Chereads / Kumpulan Cerpen Horor / Chapter 11 - Warisan-1

Chapter 11 - Warisan-1

Nani adalah seorang remaja kelas 2 SMA di Jakarta. Dia sekolah di SMA Insan Permata. Di sekolahnya, Nani dikenal sebagai anak yang sangat supel dalam pergaulan, sehingga dia begitu banyak teman. Parasnya memang cantik, dan tak sedikit siswa yang mencoba mendekatinya. Namun, Nani tak pernah berfikiran untuk pacaran. Dia lebih fokus pada sekolahnya.

Namun, hari itu Nani yang biasanya ceria mendadak terdiam. Wajahnya tampak lesu dan penuh kebimbangan. Dia mengambil sepucuk surat dari sakunya. Dia baca surat itu dengan wajah bimbang. Ketika melamun, dia terkejut ketika bahunya di tepuk seseorang.

"Ciye … dapat surat nih?" sapa Anik, teman dekatnya.

Nani terkejut. Buru-buru dia melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam saku. "Eh, kamu Nik. Kepo aja deh bawaannya."

Anik tertawa lepas. "Hahaha … kamu ini. Tumben muka di tekuk kayak setrikaan kusut. Emang ada apa, Bestie? Cerita dong."

Nani terdiam. Dia seperti enggan menceritakan sisi gelap dirinya. Memang, kendati berteman sangat baik, Anik tak mengetahui sisi gelap dari Nani. Sejenak, Nani terdiam. Dia menghela nafas panjang sambil memandangi sahabatnya. Setelah beberapa saat, Nani akhirnya mulai tenang.

"Nik, kendati sudah lama kita berkawan, kamu belum tahu sisi gelap ku," kata Nani membuka ceritanya.

Anik hanya diam dan menyimak. Nani akhirnya mulai menceritakan masa lalunya.

—Cerita Nani—

Sekitar tahun 1987, di sebuah desa yang jauh dari Ibukota, hidup seorang yang bisa di bilang tuan tanah. Tanahnya begitu luas. Sawah hijau membentang luas di sana. Keluarga itu memiliki segalanya. Rumah begitu besar dan megah.

Nani yang kala itu masih kecil secara materi tak kekurangan. Namun, di balik kehidupannya yang bisa di bilang berlebih, kehidupan keluarga besarnya ternyata tak pernah bahagia. Dan, saat itu, Sang Kakek yang merasa sudah sakit-sakitan akhirnya memanggil semua ahli warisnya, termasuk ibunda Nani. Alhasil, warisan dari Sang Kakek pun di bagi.

Pembagian warisan itu begitu alot. Saudara ibunya Nani begitu berambisi ingin mendapat bagian yang banyak. Sang Kakek hanya menggelengkan kepalanya. Dan, di tengah pertengkaran itu, Sang Kakek langsung berkata keras.

"SUDAH! DIAM KALIAN SEMUA!!" bentaknya dengan sisa-sisa tenaganya.

Semua saudara ibunya terdiam. Sang Kakek pun melanjutkan perkataanya.

"Sekarang kalian dengar. Ini pembagian warisan kalian," kata Sang Kakek mulai duduk dari tidurnya.

Dia mengambil beberapa berkas yang tak lain adalah sertifikat tanah dan bangunan. Sang kakek memberikan sertifikat itu pada saudara ibunya. Satu-persatu saudaranya mendapatkannya.

Semua paman Nani mendapat warisan yang sangat banyak, sedangkan Ibunya Nani sebagai orang yang paling dekat dengan sang kakek, termasuk yang paling sering merawat kakeknya hanya mendapat sebuah rumah. Setelah semua saudaranya pulang, Sang Kakek menahan ibundanya Nani.

"Nduk, ayah sampai sekarang gak bisa merestui hubunganmu sama Harjo," kata Sang Kakek.

Ibundanya Nani hanya terdiam. Dalam hatinya, dia merasa sedih. Padahal, dia sudah punya dua anak dari Harjo. Sang Kakek melanjutkan perkataannya.

"Sri, Harjo itu bukan orang yang baik. Dia terlalu dekat dengan klenik. Bukannya kamu sudah tahu masa lalunya? Bukankah dia dulunya pegawaimu?" kata Sang Kakek.

Sri hanya terdiam. Dalam hatinya, dia yang tahu masa lalu Harjo tak tahu mengapa dia mau menikahinya. Di tambah, kenekatannya itu terus membuatnya merasa bersalah. Namun apa hendak di kata, dia sudah terlanjur memiliki anak dari Harjo.

