba-tiba Akhwat tersebut melunak.
"Kamu yakin Nda pa-pa kalo Aku pulangnya besok ??"
"Iya Vi Nda apa-apa..!! tapi besok kamu beneran pulang ya.. jangan sampe Nda pulang. Aku mohon Vi.. kamu kan udah janji..!!" Emil kembali mengingatkan.
"Iya Mil, in Syaa Allah.. sekarang kamu rehat ya, udah larut..!!"
"Ya udah kalo gitu Aku pamit.. kamu juga ya..!!" Panggilan pun terputus.
"Bagaimana Vi.. ??" Faiz angkat bicara.
"Mereka setuju kan kalo Vi pulangnya besok.. ??" Imbuhan lagi.
Vio hanya mengangguk, Sejujurnya ia ingin pulang malam ini juga karena Entah kenapa Perasaannya tidak enak, ia takut besok tidak sesuai rencana lagi.
"Kalo begitu Vi harus segera istirahat, karena besok kita akan berangkat setelah sholat subuh..!!" Lagi-lagi Akhwat itu hanya mengangguk, ia kemudian pergi meninggalkan Faiz yang masih memandanginya.
* * *
Dini hari sekitar pukul 03:15..
"Emil sudah bangun..??" Haris keluar dari kamar mandi, seperti biasa Ikhwan itu akan mengisi Waktunya di kamar khusus sholat sampai subuh tiba.
"Emil masih kepikiran Vi Ka.. Nda tau kenapa perasaan Emil Nda enak. Menurut Ka Haris apa Vi akan pulang..??"
"Sayang.. mungkin itu hanya perasaan Emil saja, In Syaa Allah Vi akan menepati janjinya. Sekarang Emil bangun.. kita sholat bareng ya Sayang..!!" Akhwat itu pun mengangguk.
Sementara itu di tempat terpisah, Faiz hanyut dalam khusyuknya menguntai doa yang ia panjatkan. Semakin hari rasa cinta yang ia miliki justru semakin membuat Faiz tak berdaya, sungguh dirinya masih tidak merelakan Vio menikah dengan Haris.
"Ya Allah.. Sang Maha membolak-balikkan Hati hamba-hambanya... Hari ini hamba berserah diri menerima takdir Mu, jika memang Viola bukan jodoh hamba, berikanlah ketabahan pada hati hamba untuk bisa merelakan ia menikah dengan sahabat hamba sendiri. Namun jika memang Viola jodoh hamba, maka dekatkanlah ya Allah.. jangan biarkan ia pergi dari sisi hamba.. Hamba sangat mencintainya.." Sepenggal doa terhembus dari lubuk hati Faiz yang paling dalam. Meski sering ia panjatkan, namun kali ini Perasaannya semakin kacau balau terhadap Akhwat tersebut.
Dan masih di bawah atap yang sama dengan tempat yang berbeda, Ternyata Vio juga tengah khusyuk mengukir bait-bait Doanya untuk kelancaran acara hari ini..
"Ya Allahu ya kariim, sungguh engkaulah maha pemberi karunia... Hamba Ikhlas Apapun ya Allah gariskan untuk kehidupan hamba.. Karena hamba percaya Allah tidak selalu memberikan apa yang hamba harapkan namun selalu memberikan apa yang Hamba butuhkan. Berikanlah hamba kekuatan untuk menjalani ini semua ya Robb.. karena hamba yakin Rencana Mu lah yang terindah.." Vio selalu berhusnudzon kepada ketetapan Allah, ia lebih tabah dari siapapun.
Begitu juga dengan Emil dan Haris, mereka seakan berlomba mengharapkan belas kasih sang pencipta di persetiga malam tersebut.
Ba'da Subuh sekitar pukul 04:55..
"Nak Vio sudah siap.. ?? hati-hati ya di jalan.. harusnya Sebentar lagi, ini masih gelap nak..!!"
