Chapter 12 - Penyesalan

"Kalau begitu saya pamit Bu, Pak dan yang lainnya.. jika ingin masuk Tolong bergantian maksimal hanya dua orang dan mohon untuk memakai baju pengaman yang sudah disediakan dalam ruangan. Terimakasih..!! Dokter Iman saya permisi dulu..!!" Dokter senior itu pun beranjak dari posisinya.

"Ok dok.. terimakasih!!" dr. Iman langsung menyalami dokter tersebut.

"Ris ayo kita masuk lebih dulu.. biar anak-anak nanti belakangan.." Istri pak kyai mengajak Ibunda Vio untuk segera menemui Vio dalam ruangannya. Wanita itu hanya mengangguk, beliau masih terisak dengan penuh kesedihan.

"Kalau begitu Abi akan berbincang dulu dengan nak Iman.. nanti kabari saja kalau semuanya sudah masuk, biar Abi paling belakangan melihat nak Vi nya." Pak kyai pamit kepada sang istri dan yang lainnya.

"Mari Abi ke ruangan Iman saja, kebetulan jam tugas Iman memang sudah selesai dari pagi tadi." Keduanya pun berlalu dari hadapan yang lainnya.

Di dalam ruangan ICU..

"Assalamualaikum Vi.. Ini umi datang sayang..!!" Ibunda Vio kembali tak kuasa menahan air matanya, beliau merasa miris dengan keadaan putri tunggalnya tersebut secara pisik. Belum lagi Hatinya yang sudah beberapa kali hancur demi membahagiakan orang lain.

"Vi bangun ya, kami semua menunggu Vi untuk sadar. Tolong maafkan Umi Vi, karena keegoisan Umi.. Vi harus menanggung semua ini. Umi janji Nda akan memaksakan Vi menikah dengan Nak Haris lagi.. hiks!!" Wanita itu menghentikan ucapannya sejenak untuk mengatur nafas dan kemudian melanjutkan perkataannya lagi.

"Umi Nda tau bahwa selama ini Vi sudah sangat tersakiti dengan pernikahan Nak Faiz dan Almarhumah nak Riha, tapi dengan sangat teganya Umi malah meminta Vi untuk menjadi madunya nak Emil. Sungguh Vi.. Umi minta maaf, Umi benar-benar Nda tau.. hiks."

Ibunda Vio terus terisak seraya memeluk sang putri yang masih terbaring tidak sadarkan diri, sedang alat medis lengkap masih terpasang di tubuhnya terutama selang oksigen di hidungnya. Istri pak kyai hanya menepuk-nepuk punggung wanita tua itu, mengisyaratkan untuk bisa lebih tegar menghadapi kenyataan tersebut.

"Sudahlah Ris, jangan terlalu larut.. doakan saja yang terbaik. Semoga nak Vi cepat sadar..!! mba yakin nak Vi adalah Akhwat yang kuat, In Syaa Allah dia akan sadar."

"Aamiin.. iya mba yu.. Risa hanya merasa bersalah karena selama ini selalu menekankan Vi untuk melakukan apapun yang kami mau tanpa sedikitpun peduli apakah dia bahagia atau Nda..!!"

Sebagai orang tua tunggalnya Ibunda Vio merasa menyesal karena tidak bisa mengerti dengan apa yang diinginkan putri semata wayangnya itu.

"Ya sudah... sekarang kita keluar, berikan kesempatan kepada yang lain untuk bisa menjenguk Vi sebelum jam besuknya berakhir.."

"Vi... Umi tahu Vi pasti mendengar perkataan Umi, Umi mohon Vi.. tolong maafkan Umi, Umi benar-benar menyesal sayang..!! Umi berjanji Nda akan memaksakan kehendak Umi lagi.. Vi harus kuat ya sayang, Vi harus sembuh..!!"

"Ris...!!" Istri pak kyai kembali mengingatkan.

"Baiklah Vi.. Umi keluar dulu !! baik-baik ya sayang..!!" Wanita itu kemudian mengelus pipi Vio dan kemudian mengecup keningnya, begitu juga dengan istri pak kyai.

Keduanya pun keluar dari ruangan tersebut.

Setelah keluarnya mereka Haris dan sang istri masuk ke dalam.

"Vi...!!" Emil langsung terisak seraya memeluk sahabatnya itu.

"Maaf... Aku terlalu memaksakan mu untuk melakukan semua itu, sungguh Vi Aku menyesal.. tolong maafkan aku.. hiks !!"

"Sayang.. !!" Haris memanggil sang istri dengan pelan, ia tidak ingin Emil terlalu menyalahkan dirinya sendiri.

"Kamu tahu Vi.. Sekarang harusnya kamu bisa lebih tenang, Aku Nda akan memaksa mu menikah dengan ka Haris lagi.. karena sekarang Aku sudah hamil Vi, Kamu harus sembuh.. Kamu bisa melanjutkan keinginan mu dulu untuk bisa bersanding dengan ka Faiz !!"

