Ketika keduanya selesai berbincang, dr. Iman mengantarkan Abinya itu kembali ke ruang ICU untuk menemui Vio sebelum kembali ke pesantren. Faiz dan Haris sudah duduk di bangku tunggu diluar ruangan tersebut, namun keadaannya nampak sunyi karena tidak ada percakapan diantara kedua Ikhwan tersebut. Mereka berdua tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing, sedang ibunda Faiz sudah pulang sedari tadi karena Zalwa menghubunginya yang mungkin itu berkaitan dengan keadaan Fariha.
"Assalamu'alaikum.." Pak kyai dan dr. Iman mengucap salam serentak kepada Faiz dan Haris.
"Wa Alaikumussalam...!!" Keduanya langsung mendongak.
"Abi masuk dulu ke dalam.. Nak Iman bagaimana..??"
"Biar Ana tunggu di sini saja Bi.. besok juga Ana tugas lagi, kebetulan Vio memang pasien Ana..!!"
"Baiklah kalau begitu Abi masuk dulu..!!"
"NgGiih Abi..!!"
"Kira-kira kapan Vio bisa sadar Man.. ??" Sepeninggalnya pak kyai Haris langsung bertanya.
"Kemungkinan tiga bulan lagi mas.. tapi Wallahu A'lam.. semoga saja lebih cepat dari prediksi Ana.."
"Iya Aamiin..!!"
"Dimana yang lain..??"
"Pulang.. kondisi Emil dan Umi Vio memang sedang Nda Fit jadi Ana suruh pulang ke pesantren dulu bareng Umi Anta.."
"Kalo Umi Anta dimana Iz.. ??" dr. Iman berusaha mengajak Faiz berbicara karena sedari tadi Ikhwan itu tidak mau merespon.
"Pulang juga, mungkin saat ini De Fariha rewel lagi karena Vi sedang sakit..!!" Wajah Faiz nampak tertekan.
"Harusnya Anta juga ikut pulang Iz, istirahat kan dulu tubuh Anta.. Vio Nda perlu di jaga karena perawat akan selalu memantaunya setiap jam. Nanti Anta bisa balik ke sini besok..!!"
"Nda perlu Man.. mungkin nanti malam juga Ana akan tidur di sini..!!"
"Jangan Egois Iz.. Anta sadar ?? Sekarang Anta sudah Nda sendiri, Ada de Fariha sekarang menunggu kepulangan Anta di rumah..!!" Haris mengingatkan dengan nada bicara yang cukup tinggi.
"Lantas Mas Haris juga kenapa masih ada di sini..?? bukankah seharusnya pulang bersama Emil yang sekarang masih membutuhkan Mas karena sedang hamil muda..??" Faiz tak kalah Emosi.
"Astaghfirullah Al Adziim.. stop.. apa-apaan kalian berdua ini..??" Pak kyai langsung menyela keduanya tatkala keluar dari ruangan Vio.
"Nda ada apa-apa Bi..!!" dr. Iman berusaha menutupi keduanya. Sementara Faiz dan Haris hanya terdiam, mereka saling merenungi sikapnya masing-masing.
"Untuk saat ini kita semua harus pulang, biarkan Vio istirahat..!! Mari Iz.. Ana Antar, biar Mas Haris pulang bareng Abi."
"Kalo begitu Ana pamit Abi..!!" Faiz mencium tangan pak kyai.
"Mas.. Ana minta maaf sudah berbicara kasar..!!" Faiz juga mengulurkan tangannya kepada Haris.
"Sama Iz.. Ana juga minta maaf, harusnya Anta Nda perlu cemburu lagi pada Ana..!!" Haris langsung merangkul tubuh Faiz yang masih memakai kursi roda, Keduanya saling berpelukan seraya menepuk punggung masing-masing.
"Baiklah mas.. Abi.. Ana antar Faiz pulang dulu. Kita ketemu di rumah.. Assalamualaikum!!" dr. Iman dan Faiz pun kemudian pergi terlebih dahulu.
"Wa Alaikumussalam..!!" Haris dan pak kyai menyahut salam keduanya.
"Bagaimana Abi.. kita pulang sekarang??"
"Ya sudah.. Ayo..!!"
Satu persatu mereka pergi meninggalkan Vio yang saat ini masih terbaring lemah tak sadarkan diri di ranjang ruang ICU. Tanpa orang tua, tanpa seorang sahabat Apalagi seorang kekasih, Tiga bulan ini ia harus pasrahkan hidupnya pada alat-alat bantu yang menempel di bagian tubuhnya.
Sesampainya di rumah Faiz..
"Assalamualaikum..!!"
"Wa Alaikumussalam.. kamu sudah pulang nak..!!" Faiz masuk dengan di bantu oleh dr. Iman karena sekarang Ikhwan tersebut sudah melepaskan kursi rodanya. Kedatangannya disambut hangat oleh sang bunda.
"Ana langsung pamit aja Iz.. Umi..!!"
"Lho apa Nda mampir dulu dok..??"
"Nda usah sungkan Umi, panggil Ana Iman saja.. Maaf Ana sudah ada janji dengan Abi jadi harus buru-buru sampai rumah..!!" dr. Iman tersenyum dengan ramah.
"Oh baiklah Nak Iman, Semoga lain kali bisa lebih lama mampir kesini nya..!!"
"Aamiin, Iya In Syaa Allah Um.. semoga saja."
"Syukron Man.. Afwan sudah merepotkan..!!"
"LAA.. Iz, Anta Nda usah sungkan. Kalau begitu Ana langsung pamit ya, Assalamualaikum..!!"
