"Tapi Kakak hanya ingin denger Vi berkata jujur. Katakan Vi.. bahwa Vi masih mencintai Kakak..!! hanya sekali ini aja.. Kakak mohon Vi, tolong katakan..!!"
Faiz masih berusaha membujuk Vio untuk berkata jujur, karena ia yakin Akhwat itu memang masih mencintainya juga.
"Sekali lagi Vi tegaskan ka.. Vi sudah Nda mencintai Ka Faiz lagi, cinta itu sudah hilang semenjak ka Faiz menikahi mba Riha..!! Jadi Vi mohon, tolong lupakan Vi kak...!!" Dengan sangat terpaksa Vio harus berkata seperti itu, Sejujurnya hati Akhwat itu sudah hancur berkeping-keping.
Faiz hanya bisa membuang muka, ia masih belum percaya dengan semua yang dikatakan Akhwat tersebut.
"Baiklah.. jika itu memang benar.. terimakasih karena sudah mau jujur pada Kakak..!!" Bukannya melanjutkan perjalanan, Faiz malah keluar dari mobil tersebut dan kemudian berjalan menghampiri badan jembatan.
"Ka Faiz mau kemana ka.. ??" Vio kembali panik, ia ikut turun dan mengikuti Ikhwan tersebut. Vio takut Faiz akan melakukan hal yang tidak-tidak.
"Kakak hanya ingin menikmati waktu berdua dengan Vi untuk yang terakhir kalinya..!!" Ujar Faiz ketika Vio sudah berada tepat di belakangnya.
"Apa maksud kak Faiz..??"
"Nda ada maksud apa-apa..!!" Faiz semakin mendekati palang pembatas jembatan, sebenarnya ia hanya ingin mengistirahatkan hatinya supaya sedikit lebih tenang.
"Tapi Vi harus pulang ka, tolong jangan membuat Vi semakin serba salah..!!"
"INNALILAHI..!!" Ikhwan itu tiba-tiba menjerit, ia tidak sengaja terpeleset dan hampir saja jatuh dari jembatan.
"KA FAIZ..??" Vio menjerit, ia Refleks menarik tangan Ikhwan tersebut. Sementara Faiz hanya memandanginya dengan tatapan nanar. Mendapat tatapan seperti itu Vio langsung melepaskan pegangan tangannya.
"Ka Faiz tahu Vi, bahwa sebenarnya Vi masih mencintai kakak..!!" Mendengar itu Vio langsung membuang muka.
"Astaghfirullah...!!" Ikhwan tersebut kembali bersuara. Tidak di sangka tangannya ternyata berdarah karena tergores tepi jembatan yang sudah rusak, darah yang keluar pun lumayan banyak.
"Masyaa Allah ka..!!" Vio nampak shock, ia melihat luka di tangan Faiz cukup dalam.
"Ka Faiz tunggu di sini, Vi akan mengambil kotak P3K di mobil..!!" Imbuhnya lagi, ia hendak bangkit namun Faiz justru kembali terhempas karena pijakan yang ia tapaki mulai berjatuhan. Badan jembatan itu benar-benar sudah rapuh..
"Ya Allah...!!" Teriak Faiz lagi.
"KA FAIZ.. !!" Vio kembali menjerit. Sementara laki-laki itu nampak menggantung dengan tangan kanan masih memegangi besi jembatan tersebut, sedang tangan kirinya terus berdarah.
"Bertahanlah ka, Vi akan mencoba menarik ka Faiz dari atas..??" Akhwat itu sudah mulai terisak.
"Ka Faiz bodoh sekali kenapa harus berjalan ke sini.. hiks hiks..!!" Ia sekuat tenaga menarik Ikhwan itu keatas. Padahal kaki Faiz sudah menapak pada besi jembatan yang ada di bawahnya. Melihat respon Vio sekalut itu ide jahilnya pun tiba-tiba muncul..
"Kalo terjadi apa-apa bagaimana..??" Vio menangis dengan begitu sangat polosnya.
"Jika pagi ini adalah hari terakhir Kakak hidup, apakah Vi mau berkata jujur pada Kakak..??"
"Kak Faiz jangan ngawur..!! Vi akan bantu Kakak naik keatas, jangan berpikiran pendek seperti itu kak.. ayo naik..!!" Akhwat itu menggenggam tangan Faiz dengan erat, ia tidak ingin Ikhwan yang masih sangat ia cintai itu harus terjun ke bawah jembatan.
"Tapi Kakak sudah Nda kuat lagi Vi.." Faiz mulai memelas, ia pura-pura tak berdaya dan seolah-olah akan jatuh.
"Ka... Tolong bertahan, Vi mohon jangan tinggalkan Vi.." Rengek Vio yang kali ini semakin ketakutan.
"Apa sekarang Vi sudah mulai mengakui bahwa Vi masih mencintai kakak..??" (Bisa-bisanya Faiz ngerjain anak orang disaat genting kayak gitu, padahal Vio udah ketakutan kaya apa ajaðŸ¤)
"Iya Ka.. Vi masih mencintai Kakak, sekarang Kakak berjuang ya.. kakak harus selamat. ðŸ˜..!!" Tangisnya kembali pecah, Mungkin karena efek panik hingga Vio pun akhirnya berkata jujur tanpa ia sadari.
"Terimakasih Vi..!!" Ikhwan itu tersenyum bangga, ia melepaskan genggaman tangan Vio kemudian bangkit dan langsung naik keatas dengan sendirinya tanpa bantuan Vio sama sekali.