Haris memejamkan matanya dengan erat, ia juga menggertakan gigi dan mengepalkan tangannya dengan erat pula. Ia berusaha menahan kemarahan itu karena memang perihal tersebutlah yang menyebabkan Faiz shock hingga hilang kendali pada kendaraannya.

Pagi itu ketika menunggu Vio dan Faiz tiba, Emil memang sudah tidak enak badan bahkan dari kemarin Akhwat tersebut merasakan tubuhnya lemas dan pusing yang berkepanjangan. Selera makannya pun hilang, hingga menyebabkan ia pingsan. Namun siapa yang menyangka Jika ternyata semua keluhan yang di deritanya itu semata-mata karena dirinya sedang hamil, maklum kondisi Emil memang belum stabil dari Depresi situasionalnya oleh sebab itu mereka selalu menganggap bahwa itu hanya efek psikis nya saja yang belakangan ini masih sering kambuh. Apalagi akhir-akhir ini Akhwat tersebut sering saja menangis, moodnya cepat berubah bahkan ia sering mual dan muntah karena asam lambungnya ikut naik.

Namun ketika dirinya pingsan dan dibawa ke Rumah Sakit, Emil justru di vonis hamil oleh sang dokter. Usia kehamilannya masih berkisar 6 Minggu, janin itu terbentuk kurang lebih 2 Minggu setelah dirinya mengalami Halusinasi pada depresi terberatnya ketika sang Mertua meninggal. Di mana saat itu Vio juga menyetujui permintaan konyol sahabatnya tersebut.

Semula Emil melarang Haris supaya tidak memberitahukan Faiz dan Vio terlebih dahulu perihal kehamilannya itu, karena ia ingin memberikan kejutan pada keduanya. Bahkan Pihak keluarga setuju akad nikah tersebut tetap akan di lanjutkan dengan Faiz yang menjadi pengantin pria nya. Namun siapa sangka karena keduanya tak kunjung tiba dan Haris nekat memberitahukan itu semua, malah membuat Faiz yang sedang menyetir seakan tersambar petir mendengar kabar tersebut.

Sepertinya Ikhwan itu sangat bahagia hingga ia tidak sadar bahkan tidak merespon pertanyaan Vio apalagi melihat keadaan sekitar yang menyebabkan dirinya panik dan membanting setir.

"Maaf Vi.. Ka Haris juga ikut andil dalam penyebab kecelakaan itu. Kakak menyesal.. Jika saja saat itu Ana bisa lebih sabar..!! Astaghfirullah.." Ikhwan tersebut membatin.

"Sayang... jangan lama-lama, kasihan Faiz menunggu." Haris berusaha menenangkan sang istri supaya tidak larut dalam kesedihannya, Emil pun hanya bisa mengangguk.

"Vi.. Maaf hari ini Aku Nda bisa lama-lama, Tapi Aku mohon, cepatlah sadar.. masih banyak yang ingin Aku ceritakan padamu.. Kamu pasti bisa Vi." Emil kembali memeluk sang sahabat sebelum dirinya dan sang suami keluar meninggalkan Vio sendiri lagi dalam ruang ICU itu.

"Umi.. apa Nda sebaiknya Umi dan Emil pulang dulu untuk beristirahat, Nda harus ke rumah.. ke pesantren saja karena lebih dekat." Haris membujuk ibunda Vio supaya bisa menemani Emil beristirahat, tatkala dirinya sudah berada di luar.

"Umi Nda akan pulang sebelum Vi sadar Nak..!!"

"Tapi Umi harus istirahat.. jangan terlalu dipaksakan Um, kasihan... Vi juga ingin Umi sehat..!!" Emil ikut menimpali.

"Benar Ris, untuk saat ini kita istirahat dulu.. in Syaa Allah besok kita ke sini lagi untuk menjenguk nak Vi..!!" Istri pak kyai juga ikut angkat bicara.

"Nanti saja nunggu nak Faiz dan ibundanya keluar dulu..!!"

"Sepertinya akan lama Um, biarkan Faiz menemani Vi.. kasihan Faiz sepertinya dia sangat terpukul." Haris kembali membujuk.

Setelah berpikir sebentar wanita itu pun hanya bisa pasrah dengan saran ketiganya, ia mengangguk tanda setuju.

"Baiklah.. kalau begitu mari kita pulang. Salam untuk nak Faiz dan ibundanya..!!"

"In Syaa Allah Nanti Haris sampaikan Um..!!" Ikhwan itu kemudian mencium tangan ibunda Vio, istri pak kyai dan juga Emil sang Istri. Ketiganya akan diantarkan pulang ke pesantren oleh mang Ujang yang masih menunggunya di luar.

"Haris Antar sampai depan...!!"