"Nda pa-pa Umi, lebih awal itu lebih baik.. biar cepet sampai..!!" Vio mencium tangan ibunda Faiz, wanita itu kemudian memeluknya.
"Kemungkinan Umi bisa datangnya siang Sayang.. tapi Nda janji juga, tergantung keadaan de Fariha. Takutnya kalo dibawa perjalanan jauh Nda kuat..!!"
"NgGiihh Umi Nda pa-pa.. Salam sama Zalwa aja Um, Vi Nda bisa masuk ke kamarnya.. takut ganggu de Fariha."
"Iya Sayang..!!" Ibunda Faiz menepuk tangan Vio pelan.
"Nak Ilham hati-hati ya bawa mobilnya, jangan ngebut-ngebut..!!" imbuhnya yang kali ini tunjukkan untuk Faiz. Ikhwan itu hanya mengangguk Seraya mencium tangan ibundanya, mereka berdua pun pamit.
Di rumah Haris..
"Ka.. bagaimana ?? Apa ka Faiz dan Vi sekarang udah jalan..??"
"Iya sayang.. Emil Nda usah khawatir..!!"
"Ahh..!!" Emil terlihat sempoyongan hampir saja ia terjatuh.
"Kenapa sayang.. ?? hati-hati..!!" Haris langsung memapah tubuh Emil untuk duduk.
"Mungkin Emil hanya kurang tidur aja Ka, kepalanya sedikit sakit ..!!" Akhwat itu memijat pelipisnya pelan.
"Kita periksa dulu ya ke dokter..!!"
"Nda usah ka, beneran Emil Nda pa-pa..!!"
"Yakin...??" Haris memastikan, sedang Akhwat itu langsung mengangguk.
"Apa Emil sekarang merasa tertekan dengan pernikahan ini..??" Spontan Emil membuang muka, ia memang mulai merasa takut jika Haris lebih memperhatikan Vio ketimbang dirinya. Apalagi jika sahabatnya itu sudah hamil, akankah ia siap menerima konsekuensinya ?? Namun tekadnya sudah bulat, sesakit apapun itu ia harus menerimanya.
"Ka Haris Nda usah khawatir, Emil udah siap.." Ia menyentuh pipi Haris dengan senyum penuh kelembutan.
Di tengah perjalanan Faiz melajukan kendaraannya di jalan yang berbeda, ia berhenti di sebuah jembatan sepi yang mulai rapuh dengan berhiaskan cahaya matahari terbit di ufuk timur.
"Ka Faiz kenapa berhenti..?? ini.. ini bukan jalan yang harus kita tempuh ka." Vio mulai panik, ia celingukan mengamati keadaan sekitar yang tidak ia kenal.
"Vi.. apa udah Nda ada rasa cinta di hati Vi untuk ka Faiz sedikit pun ??" Tiba-tiba Faiz bersuara.
"Ka Faiz.. ini Nda lucu, Vi harus segera pulang..!!"
"Ka Faiz serius Vi.. tolong katakan yang sejujurnya..!!" Nada bicara Ikhwan itu mulai meninggi.
Vio tidak merespon, ia enggan menjelaskan perasaan cintanya itu untuk Ikhwan tersebut.
"Ka Faiz mohon Vi.. hanya untuk yang terakhir kalinya. Katakan bahwa Vi mencintai Kakak..!!" Faiz kembali memelas.
"Maaf ka, tapi Vi Nda mencintai Ka Faiz..!!"
"Jangan bohong Vi, kakak tau Vi masih mencintai kakak..!!"
"Astaghfirullah Al Adziim Ka.. Vi mohon jangan main-main, Vi sedang di tunggu orang banyak. Ka Faiz jangan egois..!!"
"Kenapa ka Faiz Nda boleh egois Vi, bukankah Mas Haris dan Emil juga sama..?? Mereka bahkan lebih egois memaksakan Vi untuk menjadi madunya."
"Stop ka Faiz bahas ini.. kita sudah sepakat..!!"