"Vi...!!" Panggil Faiz pelan, saat ini ia dan sang bunda masih berada dalam ruangan ICU.
"Segitu bencinya kah Vi pada kakak hingga lebih memilih tetap berbaring di ranjang ini ketimbang berbicara dengan Kakak..??" Ikhwan itu nampak putus asa.
"Nak Vi.. Cepat sadar sayang, kasihan de Fariha saat ini rewel terus. Mungkin dia tahu bahwa Vi sekarang sedang sakit..!!" Ibunda Faiz menyela perkataan putranya.
"Jika saja Faiz bisa lebih sabar Um... mungkin keadaan Vi Nda akan seperti ini."
"Nda akan ada yang bisa mengelak nak, Kun Fa yakun... jika Allah sudah berkehendak segesit apapun menghindar musibah itu akan tetap terjadi.." Wanita itu mengingatkan.
"Astaghfirullah Al Adziim..!!" Faiz mengusap wajahnya dengan kasar.
"Jadi Umi harap.. Nak Ilham jangan pernah menyalahkan diri Nak Ilham sendiri. Tawakal lah nak, pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.. Umi yakin rencanaNYA pasti lebih indah." Faiz hanya menunduk dan tetap terdiam.
"Untuk saat ini Allah pasti sedang merangkul nak Vi, Allah ingin Nak Vi istirahat dari kepenatan yang tengah di hadapinya. Pasti Nak Vi sudah terlalu lelah, makanya Allah memberikan kita ujian ini.. sebagai teguran bahwa kita Nda bisa memaksakan kehendak kita kepada orang lain." Wanita itu menatap wajah Vio dengan penuh kesedihan, beliau ikut merasakan betapa ketertekanan itu masih nampak di wajah pucat Akhwat tersebut meski sekarang sudah tidak sadarkan diri.
"Jika Allah memang sudah menetapkan nak Vi sebagai jodoh Nak Ilham, maka Allah akan mempermudah jalannya Nak.. bahkan mungkin dengan cara mustahil sekalipun. Oleh sebab itu jangan putus asa nak, tetap sabar dan Istiqomah..!!"
Faiz masih tertunduk namun ia nampak serius menyimak perkataan sang ibunda, membenarkan setiap bait nasehat yang dilontarkan wanita itu.
"Iya Umi Aamiin.. In Syaa Allah Ilham akan lebih ikhlas dan lapang dada."
Ibunda Faiz hanya meresponnya dengan menepuk pipi putranya tersebut.
"Vi... Kakak minta maaf, mungkin permintaan kakak pagi itu sangat konyol. Tapi jujur Vi.. Kakak serius, apalagi sekarang Mas Haris dan Emil Nda akan pernah meminta Vi untuk menjadi madunya lagi. Jadi sekarang Vi sudah bebas..!!" Faiz kembali fokus kepada Vio.
Untuk yang kesekian kalinya hari ini orang-orang yang menemui Vio di ruang ICU itu selalu meminta maaf, sepertinya mereka semua merasa turut andil dalam penyebab kemalangan Akhwat tersebut. Bukan hanya saat kecelakaan itu terjadi, bahkan jauh sebelum itu pun mereka memang sudah membuat hati Vio sering tertekan dan sedih apalagi Faiz dan ibunda Vio sendiri.
"Hamasah sayang.. de Fariha dan Almarhumah Mba Riha pasti bahagia melihat kalian berdua menikah." Ibunda Faiz kembali mengingatkan.
"Tapi Bukan karena amanah terakhir De Riha itu yang menyebabkan Ilham ingin menikahi Vi, Umi.. Tapi Ilham benar-benar mencintai Vi. Jadi Ilham mohon, Umi jangan berkata seperti itu lagi." Faiz nampak tak terima dengan perkataan sang ibunda.
"Vi.. Kakak percaya bahwa saat ini Vi bisa mendengar ucapan kakak." Ikhwan itu membatin.
"Iya Nak.. Maaf !!"
