Chapter 2 - JELANG HARI HA

Satu Minggu kemudian..

"Assalamualaikum Vi.. ka Haris sekarang lagi diperjalanan menuju pesantren untuk memberikan undangan kepada pak kyai, bisakah kamu menemaninya sebentar..?? Karena Aku sedang Nda enak badan, jadi Nda bisa ikut." Emil kembali berpesan melalui telepon pak kyai.

"Wa Alaikumussalam... Syafakillah mil.. in Syaa Allah Aku bisa, kamu sama siapa di rumah??"

"Bersama Umi Vi, ada Bi Inah juga.."

"Baiklah, jangan terlalu capek Mil.. istirahat aja yang cukup nanti undangannya biar Aku yang bagikan, in Syaa Allah lusa Aku pulang."

"Apa Nda sekarang aja sekalian nanti bareng ka Haris Vi.. Ayolah..!!"

"Nda bisa Mil, besok Fariha keluar dari rumah sakit Nda ada yang ngurus..!!"

"Baiklah.. baiklah.. maaf jika Aku terlalu menuntut.."

Vio mendengar seseorang tengah berbisik pada sahabatnya itu disebrang telepon.

"Vi..!!" Benar saja dugaan Vio, karena kali ini suara Emil berubah.

"NgGiihh Umi..!!" Ia tahu dari suaranya saja bahwa saat ini ibundanya lah yang sedang berbicara.

"Apa kabar sayang..??" Suara wanita tua itu bergetar seakan menahan tangis, beliau ternyata lebih rapuh darinya.

"Vi baik Umi...!!" Ia berusaha menyembunyikan Airmatanya.

"Nda perlu dipaksa sayang... Maaf selama ini umi terlalu Egois tanpa sedikitpun memikirkan perasaan Vi..!!"

Mendengar ucapan itu Akhwat tersebut justru semakin terisak,

"Sudah terlambat Umi, bukankah saat itu umi sangat mendukung pernikahan ini.. kenapa setelah semuanya sudah hampir terjadi Umi malah meragukannya..?!" Gerutu Vio dalam hati, ia seakan lebih sakit mendengar ucapan sang bunda.

"Nda pa-pa Umi.. Vi sudah ikhlas menerima. Mungkin beginilah jalan hidup Vi dalam berumah tangga..!! bukankah Umi pernah bilang bahwa jika kita Nda bisa menjadi lentera, paling tidak jadilah lilin kecil yang mampu menerangi rumah yang Nda punya cahaya sama sekali.."

"VII...!!" Ibunda Vio kini mulai terisak, beliau sudah tidak sanggup menahan kesedihannya lagi. Beliau tidak menyangka Vio akan kembali mengingatkan perkataannya dulu tentang sebuah lilin, yang ternyata menjadi Boomerang untuk dirinya sendiri.

"Nda ada yang harus dipikirkan lagi Mi.. baik-baik disana, Lusa in Syaa Allah Vi akan pulang..!!"

"Maaf sayang.. Umi benar-benar minta maaf.. Assalamualaikum..!!" telepon itu langsung terputus.

"Wa Alaikumussalam Umi.. hiks hiks..!!" Vio masih memeluk gagang telepon tersebut dengan airmata yang terus merembes dari mata sayunya, sesungguhnya saat ini ia masih membutuhkan nasehat sang bunda namun sepertinya beliau sudah tidak sanggup menahan tangisnya lagi hingga langsung mematikan sambungan telepon.

Dari kejauhan istri pak kyai ikut menitikkan air mata, ia ikut prihatin dengan keadaan akhwat tersebut yang pastinya sudah sangat tertekan. Pak kyai hanya menepuk bahu sang istri sebagai isyarat supaya beliau tabah..

"Nda usah dihampiri.. mungkin saat ini nak Vi sedang butuh waktu untuk sendiri.." ucapnya, ia kemudian menuntun sang istri masuk ke dalam.

Dua jam kemudian Haris sampai di rumah pak kyai..

"In Sya Allah kami sekeluarga akan hadir, namun Abi Nda yakin dengan nak Iman karena sekarang dia sudah menjadi dokter hingga semakin sulit mencari waktu libur.."

"NgGiihh Abi.. Haris baru tahu bahwa ternyata dr. Iman adalah putra Abi, kami berempat satu Asrama meski beda kelas dan kebetulan Haris yang paling tua."

"Iya ternyata dunia begitu sempit ya.. Abi juga Nda nyangka kalau ternyata kalian sudah lebih dulu mengenal nak Vi..!!"

Haris melirik Vio sekilas, sedang akhwat tersebut tetap menunduk.

"Oh ya nak Vi.. bukankah harusnya sekarang Nak Vi ke rumah sakit untuk memantau keadaan de Fariha..??"

"NgGiihh Abi sebentar lagi..!!"

"Bareng ka Haris aja Vi, kebetulan kakak juga ingin menjenguknya.. sekalian ada perlu dengan Faiz." Vio spontan langsung mendongak menatap Haris, ia khawatir keduanya akan membahas masalah pernikahannya lagi.