"Wa Alaikumussalam..!!"
Setelah mobil dr. Iman sudah keluar dari halaman rumahnya, ibu dan anak itupun langsung masuk kedalam rumah.
"Tadi Abi menghubungi Umi Nak.. beliau ingin Umi kembali ke sana menemaninya meeting, akan ada pertemuan antar Duta masing-masing Negara..!!" Keduanya duduk di ruang tamu.
"Berapa hari.. ?? Kenapa seperti mendadak begitu Um..?? Bukankah di sana ada I'am yang menemani Abi, Luka Ilham belum begitu sembuh..!!" Ikhwan itu memegangi kepalanya yang masih terasa nyeri.
"Harus bagaimana lagi Sayang.. ini penting, Nak I'am Nda selamanya bisa membantu pekerjaan Abi karena ia sibuk kuliah. Umi juga Nda tahu sampai berapa hari harus di sana.. Mungkin seminggu..!!"
"Hha seminggu..?? Ilham Nda mungkin seminggu ini harus tinggal satu rumah dengan Zalwa Um.. apalagi Umi Nda ada, Ilham takut akan menimbulkan Fitnah di mata orang luar..!! Sedang Faiz Nda mungkin juga jika harus meninggalkan De Fariha..!!"
"Itu juga yang sedang Umi pikirkan Nak..!!" Wanita itu diam sejenak.
"Hhmm.. Apa sebaiknya de Fariha dan Zalwa kita titipkan ke rumah pak kyai saja..??" Imbuhnya lagi.
"Nda mungkin Um.. kasihan de Fariha jika harus balik lagi ke sana, Ilham Nda setuju."
"Lalu bagaimana...??" Wanita itu tengah berpikir keras, sepertinya ingin mengutarakan sesuatu tapi tidak berani.
"Mungkin untuk sementara ini Ilham akan tinggal di rumah sakit menemani Vi..!!"
"Lantas bagaimana dengan de Fariha ?? Nak Ilham tega membiarkan nak Zalwa merawat de Fariha sendirian di rumah, Jika mereka berdua butuh apa-apa bagaimana..??"
"Ilham akan sering kesini Um, hanya tidurnya saja di sana !!"
Ibunda Faiz nampak putus asa, sepertinya ia memang harus memberitahukan maksud dan tujuan yang sebenarnya sesuai rencana.
"Nda Nak, Umi Nda setuju...!! Mungkin jalan satu-satunya kalian berdua harus menikah..!!"
"Umi... !! ya Nda mungkinlah Ilham menikahi Zalwa !! Umi kan tahu sendiri Ilham mencintai Vi.. Ilham akan segera menikahinya setelah dia sadar..!!"
"Tapi mau sampai kapan Nak..?? Sekarang Vio sedang koma, kita Nda akan pernah tahu kapan dia akan tersadar.. Bahkan kita juga Nda tahu pasti.. Apakah dia akhirnya akan selamat..??"
"Astaghfirullah Al Adziim..!! kenapa sekarang Umi berubah pikiran?? Bukankah tadi di rumah sakit Umi sangat mendukung Ilham, bahkan Umi setuju..!!"
"Tapi itu satu jam yang lalu Nak, sebelum Umi menyadari bahwa bagaimanapun keadaannya disini.. Umi harus segera kembali keluar negeri. Dan asal nak Ilham tahu, tujuan Umi mendatangkan nak Zalwa ke sini karena ingin menjodohkan kalian. Ingin memberikan de Fariha seorang ibu sambung yang akan merawatnya..!!"
"Umi Nda pernah memberitahukan Ilham rencana seperti itu, dan kalau pun memang iya.. Maaf Um, Ilham Nda bisa. Cukup sekali Ilham menyakiti Vi dan menuruti semua keinginan Umi dan Abi dulu, tapi untuk sekarang Ilham mohon Um... jangan biarkan Ilham menyakitinya lagi !!"
Faiz sedih dan sekaligus heran dengan Sikap sang bunda yang menurutnya sekarang lebih tidak masuk akal, kenapa sikapnya berubah setelah pulang dari rumah sakit dan setelah sang suami menghubunginya.
"Apa ini ada kaitannya dengan Abi Um..??"
"Yah Nak.. memang Abi yang merencanakan ini semua dan kebetulan tadi beliau mengingatkannya lagi." Wanita itu berusaha jujur.
"Tapi kenapa..??"
"Nak Ilham.. semula Umi dan Abi memang setuju untuk menikahkan Nak Ilham dan Nak Vio, karena bagaimanapun juga Almarhumah Nak Riha memberikan Amanah terakhir seperti itu. Tapi bukankah Akhirnya nak Vio tetap ingin menikah dengan Nak Haris?? Sebagai orang tua.. kami memikirkan masa depan yang terbaik untuk kalian berdua Nak !!"
"Tapi sekarang pernikahan itu sudah dibatalkan Um.. Emil mengandung dan Mas Haris sudah membebaskannya."
"Tapi sekarang Vio koma Nak.. !! Nak Ilham sadar..?? Sedangkan waktu akan terus berjalan, Nak Ilham jangan egois.. meski Nda untuk kebahagiaan Nak Ilham sendiri tapi pikirkan de Fariha yang saat ini sangat membutuhkan sosok seorang ibu. Apalagi sekarang kalian harus tinggal satu rumah.. dan Umi harus kembali ke luar negeri. Tolong mengerti keadaan Umi nak..!!" Ibunda Faiz menatap wajah putranya itu dengan tatapan sedih penuh permohonan.