Faiz hanya merespon nya dengan anggukan. Tanpa sepengetahuan keduanya diam-diam ternyata Vio juga menitikkan air mata, sepertinya Akhwat itu memang bisa mendengarnya hanya saja dia tidak bisa membuka mata dan menggerakkan tubuhnya.
Sementara itu..
"Jadi bagaimana Nak... keadaan Nak Vi yang sebenarnya..?? Apakah komanya akan lama ??" Pak kyai Langsung mencecar putranya dengan pertanyaan seputar keadaan Vio ketika beliau dan sang Anak sampai di ruangannya.
"Wallahu'alam Bi, Tapi menurut ilmu kedokteran yang Ana pelajari memang kondisi Vio saat ini begitu kritis. Perkiraan komanya bisa berlangsung sampai sekitar tiga bulanan, tapi balik lagi ke yang Ana bilang tadi bahwa semuanya itu hanya Allah lah yang tahu."
Pak kyai hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan seraya mengucapkan sesuatu.
"Sebenarnya saat itu Abi juga ingin menikahkan Nak Iman dengan Vio.. tapi Nda di sangka istri Nak Haris justru yang lebih dulu meminang Akhwat itu."
"Masyaa Allah Abi.. Kenapa Abi bisa berpikiran seperti itu..??"
"Dulu Abi ingin menjodohkan Ana dengan Riha yang akhirnya Akhwat itu menikah dengan Faiz dan sekarang Abi ingin jodohkan Ana dengan Vio..?? Tapi Vio juga sekarang ingin di nikahi Faiz.. Apa Abi sengaja ingin membuat Ana bersaing dengan Sahabat Ana sendiri..??" Batinnya. dr. Iman masih terperangah mendengar ucapan Abinya itu.
"Hehe.. Abi hanya berinisiatif saja, siapa tahu Nak Iman juga menyukainya.. tapi siapa sangka lagi-lagi niat Abi harus pupus lagi karena nak Faiz." Pak kyai terkekeh, dari dulu beliau memang seperti selalu bersaing dengan Ayahnya Faiz. Maklum keduanya memang sahabat baik semenjak masih muda, meski mereka berbeda bidang dan jurusan. Sedangkan bersama Almarhum Ayahnya Vio, beliau merupakan teman satu pesantren jadi wajar jika Ayah Faiz dan Ayahnya Vio tidak begitu saling mengenal.
"Sekarang sudah seperti ini, meski Nak Haris sudah membatalkan pernikahannya tapi kini nak Faiz yang ingin menikahinya.. Semoga saja Nak Vio bisa cepat sadar. Dengan siapa pun nanti ia bersanding Abi akan tetap mendukungnya.. Kasihan Uminya nak Vio, beliau pasti sangat tertekan."
Sebagai orang yang di amanah kan untuk menjaga Vio oleh almarhum sang sahabat, pak kyai merasa bertanggung jawab besar terhadap kedua Akhwat beda usia itu.
"Iya Abi Aamiin..!! Tapi yang Ana khawatir kan ketika sadar kemungkinan terburuknya yakni Vio mungkin Nda akan bisa berjalan Bi..!!"
"Innalilahi..!!" Pak kyai nampak terkejut, Keduanya kemudian saling terdiam.
"Allah pasti sudah merencanakan yang indah untuk kehidupan Akhwat itu nak..!! Kita harus selalu berhusnudzon kepada Yang Mahakuasa.." Pak kyai akhirnya membuka suara.
"NgGiihh Abi, hanya saja masalahnya semakin lama ia koma maka kelumpuhan saraf motoriknya akan semakin parah. Itu juga yang Ana sangat khawatirkan..!!" Raut wajah dr. Iman nampak kusut.
"Dan apakah Faiz masih mau menerima Vio jika tahu Akhwat itu tidak akan bisa berjalan ??" Imbuhnya dalam hati.
"Kita jangan putus asa dan menyerah Nak, dengan kekuatan doa Abi yakin Allah akan mempermudah jalannya..!! lagi pula Nak Vio merupakan Akhwat yang shalihah, In Syaa Allah semuanya akan baik-baik saja.