"Baiklah kalian hati-hati.. maaf Abi dan Umi Nda bisa jenguk sekarang. Mungkin besok saja..!!"

"Besok bukannya orang tua nak Faiz Datang Bi.. Apa De Fariha akan langsung dibawanya pulang ke rumah mereka..??" Sang istri mengingatkan.

"Iya biarkan saja, toh itu memang cucu mereka..!!"

"Kalo mereka harus ke luar negeri lagi bagaimana Bi.. nanti De Riha sama siapa ??"

"Mereka pasti sudah mempertimbangkan semuanya Mi, makanya berani ingin merawat de Fariha. Besok kita bicarakan lagi di rumahnya."

"Kalo begitu kami pamit Abi.. Assalamualaikum..!!" Haris dan Vio berpamitan kepada keduanya.

Di dalam mobil..

"Vi.. Vi baik-baik aja ??" Haris terlihat khawatir. Akhwat tersebut hanya menggelengkan kepalanya, ia tetap menundukkan pandangannya dari Haris.

"Maaf jika permintaan Emil membuat Vi semakin terluka..!! jujur Vi... kakak Nda tega sama Vi, tapi kondisi Emil saat ini sedang buruk." Haris nampak serba salah.

Tiga orang sudah yang saat ini ikut prihatin dengan keadaannya, sedangkan dulu tidak ada. Mereka seakan sadar ketika Almarhumah Riha menjelaskan tentang kisahnya, yang membuat Vio semakin beranggapan bahwa mereka semua semata-mata hanya merasa iba.

"Bagaimana persiapan pernikahannya Ka.. apa sudah Seratus persen..??" Akhwat tersebut mengalihkan pembicaraan.

"Nda usah merasa tegar dihadapan kakak Vi..!! jika ingin dibatalkan kita batalkan aja..!!"

"Lusa Vi mungkin baru bisa pulang ka, maaf ya Nda bisa ikut bantu persiapannya.." Lagi-lagi Vio berbicara lain.

"Vi... Nda harus begini, katakan saja Vi sebenarnya ingin menikah dengan ka Faiz kan ??"

"Emil sakit apa kak.. apa sudah periksa ke dokter..??" Untuk ketiga kalinya Vio tidak merespon perkataan Haris.

"VIII...!!" Bentak Haris refleks.

"Lalu Vi harus bagaimana kak.. ?? Dulu kalian semua menginginkan Vi untuk menjadi seorang madu dan sekarang setelah Vi bersedia kalian menginginkan Vi menikah dengan ka Faiz.. Apa Vi serendah itu.. ?? apa kalian pikir Vi hanya sebuah barang yang nda punya perasaan yang dengan seenaknya dilemparkan, di buang dan di kasih ke orang ketika sudah nda dibutuhkan..?? Pernahkah kalian sedikit aja merasakan apa yang Vi rasakan saat ini.. pernah Nda sekali aja kalian mengerti dengan semua yang udah Vi lakukan... Nda banyak ka... sedikiiiit aja..!!" Untuk kesekian kalinya hari ini Vio harus kembali menguras Airmatanya.

Tiba-tiba suara dalam mobil itu hening, keduanya saling terdiam hanya ada Isak tangis Vio yang sesekali terdengar. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Citra buruknya dihadapan Haris sang calon suami, yang pasti saat ini Vio hanya ingin menangis.

"Ya... semuanya sudah rampung sesuai konsep yang Vi inginkan..!!" Haris menjawab pertanyaan Vio sebelumnya, ia tidak ingin melihat Akhwat tersebut lebih tertekan lagi.

Sesampainya di rumah sakit..

"Assalamualaikum ka..?!" Vio mengucap salam pada Faiz yang tengah berdiri memperhatikan Fariha dalam inkubator, ia terlihat sumringah melihat kedatangan Vio.

Namun senyumnya memudar tatkala Haris ikut masuk dalam ruangan tersebut.

"Apa kabar Anta Iz..??" Haris membuka percakapan.

"Baik mas..!!" Ia lupa menjawab salam Vio karena saking kagetnya melihat kedatangan Haris.

"Apa Fariha sudah ada perubahan..??" tanya Haris lagi.

"Sudah ka, besok sudah boleh dibawa pulang..!!" Vio menimpali.

"Lucu sekali dia Vi..!!" Akhwat tersebut hanya mengangguk.

Melihat keakraban tersebut Faiz terlihat datar, ia tidak menyangka keduanya ternyata sudah lebih dekat dari yang ia kira.

"Mas Haris.. bisa kita bicara sebentar..??"

"Oh ya Iz... Ana juga memang ada sesuatu yang ingin disampaikan..!!"

"Mari kita bicara di luar..!!" Ajak Faiz.

"Vi.. Ka Haris keluar dulu ya..!!"

Baru saja Faiz ingin berpamitan namun Haris sudah lebih dulu mengatakannya pada Vio, sedang gadis itu hanya meresponnya dengan Anggukan dan senyuman.