Dan, Sri merasa hanya dirinya yang kurang di sukai oleh para tetangganya. Mungkin karena Harjo yang masih kerap berpacaran dengan gadis di desanya. Memang, Harjo memiliki paras yang tampan, namun sifatnya yang kurang terpuji itulah yang menyebabkan dia dekat dengan hal mistis.

—Cerita Nani—

Anik terperangah mendengar cerita dari Nani. Dia tak menyangka latar belakang kehidupan sahabatnya begitu rumit.

"Oke, lalu apa yang membuatmu sekarang begitu sedih?" tanya Anik.

Nani menunjukkan surat itu. Ternyata, ada sebuah kabar yang begitu menyakitkan. Harjo, ayahnya Nani dikabarkan telah meninggal,, dan sebuah rumah di wariskan kepadanya. Sepintas, rumah kuno itu begitu besar, namun Nani seolah enggan untuk kembali ke rumah itu.

"Ni, ini rumahnya besar. Kenapa kamu gak menemani ibumu di sana?" tanya Anik.

Nani terdiam. Dia akhirnya kembali melanjutkan ceritanya.

"Nik, rumah ini mengingatkanku akan kenyataan pahit yang aku harus terima," ucapnya  sambil menghela nafas dalam-dalam.

Mendadak, Nani mendengar sebuah suara. Suara itu cukup parau dan mengerikan.

"Giliranmu. Giliranmu … ," Suara itu terdengar parau dan datar.

Nani terdiam. Dia tampak ketakutan. Anik yang melihat Nani ketakutan bertanya, "Ada apa, Ni?"

Nani hanya menggelengkan kepalanya. Dan, pandangannya langsung ke suatu tempat. Wajahnya tampak ketakutan.

"AAARGH!! JANGAN! JANGAN DEKATI AKU!!" teriaknya histeris dan Nani langsung pingsan.

Anik yang kebingungan segera berteriak minta tolong. Dan, akhirnya Nani yang pingsan di bawa ke ruang UKS. Cukup lama Nani pingsan. Setelah sadar, Nani langsung berjalan ke kelasnya.

Selama di kelasnya, Nani merasa ada yang mengawasinya. Dia merasa tak fokus dalam belajar. Namun, yang membuatnya merasa tak fokus adalah sosok Dion, teman sekelasnya yang terkenal pendiam dan tertutup itu terus memandanginya dengan tajam. Alhasil, jam pelajaran pun berakhir. Waktunya pulang sekolah. Seperti biasanya, dia pulang bersama Anik, sahabatnya.

Ketika berjalan pulang, tiba-tiba Dion menghampiri mereka.

"Nani, tunggu," teriak Dion dari belakang.

Anik dan Nani terkejut. Mereka menoleh ke belakang, dan melihat Dion yang selama ini tak bersuara memanggilnya. Sambil berlari kecil, Dion menghampiri mereka.

"Nani, kamu dalam bahaya. Makhluk itu akan datang lagi," kata Dion dengan nafas tersengal.

Nani terkejut. Dia pandangi Dion dengan tatapan keheranan.

"Kamu … kamu bisa lihat?" tanya Nani tak percaya.

Dion mengangguk. "Iya. Aku tahu makhluk itu."

Dion akhirnya mengajak Nani dan Anik ke sebuah cafe di dekat sekolah. Di sana, Dion langsung membuka percakapan.

"Ni,kenapa makhluk itu mengikuti kamu?" tanya Dion.

"Tak tahu, Dion. Aku juga bingung," kata Nani.

Dion memegangi tangan Nani, dan dari situlah Dion mendapat sebuah penglihatan tentang masa lalu Nani.

–Pandangan Dion–

Dion berjalan dalam sebuah kabut, dan setelah beberapa lama, tibalah dia di sebuah tempat yang tak lain adalah tempat tinggal keluarga besarnya Nani. Di sana, dia melihat sesuatu yang salah dengan sosok tokoh di desa itu. Dia melihat sosok keluarga besar dari ibunya Nani yang begitu kaya raya, namun tak ada kebahagiaan di sana. Bahkan, tak sedikit juga orang yang tak suka dengan keluarga itu kendati mereka adalah keluarga yang memiliki segalanya.