"Ayo kita lanjutkan perjalanannya.. Ka Faiz harus bilang ke mas Haris bahwa ia harus membatalkan pernikahannya.." Imbuhnya lagi seraya melewati Vio. Sedang Akhwat itu masih terperangah, ia shock dengan mulut masih menganga. Sementara Air mata masih berderai di pipi mulusnya.
Merasa tidak ada respon dari sang Akhwat, Faiz kembali membalikkan badannya.
"Vi.. Ayo, ini udah hampir siang nanti kita telat..!!"
Seketika itu juga Vio tersadar, ternyata sedari tadi ia sedang di kerjai Faiz. Akhwat tersebut langsung mengusap air matanya dengan kasar dan dengan sangat gontai ia menghampiri Faiz, Vio nampak begitu kesal.
"Jadi Ka Faiz dari tadi cuma ngerjain Vi.. ??" Ujarnya dengan amarah yang tertahan, namun Vio kemudian memejamkan kedua matanya, ia berusaha untuk tidak emosi. Mulutnya bergumam seperti melafadzkan sesuatu beberapakali..
"Astaghfirullah ka.. Becandanya Nda lucu !!" Bentaknya lagi. Ia melewati Faiz dan kemudian masuk ke dalam mobil sambil misruh-misruh.
"Maaf Vi.. Ka Faiz Nda bermaksud begitu!!" Faiz buru-buru menyusul Vio dan ikut masuk ke dalam mobil. Namun Akhwat itu justru nampak cuek dan tidak meresponnya.. melihat Faiz ia malah langsung membuang muka.
"Awww..." Faiz kembali memekik seraya memegangi tangan kirinya yang masih berdarah, mendengar itu Vio langsung menoleh. Sejujurnya ia masih sangat kesal, namun melihat keadaan Faiz seperti itu ia pun merasa iba. Ia menghela nafas panjang seraya melafalkan sesuatu kembali, sebuah kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika hatinya emosi. Hingga akhirnya Vio mengambil kotak p3k dan mulai mengobati luka Ikhwan tersebut, Faiz nampak pasrah dan tersenyum sumringah mendapat perlakuan seperti itu dari Akhwat yang sangat ia cintai.
"Jadi bagaimana..??" tanya Faiz di sela-sela kesibukan Vio membalut lukanya.
"Bagaimana apanya..??" Akhwat itu meresponnya dengan ketus.
"Awww...!!" Faiz terkejut karena Vio malah menekan lukanya dengan kasar.
"Maaf Nda sengaja..!!" Kilahnya masih dengan nada yang ketus.
"Nda pa-pa...!! Kakak rela meski harus terluka beberapa kali di tangan Vi..!!"
Kali ini Vio hanya terdiam, ia pura-pura tidak mendengar perkataan Faiz.
"Jadi... Apa Vi mau menikah dengan Kakak jika mas Haris membatalkan pernikahan itu..??" Imbuhnya lagi.
Vio masih terdiam, ia tidak ingin merespon pertanyaan konyol Faiz yang menurutnya tidak perlu jawaban itu dan ia tetap sibuk dengan aksinya mengobati tangan sang Ikhwan.
"Kita bilang sama Mas Haris dan Emil bahwa kita saling mencintai..!!"
"KA FAIZ...!!" Bentak Vio kasar. Kali ini ia langsung menghentikan aksinya, padahal sedikit lagi hampir selesai sementara Faiz sendiri nampak terkejut.
"Nda segampang itu Ka.. Kenapa sih ka Faiz itu Nda mau ngerti.. Ka Faiz pikir Vi Nda tertekan dengan semua ini..?? Sama ka... Vi juga tersiksa. Tapi Vi Nda ingin egois, ada seseorang yang membutuhkan pengorbanan Vi..!!"
"Justru itu Vi.. justru Kakak sangat mengerti Vi, makanya kakak bersikap seperti ini.. jangan selalu memikirkan perasaan orang lain tapi perjuangkan kebahagiaan Vi sendiri..!!"
Vio langsung terdiam, lagi-lagi ia harus membuang muka. Faiz hanya bisa menyelesaikan membalut lukanya sendiri yang tadi sempat di kerjakan Vio.
"Tolong cepat jalankan mobilnya ka, Vi mohon.. jangan siksa Vi seperti ini.." Ujarnya pelan, dengan Air mata yang sudah tidak bisa ia cegah lagi. Sementara pandangan wajahnya masih menyamping di sebelah kiri, ia sudah begitu tertekan dengan sikap Faiz saat ini. Melihat keadaan Vio demikian, sungguh membuat hati Faiz ikut sakit. Meski wajah Vio menghindarinya namun ia tahu Akhwat itu sedang menangis.
"Sungguh Vi.. Kakak Nda bermaksud menyakiti Vi, kakak hanya ingin membuat Vi bahagia.."
"Jika Ka Faiz memang ingin melihat Vi bahagia.. maka lupakanlah Vi ka, biarkan Vi bahagia menikah dengan Ka Haris." Akhwat itu langsung menatap tajam ke arah Faiz.
"Vi mohon Ka..!!" lanjutnya lagi seraya menunduk, ia nampak semakin memelas dengan air mata yang terus merembes dari pipinya yang sayu.
"Masalahnya Kakak Nda yakin Vi akan bahagia bersama mereka, makanya Kakak bersikap seperti ini.!! Demi Allah Vi, Kakak Nda ikhlas", Ikhwan itu malah membatin.