Dion kembali melihat ke sekelilingnya. Dan, dia melihat banyak sekali makhluk halus yang menjaga keluarga besar ibunya Nani. Makhluk halus itu berasal dari berbagai media warisan dari leluhur keluarga besar ibunya Nani.

"Oh, pantas keluarga itu tak bisa bahagia. Ternyata ini penyebabnya," kata Dion dalam hati.

Seketika itu pandangan Dion gelap, dan dia mendapati dirinya berada di sebuah rumah besar, di mana dia melihat Harjo dan Sri, ibunya Nani tengah berselisih. Kehidupan mereka yang berlebih ternyata tak bahagia.

"Pa! Kamu selingkuh lagi?! Kenapa sih kamu tega lakukan ini?!" bentar Sri, Ibunya Nani.

Plak! Sebuah tamparan keras menggema di rumah mewah itu.

"Denger, Sri! Dari awal aku gak cinta sama kamu. Dan, asal kamu tahu, aku sudah bosan sama kamu!" bentak Harjo sambil keluar membanting pintu.

Harjo berjalan keluar rumah, dan di tengah jalan, sudah menunggu wanita idaman lain yang tatapannya aneh. Dion melihat, wanita itu terkena sihir. Harjo langsung pergi dengan wanita itu. Dengan mobilnya, dia bawa wanita itu. Namun, di tengah jalan, dia di hadang seseorang yang tak lain adalah suami wanita itu dan juga Suli, adik kandung Harjo.

"Hei! Keluar kamu!" bentak pria itu sambil memukul badan mobil Harjo.

Merasa marah, Harjo langsung membuka pintu mobilnya. Dia hendak memukul pria itu, namun di tahan oleh Suli, adik kandungnya.

"Mas, sudahlah! Kamu ini salah. Ngapain kamu ajak istri orang?!" kata Suli.

Harjo yang merasa arogan mendorong adiknya hingga terjatuh. Perkelahian pun tak terelakkan. Pria itu kalah dan babak belur. Harjo yang merasa menang akhirnya melanjutkan perjalanan. Suli yang merasa kakaknya sudah keterlaluan membantu pria tersebut dan mengajaknya pulang.

Pandangan Dion kembali gelap, dan akhirnya dia mendapati Harjo yang semakin lupa diri. Dia ternyata bersekutu dengan iblis. Harjo yang masih marah dengan Suli hendak menyerang dengan ilmu hitam, dan ternyata Suli yang pernah menempuh pendidikan di pesantren justru kebal. Karena gagal, akhirnya sihir itu langsung mengenai Harjo. Semua pengaruh peletnya luntur dan berbalik ke arahnya. Alhasil, Harjo pun menjadi gila karena terkena ilmu hitamnya sendiri.

Tak lama kemudian, perewangan dari keluarga besar ibunya ternyata mendatangi Dion. Sosok itu berupa Genderuwo.

"Anak muda, mengapa kamu halangi aku?" kata sosok itu dengan nada marah.

"Hei, kita sudah beda alam. Jangan ganggu Nani. Dia tak ada sangkut pautnya dengan kamu!" bentak Dion.

Genderuwo itu tertawa lepas. "Hahaha …, anak muda. Nani harus memelihara aku. Itu sudah perjanjian turun temurun … "

Dion rupanya tak gentar. "Perjanjian turun temurun? Heh! Asal tahu aja, itu urusanmu dengan yang buat perjanjian. Sekarang, kamu pergi dengan sukarela atau dengan cara kasar?"

Mendengar perkataan Dion, Genderuwo itu  marah. Dia langsung menyerang Dion. Namun, rupanya Dion sudah siap. Dan, akhirnya pertarungan itu tak terhindarkan.

Pertarungan itu begitu sengit. Dion rupanya sudah pernah menghadapi Genderuwo seolah tak kesulitan. Namun, setelah bertempur cukup sengit, Dion pun harus mengakui kehebatan makhluk itu. Dia terpental.

–Pandangan Dion–

Bruk!! Dion jatuh dari tempat duduknya. Darah keluar dari hidungnya. Seluruh pengunjung cafe terkejut melihat Dion yang terpental sendiri.

"Mas gak apa-apa?" tanya pelayan itu.

Dion hanya menggelengkan kepalanya. Dia kembali bangkit dan duduk di tempatnya.

"Dion, kamu gak apa-apa?" tanya Nani.

Dion menghela nafasnya. "Nani, aku gak apa-apa. Tapi, kamulah yang dalam bahaya. Makhluk itu menginginkan kamu."

BERSAMBUNG ….